Sunday, December 24, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Amankah Perayaan Natal di Poso?

Perayaan Natal tahun ini tidak banyak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, khususnya di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Suasana masih penuh dengan kecemasan dan keragu-raguan apakah Natal di akhir tahun ini akan bisa dilewati dengan damai atau haruskah ada tumpah darah dan air mata lagi?
Masih segar di ingatan peristiwa Sabtu pagi, 31 Desember 2005. Saat itu, pukul 07.15 Wita, tiba-tiba bom berkekuatan dahsyat meledak di pasar daging babi Jl Sulawesi Palu. Ratusan orang yang tengah membeli daging untuk acara akhir tahun, tidak sempat menyelamatkan diri. Yang terdengar hanyalah suara pekikan histeris kesakitan kena hujaman serpihan bom yang mematikan. Sedikitnya 8 orang tewas dan lebih dari 50 orang mengalami luka berat dan ringan. Sedihnya, pelaku peledakan bom tidak diketahui sampai sekarang.
Dengan peristiwa itu, dan apalagi pelakunya belum terungkap, maka wajar jika pada perayaan Natal maupun acara pisah dan sambut tahun baru ini, warga masih diliputi rasa khawatir dan cemas yang mendalam. Warga takut kemungkinan teror bom ataupun penembakan misterius masih terulang lagi mengingat pelaku-pelaku teror dan kekerasan di daerah ini banyak yang belum ditangkap. Malah ada kesan mereka dibiarkan berkeliaran di Poso maupun Palu.
Dijaga Ketat
Fenomena yang terlihat di Poso maupun Palu menjelang Natal maupun Tahun Baru saat ini adalah penjagaan superketat aparat keamanan, dan menjadi pemandangan mencolok di mana-mana.
Di Poso, lebih dari 3.000 personel polisi ditempatkan di berbagai titik untuk menjaga keamanan masyarakat. Dilaporkan, Polri mengirim pasukan elite terbaiknya lengkap dengan peralatan-peralatan canggih untuk mengantisipasi pengamanan Natal, Idul Adha maupun penyambutan Tahun Baru 2007 di daerah konflik itu.
Di Palu, orang-orang yang mau ke gereja, dijaga ketat aparat. Paling kurang dua sampai empat polisi berjaga di setiap gereja, baik selama berlangsung ibadah maupun sedang tidak ada ibadah. Di beberapa gereja bahkan setiap anggota jemaat diperiksa di depan pintu sebelum masuk ke dalam gereja.
Pengalaman 5 tahun (2000-2005 atau pascakerusuhan Poso Desember 1998), hampir setiap bulan Desember, gereja-gereja di Palu khususnya, selalu menjadi sasaran ledakan bom. Tercatat gereja-gereja yang pernah dibom seperti Gereja Pantekosta Jemaat Tabernakel, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (MAHK) Jemaat Setia Budi, GKST Jemaat Masomba dan Anugerah, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Palu dan lainnya.
Di Poso, hampir sepanjang tahun rumah ibadah (gereja) jadi bulan-bulanan teror bom. GKST Jemaat Eklesia Poso, tercatat salah satu rumah ibadah di Poso yang beberapa kali diledakkan dengan bom. Untungnya jemaat di gereja itu sudah lama menyingkir sehingga walau gereja itu terbakar karena bom, tapi tidak ada korban jiwa.
Untuk menghindari kejadian menakutkan ini, pihak gereja bekerja sama dengan aparat keamanan terpaksa memberlakukan pengamanan ketat kendati cara-cara seperti itu justru semakin membuat trauma warga yang datang beribadah.
Di Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Jemaat Immanuel Palu, pihak gereja tahun ini telah memasang pintu baja selebar 4 meter di bagian depan sebagai pintu pelapis.
Cemas
Situasi penjagaan ketat seperti itu telah mempengaruhi kondisi psikologi masyarakat dan muncul rasa cemas merayakan ibadah Natal secara bebas dan leluasa. Warga di daerah ini merayakan Natal maupun tahun baru di bawah bayang-bayang ketakutan dan penuh tekanan batin akan ancaman keselamatan hidupnya dari teror penembakan dan peledakan bom. Sedihnya, situasi ini sudah berlangsung bertahun-tahun.
"Yah, seperti juga tahun lalu, kita terpaksa merayakan Natal secara sederhana saja," kata Frangky Tompira, Ketua Pemuda GKST Jemaat Immanuel Palu.
Pada Senin sore (18/12), lebih dari 500 pemuda dan pemudi gereja itu dengan kusuk mengikuti ibadah Natal di gereja itu. Ibadah dibuat sangat sederhana, dan menjadi satu-satunya kegiatan Natal paling besar yang dibuat pemuda gereja itu dalam perayaan Natal tahun ini.
"Sebagai manusia biasa, kita pasti merasa takut dengan ancaman-ancaman bom atau pun penembakan. Tapi, kami pasrah dan selalu yakin Tuhan akan menolong kami. Kami juga tak takut datang gereja untuk merayakan Natal," kata Damai Tebisi, tokoh pemuda di gereja itu yang ditemui di sela-sela ibadah Natal.
"Kami yakin Tuhan akan selalu beserta dengan kami. Mati dan hidup juga adalah di tangan Tuhan, karena itu kami tidak ingin tenggelam dengan ketakutan. Karena itu, lewat Natal tahun ini, kami akan terus bangunkan rohani ini kami agar tetap semangat dan optimistis menghadapi hari-hari dalam hidup ini," kata Pdt. Nety Ndeles, salah seorang gembala Jemaat Musafir (anggotanya para pengungsi Poso) yang ada di Palu.
Sementara bagi Ny Rita Kupa, istri hamba Tuhan Pdt Irianto Salemba Djaya Kongkoli yang tewas ditembak orang tak dikenal pada 16 Oktober lalu, perayaan Natal tahun ini masih penuh misterius dalam hidupnya.
Rita sudah memaafkan orang yang menembak suaminya, tapi ia tetap meminta polisi secepatnya mengungkap kasus ini dan menangkap pelaku penembakan demi tegaknya hukum di negeri ini.
Walaupun dirundung banyak tekanan tapi kidung-kidung Natal masih tetap bergema dan menyemarakkan suasana Natal di Palu maupun Poso. Pernak-pernik Natal juga masih bertebaran di berbagai tempat. Ini semua itu menandakan bahwa masih ada harapan hari esok yang lebih cerah dan lebih damai di mana tak ada lagi teror dan kekerasan yang harus melukai hati kita semua. Semoga... [Pembaruan/Jeis Montesori S]
Last modified: 23/12/06

No comments: