Saturday, May 27, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Korban Penembakan Poso Kesal Kepada Polisi

[PALU] Korban penembakan di Poso, Ivon Nathalia (18) dan Siti Nuraini alias Yuli (18) menyatakan kesal pada aparat kepolisian yang tidak transparan memproses pelaku penembakan mereka yang telah menyeret seorang polisi sebagai tersangkanya.

Kepada wartawan di sekretariat Poso Center, Rabu (24/5), Ivon dan Yuli melihat ada upaya polisi menutup-nutupi kasus ini agar dugaan keterlibatan aparat dalam aksi-aksi kekerasan di Poso tidak lebih terungkap ke permukaan.

"Buktinya sampai saat ini tidak jelas proses pemeriksaan polisi yang menembak kami, bahkan kami mendengar polisi itu bebas berkeliaran," ujar Ivon.

Pada April lalu, Polda Sulteng telah menetapkan Briptu Ilo, anggota Polres Poso sebagai tersangka penembakan Ivon menyusul laporan kedua korban ke polisi, setelah mereka sembuh dari luka tembak. Namun sejauh mana perkembangan pemeriksaan tidak ada kabar berita sampai sekarang.

Kapolda Sulteng Brigjen Pol Oogroseno yang berusaha dihubungi Kamis pagi (26/5) tidak berhasil. Telepon selularnya pun yang dihubungi berulangkali tidak diangkat-angkat.

Ivon yakin nyawanya ingin dihabisi karena ia mengetahui banyak informasi tentang pelaku dan motif sejumlah kekerasan di Poso. "Saat kami ditembak, saya melihat jelas seorang perwira di Polres Poso yang sangat saya kenal tapi sekarang sudah dipindahtugaskan ke Jakarta, berdiri di depan Gereja Pantekosta Jl Sam Ratulangi Poso sekitar 20 meter dari tempat saya ditembak. Saya merasa perwira itu terlibat dalam penembakan saya," ungkapnya.

Ivon masih menolak mengungkapkan bebera- pa kasus kekerasan yang ia ketahui melibatkan beberapa pihak di Poso. "Kasus penembakan saya saja belum diungkap tuntas bagaimana saya akan membuka kasus-kasus lainnya di Poso, sebab ini sangat menyangkut keamanan saya. Jadi saya mohon polisi tolong tuntaskan cepat kasus saya dan Yuli ini, setelah itu saya akan ungkap lagi beberapa kasus kekerasan yang saya ketahui melibatkan beberapa pihak penting di Poso," tegas Ivon, mantan siswi SMEA Poso yang sejak kasus penembakan telah pindah sekolah di Palu.

Hasil investigasi Poso Center menyebutkan, saat pelaku penembakan Ivon dan Yuli dikejar, ada seorang saksi yang sempat mendengarkan pembicaraan via telepon seluler dari perwira polisi yang disebutkan Ivon.
Sekretaris Poso Center, Mahfud Maswara mengatakan, saksi itu mendengarkan pembicaraan telepon itu dari dalam rumahnya karena perwira tersebut berdiri di teras rumah saksi pada saat malam kejadian penembakan.
"Dalam pembicaraan di telepon seluler, perwira berpangkat komisaris polisi itu mengatakan "sampean dimana? Sampean jangan lari ke kiri, banyak orang. Jangan sampai masuk ke rumah orang. Memang tidak diketahui dengan siapa perwira itu berkomunikasi, tapi kuat dugaan sang perwira kemungkinan mengarahkan pelaku agar lari ke tempat yang aman," tandasnya. [128]
Last modified: 26/5/06

Wednesday, May 17, 2006

Tibo Kirim Surat 'Wasiat' Untuk Keluarga dan Masyarakat
rakyat merdeka, 17 mei 2006

http://www.rakyatmerdeka.co.id/nusantara/index.php?q=news&id=1127

SUARA PEMBARUAN DAILY
Sulteng, Merintis Jalan ke Tanah Harapan

Sulawesi Tengah (Sulteng) masih menghadapi tantangan yang kompleks dan mendasar. Untuk menjadi daerah yang maju, provinsi ini mesti dapat segera keluar krisis dan konflik. Sejumlah persoalan mendesak untuk segera dibenahi agar Sulteng tidak tertinggal jauh dari provinsi lain.
Berbicara di tengah Seminar dan Lokakarya "Menata Pembangunan Sulteng yang Aman, Damai, Adil dan Sejahtera" di kantor Gubernur Sulteng baru-baru ini, Gubernur Sulteng HB Paliudju yang baru dilantik menyatakan sedikitnya 14 persoalan yang tengah dihadapi daerahnya untuk bisa bergerak maju, dan keluar dari krisis yang tengah dihadapi.
Sebanyak 14 persoalan itu, kata Paliudju meliputi tingginya angka kemiskinan, melonjaknya pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan penduduk, tertinggalnya sejumlah desa, lemahnya sumber pembiayaan masyarakat, mutu pendidikan yang rendah, krisis energi listrik, rendahnya tingkat investasi, ancaman kerawanan pangan, dan rendahnya tingkat pelayanan publik. Persoalan yang juga penting adalah menurunnya rasa kebersamaan, kerukunan, keharmonisan antaragama, suku dan budaya, serta tindak kekerasan dalam masyarakat yang terus meningkat.
Menurut Paliudju, persoalan kompleks dan sangat mendasar itu menjadi tantangan besar yang harus bisa cepat dituntaskan. Jika tidak, Sulteng akan semakin tertinggal jauh dengan daerah provinsi lain. Namun upaya keluar dari krisis multidimensi itu tentu tidak mudah. Apalagi situasi Sulteng yang masih diwarnai aksi-aksi kekerasan sebagai dampak dari konflik Poso. Dibutuhkan keseriusan, kerja keras serta komitmen yang sungguh-sungguh baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat setempat untuk keluar dari masalah ini. UU Pemerintahan Daerah No. 32/2004 sudah mengisyaratkan provinsi yang tidak mampu mengembangkan dirinya maka konsekwensinya harus bergabung dengan daerah lain yang lebih maju.
"Tidak mungkin daerah yang begitu kaya raya ini akan hilang dari peta sejarah Indonesia hanya karena kita salah urus. Karena itu kita harus bisa keluar dari krisis ini, perbaiki semua kesalahan dengan dengan jiwa besar, rintis kembali jalan menuju Sulteng yang aman, damai, adil dan sejahtera," ujar Paliudju.
Diungkapkan, sejak pecah konflik komunal di Kabupaten Poso, roda perekonomian Sulteng memang berjalan pincang. Terutama antara tahun 2000-2005 (diwarnai banyaknya peristiwa kekerasan di Poso), tidak ada pertambahan investasi yang signifikan, angka kemiskinan pun bertambah.
Jumlah orang miskin di Sulteng tahun 2004 mencapai 230.368 KK atau meningkat 41,29 persen dari tahun 2003 yang masih 210.964 KK. Pendapatan per penduduk (perkapita) pada 2004 juga hanya sekitar Rp 1,4 juta atau hanya sedikit melampaui Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Roda pergerakan investasi swasta juga tidak mencerminkan kemajuan yang menggembirakan. Sampai tahun 2005, investasi yang direncanakan dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) sebanyak 30 perusahaan sebesar US$ 271,489 juta dan sembilan perusahaan Rp 58,135 miliar, tapi yang terealisasi baru US$ 24.649 dan Rp 31,8 miliar. Begitu pula dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN) terdiri dari 87 perusahaan dengan total rencana investasi Rp 5,056 triliun, yang teralisasi sampai 2005 baru sekitar Rp 7,46 miliar.
Tidak Dinamis
Situasi ini menyebabkan stimulasi pembangunan di Sulteng menjadi dingin dan tidak dinamis. Hampir setiap hari masyarakat dihantui ancaman kekerasan Poso yang cenderung meluas. Sementara pemerintah daerah selama lima tahun terakhir sibuk mengurus pengungsi Poso. Akibatnya usaha-usaha memperbaiki keterpurukan ekonomi dan memberantas kemiskinan banyak yang sia-sia karena ternyata kebutuhan akan rasa damai, tentram dan aman, jauh lebih penting bagi masyarakat.
Pertanyaannya, apa yang mesti dilakukan untuk merintis kembali jalan menuju tanah harapan yang diimpikan masyarakat Sulteng? Apa yang mesti dibuat untuk mewujudkan harapan pemerintah daerah agar Sulteng yang aman, damai, adil dan sejahtera bisa terwujud?
Dalam seminar yang menghadirkan sejumlah pembicara penting seperti Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Saifullah Yusuf, pengamat sosial Salahuddin Wahid, Anggota DPD RI M Ichan Loulembah, Guru Besar ilmu Pemerintahan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Dr H Juanda Nawawi, Komandan Operasi Keamanan Sulteng, Irjen Paulus Purwoko dan Pembantu Rektor II Universitas Tadulako (Untad) Palu, Prof Dr Wahid Syafar, semua sepakat bahwa langkah prioritas yang mesti dilakukan saat ini adalah memulihkan dahulu Poso, minimal pada kondisi yang lebih aman.
Menurut Wahid Syafar, konflik Poso yang sudah menahun, diakui telah memberikan citra buruk bagi pertumbuhan pembangunan Sulteng khusususnya antara tahun 2000-2005. Padahal sebelum konflik terjadi, pembangunan Sulteng berkembang cukup pesat. Salah satu indikatornya yakni Sulteng termasuk dari 10 provinsi di Indonesia yang berhasil mencapai swasembada pangan dan memasok kebutuhan pangan nasional khususnya beras.
Sementara itu, Menteri Syaifullah Yusuf mengatakan selama masih ada konflik Poso, pengusaha akan takut berinvestasi karena menganggap daerah ini tidak aman. Karena itu langkah-langkah seperti memulihkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan aparat keamanan melalui penegakan supremasi hukum secara konsisten tanpa diskriminasi, berantas korupsi, kolusi dan nepotisme secara transparan, berdayakan demokrasi melalui penguatan masyarakat sipil yang partisipatif, adalah stimulasi yang tepat untuk penyelesaian keamanan Poso dalam rangka percepatan pembangunan Sulteng menuju daerah yang aman, damai, adil dan sejahtera.
"Saya sepakat dengan langkah-langkah yang sudah ditetapkan pemerintah Sulteng tersebut. Tapi hal itu tidak cukup di atas kertas, perlu implementasi kongkrit, dan ini yang kita tunggu," tandasnya.
Selain agenda-agenda itu, Salahuddin Wahid berpendapat kunci penyelesaian konflik Poso sebenarnya sangat terletak pada masyarakat dan pemimpin masyarakat yang ada di Poso.
"Jika kedua komponen ini terbuka dan jujur mengungkap siapa sebenarnya aktor maupun donatur konflik Poso lalu membuat komitmen menghentikan semua konflik yang ada maka saya yakin Poso bisa pulih seperti sedia kala," kata tokoh religius nasional ini.
Kaya Sumber Alam
Provinsi Sulteng yang kini telah dimekarkan menjadi 9 kabupaten dan satu kota, sebenarnya merupakan daerah yang sangat subur dan kaya sumber daya alam. Mulai dari sumber daya pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan dan perikanan, pertambangan, sosial budaya, pariwisata dan lain-lain. Bahkan hasil penelitian Departemen Pertambangan menunjukan di perairan Sulteng terdapat sumber-sumber minyak dan gas bumi yang kandungannya diperkirakan jauh lebih besar dari Kalimantan Timur. Kandungan migas itu banyak ditemukan di perairan Kabupaten Morowali (hasil pemekaran Kabupaten Poso), Kabupaten Banggai dan Donggala.
Yang menjadi problem, potensi yang sedemikian besar itu, belum dikelola dengan baik karena sejumlah kendala.
Gubernur maupun Wakil Gubernur Sulteng, HB Paliudju serta wakilnya Achmad Yahya yang terpilih melalui pilkada pertama di Sulteng yang berlangsung sangat demokratis pada 16 Januari, menyadari betul keterbatasan daerahnya itu. "Itu sebab lewat seminar ini kita mengharapkan pemikiran-pemikiran kritis yang bisa memberikan kontribusi memecahkan kesulitan-kesulitan yang kita tengah hadapi," ujar Paliudju dan Yahya.
Paliudju mengatakan diperlukan reformasi kebijakan untuk mempercepat terwujudnya pembangunan Sulteng yang adil, damai, aman dan demokratis.
Beberapa reformasi kebijakan yang sangat mendesak seperti penegakkan hukum tanpa pandang bulu, revitalisasi birokrasi pemerintahan daerah dan penyiapan sumber daya aparatur yang bersih dan profesional, pemberdayaan demokrasi melalui penguatan masyarakat sipil, berantas korupsi, kolusi dan nepotisme secara transparan dan lain-lain.
[Pembaruan/Jeis Montesori S]
Last modified: 16/5/06

Saturday, May 13, 2006

Polri Putar Video Pelaku Mutilasi Poso

http://www.rakyatmerdeka.co.id/

Densus 88 'Kuasai' Pantai, Warga Poso Kehilangan Tempat Rekreasi

http://www.rakyatmerdeka.co.id/nusantara/index.php?q=news&id=1079

Tersangka Pembantaian Kilo Sembilan Terungkap

http://www.rakyatmerdeka.co.id/nusantara/index.php?q=news&id=1084

Polisi Tetapkan Empat Tersangka Baru Kasus Poso

http://www.kompas.com/utama/news/0605/13/113901.htm

Friday, May 12, 2006

Komentar, 12 Mei 2006
Kapolda: Tidak mungkin pelakunya hanya Tibo Kubur Korban Pembantaian Poso Dibongkar

APARAT kepolisian dibantu masyarakat setempat, Rabu (10/05) lalu, berhasil membongkar sebuah kuburan masal di Desa Tambaro, Kecamatan Lage, atau sekitar 12 kilometer arah selatan Kota Poso, Sulawesi Tengah.Dalam operasi penggalian ku-buran masal yang berlangsung sekitar enam jam sejak pagi hari dipimpin langsung Kapolda Sul-teng Brigjen Pol Drs Oegroseno itu, ditemukan tulang-belulang manusia yang tidak utuh lagi.Ada yang batok kepalanya berlubang dan pecah, serta ada pula tulang kaki dan tangan re-tak, karena kemungkinan terke-na benda keras.Beberapa potongan pakaian juga ditemukan dalam kuburan masal itu, diduga yang dike-nakan para korban kerusuhan pada pertengahan tahun 2000.“Saya perkirakan tulang-belulang itu merupakan jazad dari sedikitnya tujuh warga Muslim yang disandera kelom-pok penyerang yang sebelum-nya dinyatakan hilang saat pe-cah konflik di daerah kami be-berapa waktu lalu,” kata seorang warga Kota Poso yang ikut me-nyaksikan prosesi penggalian.Setelah semua kerangka yang tidak beraturan itu diangkat dari dalam lubang sedalam dua meter, empat petugas dari Ke-dokteran Kesehatan Polri segera melakukan indentifikasi deng-an mencocokkan satu per satu tulang-belulang tersebut.Dua dari tujuh jazad itu be-lakangan diketahui adalah warga Kelurahan Lawanga, Poso Kota, sehingga keluarga-nya yang mengenali melalui pakaian yang dikenakan se-gera mengambil dan mengu-burkan di TPU Muslim Lawanga.Sementara sisa kerangka ma-nusia lainnya dibawa ke Kelu-rahan Kayamanya untuk diku-burkan kembali di TPU setem-pat. Kecamatan Lage di pinggi-ran selatan Kota Poso merupa-kan satu dari beberapa daerah paling bergolak saat pecah ke-rusuhan bernuansa SARA Mei-Juni 2000.Di daerah yang disebut-sebut merupakan basis operasi ke-lompok penyerang pimpinan yang dituduhkan kepada Fa-bianus Tibo, Dominggus da Sil-va, dan Marinus Riwu—ketiga-nya terpidana mati kerusuhan Poso—paling banyak ditemu-kan mayat bergelimpangan dan penuh luka bacok serta terkena peluru senjata api.Ada yang dibuang ke jurang, dikuburkan secara masal ke dalam lubang, tapi sebagian be-sar dihanyutkan ke Sungai Poso.Hasil operasi pencarian tim gabungan terdiri dari aparat ke-polisian, TNI, dan relawan ke-manusiaan yang dilakukan se-lama hampir sebulan ketika itu, berhasil mengumpulkan lebih 700 mayat. Korban tewas ter-besar adalah penghuni Pondok Pesantren Walisongo di Kelura-han Sintuwu Lembah dan pen-duduk Muslim yang bermukim di sekitarnya.Ketika menerima perwakilan masyarakat Muslim asal Poso di Palu, 21 April lalu, Kapolda Oe-groseno mengatakan untuk me-nuntaskan aksi-aksi kekerasan saat pecah kerusuhan di bekas daerah konflik Poso sekaligus mengungkap pelakunya, polisi berusaha bekerja secara pro-fesional dan proporsional de-ngan memulai melakukan penye-lidikan secara kasus per kasus.“Ya, kita mulai dari peristiwa di Sintuwu Lembah, baru ke-mudian yang lainnya,” kata dia, seraya menyatakan, pihaknya telah membentuk tim khusus untuk melakukan pekerjaan (pengungkapan) tersebut.Oegroseno juga mengatakan, pihaknya masih membutuh-kan keterangan Fabianus Tibo dkk untuk mengungkap se-jumlah kejadian di Poso, ka-rena secara logika aksi keke-rasan di sana dan menjangkau daerah yang luas tidak mung-kin hanya dilakukan Tibo, Dominggus, dan Marinus.“Ini pekerjaan rumah kami yang seharusnya sudah dise-lesaikan aparat kepolisian be-berapa tahun lalu,” katanya. Kerusuhan bernuansa SARA yang melanda wilayah Poso pertengahan tahun 2000 me-ngakibatkan lebih 1.000 orang terbunuh dan hilang, serta se-kitar 17 ribu bangunan umum-nya rumah penduduk terbakar dan rusak berat akibat diamuk massa bertikai.(gtr/*)

SUARA PEMBARUAN DAILY
Penggalian Kuburan Massal Konflik Poso Dilanjutkan

[PALU] Penggalian kuburan massal korban konflik Poso masih dilanjutkan polisi pada Kamis siang ini (11/5) di Poso. Sementara 7 kerangka mayat yang berhasil digali dari lokasi pekuburan massal di Dusun Tambaro, Desa Sintuwulembah, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, saat ini sedang diidentifikasi oleh aparat penyidik Polda Sulawesi Tengah di RSU Poso.
Kapolda Sulteng Brigjen Pol Oegroseno yang dihubungi Pembaruan Kamis pagi (11/5) mengatakan, setelah diidentifikasi untuk kepentingan penyidikan, maka ketujuh kerangka mayat korban konflik Poso tersebut akan dimakamkan kembali di taman pekuburan umum di Poso oleh keluarganya bekerjasama dengan aparat.
"Penggalian kuburan massal korban konflik Poso menjadi satu langkah penting yang mesti kita lakukan agar bukti-bukti tentang keterlibatan 16 nama atau siapapun tersangka lainnya menjadi lebih kuat," tegasnya.
Dalam penyidikan rangka-rangka mayat itu, dilibatkan sedikitnya 7 dokter ahli dari Mabes Polri dan Polda Sulteng. Menurut Oegroseno, polisi sangat memerlukan data dan fakta-fakta yang kuat terkait pemeriksaan 16 nama yang diduga berada dibalik kasus kerusuhan Poso III bulan Mei 2000 yang menewaskan ratusan orang.
Pada Rabu (10/5), aparat kepolisian dipimpin Direktur Reserse dan Kriminalitas (Direskrim) Polda Sulteng Kombes Pol I Wayan Suryasta melakukan penggalian kuburan massal korban konflik Poso di Dusun Tambaro, Desa Sintuwulembah, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso. Dalam penggalian yang turut disaksikan ratusan warga Poso itu, ditemukan sedikitnya 7 kerangka mayat yang dipastikan sebagai korban-korban yang terbunuh antara tanggal 21-24 Mei 2000, puncak kerusuhan Poso III.
Isak Tangis
Isak tangis warga mewarnai penggalian kuburan massal itu. Rugiati (37), salah seorang dari warga itu mengaku kehilangan suami, anak-anak serta adik-adiknya yang tewas dibunuh saat kerusuhan Mei itu, dan ia yakin mereka dikuburkan di lokasi tersebut.
Di lokasi penggalian tersebut ditemukan pula beberapa potongan pakaian yang sudah kumal dan diduga milik para korban yang tewas, dan oleh warga yang menyaksikan penggalian itu mengenali pakaian-pakaian kumal itu milik sanak keluarga mereka yang tewas terbunuh.
Selain Rugiati, seorang wanita janda lainnya yang ikut menyaksikan penggalian kuburan yakni Fatima (49). Ia mengaku kehilangan suaminya, Gunari, 55 dan Ibumanis (3) yang yang kehilangan suami dan anaknya.
Mereka mengaku tak bisa melupakan tragedi yang sangat memilukan itu. Sebagai warga transmigrasi di kilo sembilan, dia kehilangan seluruh sanak keluarganya di Poso.
"Semoga dengan penggalian kembali kuburan massal ini akan dapat mengungkap siapa-siapa pelaku pembunuh keluarga kami," kata Rugiati.
Kapolda Oegroseno mengatakan, penggalian kuburan massal masih dilanjutkan hari ini dan lokasinya tidak jauh dari penggalian pertama yakni di sekitar Desa Sintuwulembah atau juga dikenal dengan kompleks Walisongo, sekitar 9 km dari Kota Poso.
Sementara itu Haris Hutabarat, anggota tim kuasa hukum terpidana mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu kepada Pembaruan Rabu malam menyambut positif langkah polisi yang lebih progresif mengungkap keterlibatan 16 nama yang disebutkan Tibo cs sebagai dalang kerusuhan Poso.
"Tibo cs tidak akan pernah dihukum jika kasus ini bisa terungkap secepatnya. Ini sesuatu yang mengembirakan. Kita mendorong polisi bisa bekerja lebih cepat sehingga bisa mengungkap fakta yang sebenarnya di Poso," katanya. [128]
Last modified: 11/5/06

Komentar, 11 May 2006
Sambuaga: Ajukan grasi kedua ke presidenTibo Cs Tempati Ruangan Isolasi

Pascapenolakan Mahkamah Agung (MA) atas PK kedua, mulai kemarin (10/05) Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, dipindahkan di sel isolasi. Ketiga terpidana hukuman mati sudah tidak lagi satu bangsal, tapi menempati kamar sendiri-sendiri.“Yah, mulai hari ini (kemarin, red) Tibo cs sudah diisolasi menyusul Peninjauan Kembali (PK) keduanya ditolak Mahka-mah Agung,” kata Kepala Di-visi Pemasyarakatan Kanwil Kehakiman dan HAM Sulteng, Ma’as Damsik, kepada warta-wan di Lembaga Pemasyara-katan Petobo, Palu.Buntut isolasi ini, Ma’as me-ngatakan, tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso terse-but sudah tak bisa ditemui, kecuali kalau ada izin dari pi-hak Kejati Sulteng. Pihaknya, kata dia, sudah tak berwewe-nang mengeluarkan izin un-tuk ketemu Tibo cs.Sementara itu Keluarga Tibo cs mengaku kecewa dengan hasil keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Pe-ninjauan Kembali (PK) kedua yang diajukan para terpidana melalui pengacaranya di Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma) Indonesia. “Saya kecewa dengan kepu-tusan MA. Sangat tidak adil,” kata Robert Tibo, anak kan-dung Fabianus Tibo.Sementara dari Jakarta, Ke-tua Komisi I DPR RI, Theo Sambuaga kepada Komentar mengatakan, upaya hukum Tibo cs masih terbuka yakni mengajukan grasi kedua kepada presiden. “Tibo cs bisa mengupayakan permohonan grasi ke dua ke presiden,” kata Sambuaga kemarin.Dikatakannya, penolakan PK adalah bagian dari hukum. Namun demikian, untuk me-wujudkan rasa keadilan, yang bersangkutan diberi kesem-patan melakukan permoho-nan grasi ke dua ke presiden. “Meskipun grasi pertama di-tolak presiden, tetapi sebagai terpidana, berhak mengupa-yakan keadilan dengan grasi kedua,” terangnya seraya me-ngatakan, itu adalah keadilan yang tertinggi. Sambuaga sendiri mengharapkan, jika ada pengajuan grasi kedua, harus diberikan kesempatan penundaan eksekusi. Sedangkan Ketua DPP PDIP kepada koran ini menandas-kan, hukuman mati dan peno-lakan grasi oleh presiden ter-hadap Tibo cs, terlalu tenden-sius. “Coba kita bayangkan, kejadian itu terjadi dalam sebuah konflik horizontal yang sampai hari ini pun kita tidak tahu siapa yang mulai. Siap yang membunuh dan ter-bunuh,” tukasnya. Dikatakannya, dalam seja-rah perang dunia pun, tak per-nah ada seseorang yang mam-pu membunuh 200 orang se-kaligus, seperti yang didakwa-kan hakim kepada Tibo cs. “Ada yang janggal dan harus dipertanyakan. Siapa yang bermain-main dalam keputu-san MA sebagai keputusan hukum,” urainya seraya me-nambahkan, keputusan tersebut kita hargai, tetapi aspek lain harus diteliti tuntas.(zal/tin)

Kapolri: Kasus Mutilasi Poso Bermotif Dendam

http://www.rakyatmerdeka.co.id/nusantara/index.php?q=news&id=1074

Kerangka Korban Kerusuhan Poso Dikuburkan

http://www.kompas.com/utama/news/0605/11/145910.htm

Wednesday, May 10, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Kuasa Hukum Tibo Cs akan Lakukan Perlawanan Terhadap MA
[JAKARTA] Kuasa hukum tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso III, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu akan melakukan perlawanan terhadap
Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus), terkait MA kembali menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Tibo Cs.
"Kami menilai MA tidak mengambil terobosan dalam kasus ini. MA justru ingin melindungi pelaku kasus kerusuhan yang sebenarnya, yang sebagian dari mereka masih berkeliaran di Jakarta. Karena itu, begitu kami menerima salinan putusan MA itu, kami menggugat MA melalui pengadilan negeri Jakarta Pusat," kata salah satu kuasa hukum tiga terpidana, Petrus Selestinus kepada Pembaruan, Selasa (9/5).
Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko mengatakan, MA kembali menolak permohonan PK yang diajukan Tibo Cs karena secara hukum mengajukan PK untuk keduanya tidak di- benarkan.
Putusan tersebut diambil dalam musyawarah majelis hakim diketuai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Mariana Sutadi, dengan hakim Anggota, Djoko Sarwoko, Timor P Manurung, Harifin A Tumpa dan Paulus Effendi Lotulung. "Pendapat semua majelis hakim sama, menyatakan permohonan PK kedua yang diajukan para pemohon tidak dapat diterima," katanya.
Ketiga terpidana mati divonis bersalah dalam kerusuhan Poso tahun 2000 dan dijatuhi hukuman mati oleh PN Palu pada 5 April 2001. Upaya hukum yang ditempuh ketiga terpidana tersebut sudah mencapai PK yang ditolak MA pada Maret 2004. Berkas perkara PK kedua mereka diterima bagian Direktorat Pidana MA pada 3 April 2006.
Selestinus mengakui, PK II tidak diatur dalam hukum. Namun, dalam Pasal 79 UU No 5/1985 tentang MA mengatakan, untuk menjamin kelancaran peradilan MA diberikan kewenangan untuk mengeluarkan peraturan MA agar tidak terjadi kekosongan hukum. "Aturan seperti ini dibuat untuk mengantisipasi akibat yang timbul di kemudian hari. Dalam kasus Tibo Cs ini, kalau terbukti di kemudian hari, mereka bukan pelaku, langkah apa yang diambil MA, sementara mereka sudah ditembak mati," katanya.
Dikatakan, adanya aturan dalam pasal 79 UU No 5/1985 tentang MA itulah yang membuat mere- ka optimistis mengajukan PK II. Banyak aturan MA yang berdasarkan 79 UU itu, di antaranya pengadilan class action, fungsi MA se-perti Mahkamah Konstitusi (MK), sebelum MK ada. "Berdasarkan ini, kami menyayangkan MA tidak mengambil terobosan dalam kasus ini," kata dia.
Pertimbangan MA yang mengatakan, tidak ada bukti baru, sungguh tidak benar. Karena dalam persidangan di PN Palu, beberapa waktu lalu, ada sembilan orang saksi yang menerangkan tiga terpidana tidak terlibat dalam kasus tersebut. MA rupanya ingin melindungi para pelaku yang sebenarnya dalam kasus Poso.
Menurut Djoko yang menjadi dasar pertimbangan hakim tersebut adalah ada tiga UU yang menyatakan PK kedua tidak dibenarkan, salah satunya adalah Pasal 23 Ayat 2 UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan, putusan PK tidak dapat diajukan PK kembali. Pasal 66 Ayat 1 UU No 5/2004 tentang MA, yang antara lain mengatakan, permohonan PK hanya dapat diajukan satu kali. Pasal 268 Ayat 3 UU No 8/1981 tentang KUHAP yang berbunyi," permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja."
Walaupun persyaratan formal dan normatif PK II Tibo Cs sudah tidak memenuhi, majelis hakim tetap memeriksa pokok perkara. Namun, ternyata dalam pokok perkara tidak dapat menemukan bukti baru maupun kesalahan menyolok dari PN Palu dan Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Tengah yang telah memeriksa kasus tersebut. Berdasarkan itu majelis hakim kasasi berkesimpulan, PN Palu dan PT Sulawesi Tengah telah benar dalam menerapkan hukum.
Selain itu, katanya, para terpidana mati telah mengajukan grasi atau permintaan pengampunan kepada Presiden. Dengan mengajukan grasi, berarti para terpidana telah meminta pengampunan. Jika telah memohon pengampunan, artinya para terpidana telah mengaku berbuat kesalahan. MA segera mengirim salinan putusan lengkap kepada PN Palu.
Sementara itu dari Palu dilaporkan, keluarga serta rohaniawan terpidana mati kerusuhan Poso, Tibo Cs kecewa berat dengan hasil keputusan MA) yang menolak PK kedua yang diajukan para terpidana me- lalui pengacaranya di Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma) Indonesia.
"Kami kecewa berat. Keputusan MA sangat tidak adil. Keputusannya lebih bermuatan politis daripada hukum murni," kata Rober Tibo, anak kandung Fabianus Tibo serta Pastor Jemmy Tumbelaka, rohaniawan yang ditetapkan oleh Gereja Katolik untuk mendampingi Tibo dalam pelayanan selama ini.
Rober mengatakan, dia bersama ibunya Ny Nurlin Kasiala Tibo, sedang berada di Tentena, Poso, dan mendapat informasi penolakan PK tersebut melalui berita di televisi. "Tadi malam kami menonton televisi, dan mengetahui informasi tersebut.
Saat ini kami masih menunggu apa langkah selanjutnya yang akan dibuat tim pengacara kami. Kami ingin sekali bertemu papa di Lembaga Pemasyarakatan Palu," katanya ketika dihubungi via telepon seluler Rabu (10/5).
Sementara itu, Pastor Jemmy Tumbelaka mengatakan, penolakan PK Tibo cs tersebut berdampak besar bagi upaya penegakan hukum di Indonesia.
"Masalahnya, MA sama sekali tidak berkehendak melihat isi atau substansi materi PK II, tapi keputusan yang dihasilkan lebih bermuatan politis," ujarnya. [E-8/128]
Last modified: 10/5/06

Penggalian Kubur Korban Kerusuhan Poso

http://www.kompas.com/utama/news/0605/10/113839.htm

Sinode GKST Buka Diri Terhadap Pemeriksaan Polisi

http://www.kompas.com/utama/news/0604/23/153037_.htm

PK Kembali Ditolak, Tibo cs Akan Dieksekusi?

http://www.kompas.com/utama/news/0605/10/105622_.htm

Komentar, 10 May 2006
Pelaku Mutilasi Siswi Poso Ditangkap

Mabes Polri membeberkan peranan lima warga yang di-tangkap di Tolitoli, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 5 Mei 2006. Ternyata, mereka ada-lah pelaku pembunuhan dan pelaku mutilasi tiga siswi di Poso. Jadi bukan kaki tangan gembong teroris Noordin M Top. Demikian disampaikan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Makbul Padmane-gara dalam jumpa pers di Ma-bes Polri, Jalan Trunojoyo, Ja-karta, Selasa (09/05) seperti dilansir detik.com.Kelima pelaku adalah Djen-dra alias Rahmat alias Asru-din, warga Poso yang menjadi target operasi karena membu-nuh Helmy Tombiling, warga Poso Kota pada 17 Juli 2004. Helmy merupakan istri ang-gota Batalyon 716. Djendra diburu sejak Oktober 2004 dan tertangkap di Tolitoli. Dia juga diduga memalsukan KTP.Irwanto Irano alias Iwan me-rupakan pelaku mutilasi 3 sis-wi pada 29 Oktober 2005. Saat penangkapan, yang bersang-kutan kedapatan memiliki dua peluru di saku dan memalsu-kan KTP. Lilik Purwanto alias Haris merupakan pelaku pem-bunuhan I Wayan Sumaryase. Pembunuhan yang terjadi 29 Mei 2001 ini dilakukan bersa-ma Ipong dan Yusuf, yang kini sudah dalam pengadilan. Lilik diduga memalsukan KTP.Nano Maryono dan Abdul Muis dinyatakan bersalah karena menyembunyikan pe-laku. “Sudah cukup bukti bagi penyidik melakukan penang-kapan,” kata Makbul. Dari ha-sil pemeriksaan, kata dia, ber-kembang dua nama pelaku yang ditangkap 8 Mei 2006 di Poso. “Kita menangkap Taufik alias Upik karena terlibat pembu-nuhan Helmy Tombiling dan ikut merencanakan mutilasi tiga siswi Poso,” ujarnya.Selain Taufik, lanjut Makbul, pihaknya juga menangkap Ha-sanuddin alias Iwan yang me-nyuruh melakukan pembunu-han Helmy Tombiling dan me-nyuruh melakukan mutilasi tiga siswi Poso. “Kita ingin jelaskan pada masyarakat bahwa yang ditangkap penyidik adalah yang terkait pidana. Jangan terprovokasi. Siapa pun yang tertangkap adalah pelaku kejahatan,” cetus Makbul. Namun demikian, Makbul mengaku belum mengetahui motivasi di balik aksi pembu-nuhan dan mutilasi tersebut.Ketika ditanya kapan pelaku akan dibawa ke Jakarta, Makbul belum dapat memas-tikan. “Dibawa atau tidak dibawa tergantung situasi-nya.Yang menentukan adalah pertimbangan MA,” ujar-nya.(dtc/*)

Komentar, 10 May 2006
MA tolak peninjauan kembali kedua: Upaya Hukum Kandas, Tibo Cs Segera Ditembak

Upaya hukum terakhir melalui pengajuan peninjauan kembali (PK) ke MA (Mahkamah Agung) yang dilakukan Fabianus Tibo cs, kandas. MA telah menyatakan peno-lakannya atas PK kedua ini. Dengan demikian, Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu akan segera dieksekusi mati dengan cara ditembak. “Mengadili, menyatakan per-mohonan kembali untuk ke-dua kalinya terhadap terpida-na Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu, ti-dak dapat diterima,” kata ang-gota majelis hakim MA Djoko Sarwoko di ruang kerjanya, Jln Medan Merdeka Utara, Ja-karta, Selasa (09/05).Putusan PK kedua Tibo cs ini diputuskan dalam rapat mu-syawarah hakim yang dige-lar mulai pukul 10.00 WIB dan berlangusng sekitar 1,5 jam. Sidang ini dipimpin oleh Ma-rianna Sutadi dengan anggota Djoko Sarwoko, Timur P Ma-nurung, Harifin A Tumpa, dan Paulus E Lotulung.“Setelah kami bermusyawa-rah, kami semua berpendapat sama,” jelas Djoko Sarwoko.Dia menjelaskan, dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan putusan itu sudah sesuai dengan 3 UU yakni, UU 4 Tahun 2004 ten-tang Kekuasaan Kehakiman pasal 23 ayat 2 yang menya-takan terhadap putusan PK tidak dapat diupayakan PK kembali. Selanjutnya pasal 66 ayat 1 UU 5 Tahun 2004 tentang MA disebutkan, permohonan PK hanya dapat diajukan satu kali. Serta pasal 28 ayat 3 UU 8 Tahun 1981 tentang KUHAP disebutkan, permintaan PK hanya dapat dilakukan satu kali.Meski berdasarkan UU menyatakan tidak ada upaya hukum lagi setelah PK, namun Djoko mengungkapkan MA tetap memeriksa permohonan PK kedua Tibo cs. “Ternyata hasilnya seperti itu,” jelasnya.Diungkapkan dia, dalam pe-ngajuan PK tersebut, pemo-hon PK Tibo cs tidak menyer-takan barang bukti baru. “Kami juga tidak menemukan kesalahan mencolok dari hakim,” terang dia. Mengenai eksekusi Tibo cs, Djoko me-nyerahkan sepenuhnya ke-pada pihak jaksa.Dari Palu dilaporkan, kejak-saan telah menyiapkan ekse-kusi atas Tibo cs. Bahkan peti mati ketiga terpidana mati ka-sus kerusuhan Poso ini telah disiapkan.(gtr/dtc)

SUARA PEMBARUAN DAILY
Warga Poso Tolak Ditangkap Polisi

[PALU] Warga Poso, khususnya di sekitar Kelurahan Lawanga, Kecamatan Poso Kota Selasa pagi (9/5) melakukan aksi berjaga di sekitar rumahnya. Mereka menolak penangkapan Taufik Bulaga (25) yang oleh polisi dicurigai sebagai pelaku pembunuhan warga di Poso.

Sebagian dari warga tersebut berkosentrasi di pos-pos kamling dan matanya liar menatap setiap orang yang tidak dikenal lewat di tempat itu. Namun warga tidak memegang parang atau pun senjata tajam. "Kami hanya siap-siap kalau polisi datang apalagi mau menangkap saudara kami Taudik dengan alasan tidak jelas, kami tidak terima dan akan melawan," kata Dali Bulaga, kakak kandung Taufik di Poso Selasa pagi.

Pada Senin (8/5), warga di kelurahan itu mengamuk. Mereka membakar dua sepeda motor milik anggota Detasemen Khusus 88 Mabes Polri dan memukuli seorang di antaranya hingga babak belur. Tindakan anarkis dilakukan karena warga tidak terima pada cara pasukan anti teror yang hendak menangkap Taufik saat dalam perjalanan pulang sehabis sholat subuh di Masjid Lawanga.

Menurut Dali, cara anggota Densus sangat tidak prosedural, tidak bersahabat. [128]

Friday, May 05, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Masyarakat Belu Desak Eksekusi Tibo Cs Dibatalkan

[JAKARTA] Masyarakat Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak pemerintah membatalkan eksekusi atas terpidana mati kasus Poso, Fabianus Tibo Cs. Desakan moral tersebut dilandaskan pada asas kemanusiaan, keadilan, kebenaran serta demi penghargaan setinggi-tingginya terhadap hak hidup manusia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Aspirasi masyarakat Belu tersebut dititipkan kepada Forum Kerjasama Antar Pimpinan Agama (FKPA) dan Forum Organisasi Kemasyarakatan Lintas Agama Kabupaten Belu, yang khusus datang ke Jakarta bersama sejumlah anggota DPRD Belu, untuk bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua DPR Agung Laksono dan Ketua MA Bagir Manan. Kendati telah beberapa hari di Jakarta, mereka belum bisa bertemu dengan para petinggi negara. Mereka telah menyampaikan aspirasi tersebut ke Komnas HAM, Kontras, dan beberapa anggota DPR yang mewakili NTT.
"Kami akan berupaya sekuat tenaga agar aspirasi umat dan masyarakat kami di Belu bisa diterima dan didengar langsung para pemimpin bangsa ini," ujar Romo Yanuarius Seran dari Keuskupan Atambua dan Ketua MUI Belu, HM Hassan kepada Pembaruan di Jakarta, Rabu (3/5). Kedua pemuka agama yang terlibat aktif dalam FKPA ini didampingi oleh Johanes Bria (Ketua Pemuda Katolik Belu) dan Yumima Malaikosa (Ketua Wanita GMIT Belu), serta delapan anggota DPRD Kabupaten Belu.
Menurut Bria, datang ke Jakarta membawa aspirasi masyarakat Belu itu merupakan tindak lanjut dari aksi unjuk sikap sekitar 8.000 warga Belu di DPRD setempat pada 27 April lalu, yang mendesak agar pemerintah membatalkan eksekusi mati Tibo Cs.
Dalam seruan moral tertulis FKPA yang ditandatangani Uskup Atambua Mgr Anton Pain Ratu SVD (Ketua FKPA), Ketua Badan Kerjasama Gereja-Gereja se Kabupaten Belu, Pdt Isakh Hendrik STh, Ketua Majelis Ulama Indonesia Belu HM Hassan, dan Ketua Parihisada Hindu Dharma Belu Ida Bagus Putu S utha, disebutkan bahwa penanganan kasus Tibo Cs harus ditinjau kembali secara objektif dengan hati nurani yang jernih berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran. Sehingga bisa mencerminkan rasa keadilan dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia yang dituntut Pancasila.
Hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman yang berlaku dalam sistem hukum pidana di Indonesia perlu ditinjau untuk dihapus karena tidak sesuai dengan Sila Kedua Pancasila dan Deklarasi Bangsa-Bangsa tentang HAM. "Kami mendesak Presiden Yudhoyono memperhatikan dengan hati nurani yang jernih rintihan rasa keadilan masyarakat luas dan tuntutan hati nurani ketiga terpidana mati kasus Poso itu," ujar Romo Yanuarius.
Selaras dengan itu, Forum Organisasi Kemasyarakatan Lintas Agama Belu dalam pernyataan sikap tertulisnya, juga men- desak Presiden dan DPR untuk segera menghapus bentuk hukuman mati dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Mereka menilai, hukuman mati tidak sesuai dengan Deklarasi Universal tentang HAM dan Pancasila. [M-12]
Last modified: 4/5/06