Wednesday, December 12, 2007

SUARA PEMBARUAN DAILY
Pelaku Mutilasi di Poso Divonis 19 Tahun

[JAKARTA] Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan vonis 19 tahun hukuman penjara kepada Basri alias Ayas alias Bagong, terdakwa kasus mutilasi tiga siswi SMU Kristen Poso Sulawesi Tengah serta aksi terorisme di Poso Sulawesi Tengah.
Vonis tersebut satu tahun lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Totok Bambang yang menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama 20 tahun.
Dalam amar putusannya majelis hakim yang dipimpin Edy Risdianto, Selasa (11/12), menyebutkan terdakwa Basri telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme).
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa pada 29 Oktober 2005 yang bertepatan dengan bulan puasa bersama Agus Jenggot (sedang disidang), Bojel (buron), dan Isram (buron). Terdakwa melakukan aksinya tersebut setelah mendapat perintah dari Irwanto Irano atas perintah Hasanudin, keduanya telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Setelah diperintahkan oleh Irano, Isram menebas leher siswi paling depan yang bernama Alvita Poliwo, sedangkan Irano berusaha menebas siswi di barisan kedua, Theresia Morangki. Siswi itu sempat lari sehingga hanya menderita luka bacok pada bagian kaki. Namun, nasib Morangki berakhir di tangan Agus Jenggot yang langsung menebas leher siswi itu. Basri bertugas membunuh siswi di barisan ketiga, Yarni Sambue. Basri berhasil menghajar, kemudian memenggal kepala siswi tersebut. Sementara itu, satu siswi yang lain Novita Malewa, berhasil lolos dari maut.
Selain melakukan mutilasi, Basri juga bertanggung jawab dalam pembunuhan Pendeta Susianti Tinulele di Gereja Effata, Palu, pada 18 Juli 2004. Basri melakukan penembakan itu dengan menggunakan senjata laras panjang M-16 dengan bantuan Anang Mutadin.
Bom Tentena
Pada persidangan lain dalam kasus peledakan bom Tentena di Poso, terdakwa Ardin Janatu alias Rojak dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jaksel. Dalam amar putusannya majelis hakim yang diketuai Safrullah Umar menyatakan, terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 6 UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme berupa peledakan bom di Pasar Tentena.
Terdakwa melakukan aksinya pada 28 Mei 2005 dan akibat perbuatannya tersebut menewaskan 22 orang dan sedikitnya melukai 19 orang. Selain melakukan peledakan bom di Pasar Tentena, Rojak telah melakukan penembakan terhadap Ivon Natalia dan Siti alias Yuli di Kelurahan Kasintuwu, Poso pada 8 November 2005. Putusan hakim terhadap Ardin lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lila Agustina yang menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama 20 tahun.
Selain itu dalam sidang tersendiri, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman penjara selama 14 tahun kepada Ridwan, terdakwa kasus pemilikan senjata api ilegal dan perlawanan terhadap aparat saat terjadi kerusuhan di Poso. [M-17]
Last modified: 11/12/07

Komentar, 12 Desember 2007
Otak Teroris Poso Divonis 19 Tahun

Otak sekaligus pelaku se-rangkaian teror sadis di Poso, Muhammad Basri dijatuhi vonis hukuman 19 tahun pen-jara. Basri dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan serangkaian tin-dak pidana terorisme. Vonis yang terkesan ringan ini di-jatuhkan majelis hakim yang diketuai Risdianto dalam sidang kasus teror Poso di PN Jakarta Selatan, Jalan Am-pera Raya, Selasa (11/12).Begitu mendengar vonis ini, Basri yang dulunya dikenal sangat kejam dan ‘berdarah dingin’ dalam melakukan pembunuhan, sontak berdiri dari duduknya. Pekik takbir terdengar dari mulutnya, se-dangkan tangan kanannya diacungkan. “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!” pekik dia ke arah majelis hakim dan hadirin sidang sebelum akhirnya di-giring petugas kembali ke ruang tahanan. Basri yang dalam sidang menggunakan kemeja koko putih dan peci bundar hitam itu, disebut-sebut pim-pinan dari sejumlah pelaku teror di Poso dan Palu. Saat di-tangkap aparat, Basri sempat melakukan perlawanan. Bebera-pa aksi kejahatan yang dilaku-kannya di antaranya, sebagai eksekutor penembakan terha-dap Pdt Susianti Tinulele di atas mimbar saat khotbah. Kemu-dian terlibat juga pemenggalan tiga siswi Kristen Poso, penem-bakan terhadap Ivon Natalia, serta peledakan sejumlah bom. Kuasa hukum Basri, Asrudin, menyatakan pihaknya akan pikir-pikir terlebih dahulu sebelum mengajukan langkah hukum lebih lanjut sebagai tanggapan atas vonis hakim. “Pikir-pikir dulu,” ujarnya. Meski vonis ini setahun lebih rendah dari tuntutan jaksa, tapi nasib Basri tidak ‘semujur’ tiga orang rekannya yang juga dijatuhi vonis kemarin. Pasalnya, tiga terdakwa tero-ris kasus Poso lainnya hanya dipidana masing-masing 14 tahun. Ketiganya adalah Rid-wan alias Duan, Ardin Djantu alias Rojak dan Tugiran alias Iran. Ridwan dan Ardin ter-bukti secara sah dan meyakin-kan melakukan tindak pidana terorisme seperti dakwaan JPU. Keduanya melanggar pasal 15 jo pasal 9 dan pasal 7 Perpu 1 tahun 2002 jo 65 (1) KUHP. Saat mendengarkan pembacaan vonis, Ridwan dan Ardin mene-riakkan kata “Allahu akbar” sambil mengepalkan tangan kanan. Berbeda dengan Ridwan dan Ardin, Tugiran divonis oleh majelis hakim yang diketuai oleh Risdianto. Tugiran juga bereaksi sama saat vonis diba-cakan oleh majelis hakim. Ter-hadap vonis, masing-masing terdakwa menyatakan masih akan pikir-pikir.(zal/dtc)

Rabu, 12 Desember 2007
KASUS POSO
Basri Divonis 19 Tahun Penjara

JAKARTA, KOMPAS - Muhammad Basri (30) alis Bagong divonis 19 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/12).
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Eddy Resdhianto menyatakan Basri terbukti terlibat dalam beberapa perkara terorisme, antara lain penembakan Pendeta Susiyanti Tinulele pada 18 Juli 2004; mutilasi terhadap Alvita Poliwo, Yarni Sambue, dan Theresia Morangkit pada 29 Oktober 2005; penembakan terhadap Ivon Nathalia dan Siti Nuraini pada 8 November 2005; peledakan bom senter di Kauwa pada 9 September 2006; dan melakukan perlawanan terhadap aparat saat ditangkap pada 22 Januari 2007.
Putusan hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni hukuman penjara 20 tahun. Mendengar putusan hakim, Basri yang mengenakan baju koko dan peci warna putih itu berteriak "Allah hu Akbar" sembari mengacungkan tangan kanan. Ia menyatakan akan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Selain memvonis Basri, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman kepada tiga terdakwa kasus Poso lainnya, yakni Ardin Djanatu (32), terdakwa peledakan bom di pasar Tentena; Ridwan (20), terdakwa peledakan bom di rumah kosong Jalan Tangkura; serta Tugiran (24), terdakwa peledakan bom senter di Kauwa. Ketiganya divonis 14 tahun penjara atau 6 tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Menanggapi putusan hakim, tim jaksa penuntut umum, yakni Totok Bambang, Bayu Aji Nugroho, dan Lila Agustina mengatakan pikir-pikir.
Asludin Hatjani, wakil dari Tim Pengacara Muslim yang menjadi penasihat hukum keempat terdakwa, menilai putusan hakim masih berat. "Menurut kami, mereka tak terbukti melanggar UU Terorisme. Mereka hanya melanggar KUHP," katanya.
Saat ditanya tentang kemungkinan banding, Asludin akan menyerahkan keputusan itu pada keempat orang yang dibelanya. "Saya akan memberi pertimbangan, mereka punya waktu tujuh hari untuk memikirkannya," ujarnya.
Sidang vonis terhadap Basri sedianya dilaksanakan Senin, tetapi ditunda karena sejumlah hakim tengah mengikuti rapat kerja. Senin itu Basri mengatakan, meski dituntut 20 tahun penjara, dirinya masih tetap mendendam, sebab hingga kini 16 orang yang diduga turut terlibat peristiwa itu tidak juga diusut. (SF/A09)

Tuesday, December 11, 2007

Residents in Tentena protest over Lake Poso festival
Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Poso, December 11, 2007

Residents in Tentena, Poso, Central Sulawesi, have voiced their protest against Poso Lake Festival organizers for not including them properly in the event.
They said the five-day festival was unlike the last Poso Lake Festival in 1997 when Tentena and Poso residents were involved actively in its running and were ensured a sense of ownership.
The event has been on hold since 1997 after violent religious conflicts in the area that saw hundreds killed.
Tentena cultural observer Yustinus Hoke, 60, is also leader of the Central Sulawesi Protestant Church (GKST) committee and said the festival this time was not as "auspicious compared to previous years".
He said this was because Tentena residents were not involved in the organizing committee.
"We have the experience to organize the festival, because we were directly involved as organizing committee members from year to year previously," Yustinus told The Jakarta Post on Saturday.
He said it was also one of the reasons the festival appeared to have lost its personality this year, because it focussed more on showcasing traditional performances, without including tourism and the Pamona cultural heritage.
The locals said the festival this year failed to include tourist attractions which should have been the epicenter of the event for visitors and cultural guests.
Rev. Hengky Bawias, 32, said the festival had not previously been held in December, but between June and August, to coincide with the holiday season in Europe.
Hengky said the festival had in years past teemed with European tourists. "But now, since it was held in December in Tentena, at a time when Christian residents are busy preparing themselves for Christmas ... it turned out to be dull".
"The mood was lively only during the night (this time).
"Irrespective of the positive or negative response from residents who are deprived of entertainment following the strife in Poso, the festival this year (also) lost its true meaning," he said.
Poso regency administration spokesman Amir Kiat confirmed the Central Sulawesi Tourism and Cultural Office had not involved the Poso regency administration in the organizing committee.
"The provincial administration has taken over everything," Amir said.
"So, if you want to ask about its technical aspects, I'm sorry, I cannot explain."
Organizing committee head Jethan Towakit left Tentena immediately after the opening ceremony. He said he was accompanying the director general of tourism and culture back to Palu and would return Sunday.

Selasa, 11 Desember 2007
100 Lebih Patung Megalit Poso Dicuri
Diperjualbelikan di Bali hingga Rp 5 Miliar

Palu, Kompas - Lebih dari 100 patung megalit asal Kecamatan Lore Selatan dan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dipastikan telah dicuri sindikat yang memiliki jaringan sampai ke luar negeri. Patung-patung berumur ratusan hingga ribuan tahun itu diperjualbelikan di sejumlah galeri barang antik di Denpasar, Bali.
Hal itu disampaikan Ketua DPRD Poso Pelima dan Ketua Komisi B DPRD Poso M Asmir Podungge di Palu, Senin (10/12).
Pelima mengatakan, tahun 2006 pihaknya menerima laporan dari sejumlah warga Poso yang berdiam di Bali bahwa sejumlah galeri seni di Denpasar memperjualbelikan patung-patung megalit dari Poso. Untuk memastikan kebenaran informasi itu, DPRD Poso mengutus dua anggotanya melakukan investigasi di Denpasar. ”Setelah kami cek, informasi itu ternyata benar. Banyak sekali patung megalit dari Poso yang dijual dengan harga puluhan juta sampai miliaran rupiah di galeri itu,” kata Pelima.
Patung-patung megalit di Poso tersebar di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, yaitu di Lembah Bada di Kecamatan Lore Selatan, dan Lembah Napu di Kecamatan Lore Utara. Sebagian patung yang tersebar itu berbentuk tubuh dan kepala manusia. Ada pula jambangan besar, piring-piringan dari batu, dan tiang penyangga rumah.
Asmir, anggota DPRD Poso yang ikut melakukan investigasi ke Bali, menguatkan informasi itu. ”Kami menemukan ada sebuah galeri di Denpasar yang menjual 20 patung asal Poso yang telah laku terjual, tapi masih dipajang menunggu proses pengiriman ke pemesan,” katanya.
Harga Rp 5 miliar
Sebagian besar patung yang berukuran 30-100 cm itu, kata Asmir, dijual kepada kolektor asing, khususnya yang berasal dari Amerika Serikat, dengan harga puluhan sampai ratusan juta rupiah. Dari pemilik galeri juga diperoleh informasi bahwa sebuah patung bernama Batu Nongko laku terjual Rp 5 miliar.
Menurut Asmir, praktik pencurian dan perdagangan artefak situs purba dari Poso itu telah berlangsung sekitar enam tahun terakhir. Diperkirakan lebih dari 100 patung telah dicuri dan dijual kepada kolektor asing. ”Sayang pihak terkait seperti tidak merasa kehilangan,” ujarnya.
Temuan DPRD Poso itu, kata Pelima, telah disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Poso sejak dua bulan lalu. Sampai saat ini belum ada tindakan Pemkab Poso untuk menyetop praktik pencurian itu. DPRD Poso akan melaporkan temuan itu ke Kepolisian Daerah Sulteng dan Bali.
Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulteng Jetan Towakit mengaku belum mendengar kasus pencurian patung-patung megalit itu. Namun, ia berjanji akan segera menindaklanjuti temuan DPRD Poso itu dengan melakukan inventarisasi patung-patung megalit yang terdapat di Poso. (REI)

Monday, December 10, 2007

Senin, 10 Desember 2007
Hak Asasi
Pelanggaran HAM di Sulteng Dilupakan Pemerintah

Palu, Kompas - Pemerintah dinilai telah melupakan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia atau HAM yang terjadi di Sulawesi Tengah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Selain tidak mendukung upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM itu melalui pengadilan, pemerintah juga mengabaikan puluhan korban pelanggaran HAM yang hidupnya menjadi sengsara.
Hal tersebut disampaikan Ketua Perwakilan Komisi Nasional HAM Sulteng Dedi Askary dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Palu, Minggu (9/12). Hadir puluhan korban pelanggaran HAM di Sulteng dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Mereka didampingi sejumlah lembaga swadaya masyarakat, antara lain Poso Center, Kontras Sulawesi, dan Lembaga Pendidikan Studi HAM.
Dedi mengatakan, sampai saat ini sedikitnya ada lima kasus pelanggaran HAM berat di Sulteng yang diabaikan pemerintah, yaitu penembakan empat warga Kabupaten Banggai Kepulauan hingga tewas oleh aparat polisi; penangkapan dan penembakan warga sipil di Kelurahan Gebang Rejo, Poso; penculikan warga Toyado, Poso, oleh aparat keamanan; penganiayaan petani di Desa Bohotokong, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai; dan kasus di Desa Salena, Palu. "Total keseluruhan korban mencapai 65 orang," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh, Jumat di Jakarta, mengatakan, "Perkembangan penyidikan pembunuhan Munir dan Alas Tlogo mungkin juga akan ikut kami bawa ke Dewan HAM PBB. Namun, yang sudah hampir pasti adalah kasus Lapindo."
Mengenai kasus Alas Tlogo, Ridha Saleh mengemukakan, peristiwa penembakan yang terjadi pada tanggal 30 Mei itu bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. "Peristiwa tersebut merupakan bagian dari rentetan atau rangkaian banyak peristiwa sebelumnya," ungkap Ridha.
Sementara itu, dalam diskusi "Penghormatan HAM di Indonesia: Catatan Kritis Akhir 2007" oleh Pusat Sejarah dan Etika Politik Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu, sosiolog George Junus Aditjondro mengatakan, pascapemerintahan Orde Baru, wacana dan praktik penegakan HAM masih sangat didominasi oleh hak-hak sipil dan politik. Adapun pelanggaran hak sosial, ekonomi, serta budaya yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat cenderung terabaikan. (JOS/NWO/REI/YOP)

Sunday, December 09, 2007

Security at Poso Lake Festival to be intensified
Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Poso, 8 Dec 2007

In response to two blasts in Poso and Donggala regencies, the authorities on Friday stepped up security around the venue of the Poso Lake Festival in Tentena, Central Sulawesi.
Police officers are checking identities of all drivers and passengers coming into the area, and inspecting vehicles and bags being carried by pedestrians.
Upon arrival in Tentena, people have to pass through at least three gates to get to the venue for the culture festival, where they and their belongings are searched. Passengers are required to exit vehicles so officers can search them.
Poso Police chief Adj. Sr. Comr. Adheni Muhan DP said at least 600 police officers had been deployed to maintain security.
All hotels near the festival have also been subject to stepped up security. Anybody entering a hotel is searched.
These types of security measures were not in place during the last festival in 1997, just before religious violence broke out in the area.
Police also are distributing photos of wanted people, including Iwan Asapa and Upi. The two are believed to belong to a terror network led by Basri, who is thought to be responsible for several attacks in Poso and Palu.
Tight security was taken after two explosions on Wednesday, the night before the opening of the festival in Tentena.
While police say the explosions were caused by firecrackers, some residents claim they were bombs.
"If it was only firecrackers, why is security so tight, and in certain case being exaggerated?" said Sandra Dewi, a resident of Bonesompe village in North Poso district.
The Poso Lake Festival, which used to be an annual international culture festival, is being held this year for the first time since 1997.
Local figures say the festival shows peace has returned to Poso, the scene of a bloody conflict between Christians and Muslims in the early 2000s.
Despite the peace claim, however, a explosion took place in Poso on eve of the opening of the festival, followed by another similar blast in Donggala, 17 kilometers south of Palu.
There has been no official statement from the police on the blasts, but some people believe they were intended to disturb the festival, which is scheduled to be attended by tourist and culture representatives from 10 regencies and mayoralties throughout Central Sulawesi.
"The explosions were a kind of a small-scale terror which was intentionally intended to disrupt the festival," Tahmidi Lasahidi, a sociologist at Tadulako University in Palu, said.
Apart from the security threats, the festival so far has been plagued by poor planning, with numerous events being postponed without prior announcement.
The decorated boat competition, for example, was scheduled to be held Friday morning, but it was delayed until the afternoon with no information being given for the decision.
Central Sulawesi culture observer Nungci Ali said this year's festival was not only about culture and tourism, but also showing the world that conditions in Poso have returned to normal.
He said proof of this was that Muslims and Christians were able to mingle until late into the night at the festival, which opened Thursday.
"This is the condition we want to show to the world," Nungci said.
Sofi Tamuntuan, a resident of Poso, said people were excited about the festival and there were no safety concerns.
"I expected this event for years. I am grateful that I'm able to witness it again," Sofi said.

Friday, December 07, 2007

Two blasts mark preparations for Poso Lake Festival
Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Poso, 7 Dec 2007

Two explosions marred preparations for Thursday's opening of the revived Poso Lake Festival, which had been canceled indefinitely following religious conflict in Central Sulawesi in the early 2000s.

The first explosion occurred at Kawua village in South Poso district, Poso regency, at 7 p.m. on Wednesday, in front of Puncak restaurant and about 200 meters from the Sintuwu Maroso military post. The second was at Soulowe village in Dolo district, Donggala regency, at 10 p.m.

There were no reports of casualties.

Poso, which used to be famous for its pristine natural beauty, and surrounding areas had been the scene of a series of bloody conflicts between Muslims and Christians that left some 1,000 people dead between 2000 and 2001.

The police had not yet determined the cause and nature of the Thursday's explosions, but local people suspected they had been caused by bombs.

Some witnesses in front of Puncak restaurant reported seeing a plastic bag at the side of the road just before the explosion. They had thought it was merely garbage.

"We only realized it was a bomb after it exploded," a resident, who asked not to be identified, told The Jakarta Post.

Head of the Central Sulawesi Police, Gen. Brig. Badrodin Haiti, said police were still investigating the cases and had not determined conclusively whether the explosions were caused by bombs.

Police and soldiers closed all roads leading to Poso and investigated several places in the two regencies. They said the festival, to be held from Thursday to Monday, would go on as planned.

"We have prepared our officers to oversee events. We guarantee the festival will run well," Badrodin said.

One bomb squad was deployed to Saulowe in Donggala soon after the explosion there, but was unable to reach any conclusions due to an electricity outage.

Tuesday, December 04, 2007

Komentar, 04 Desember 2007
Pemenggal Tiga Siswi SMA Kristen Poso Divonis 19 Tahun

Masih ingat teror sadis lewat aksi pemenggalan kepala terhadap tiga siswi SMA Kristen Poso? Kini pelakunya, Rahman Kalahe alias Wiwin cs, telah dinyatakan bersalah atas kasus tahun 2005 silam itu. Dia kemudian diganjar hukuman 19 tahun penjara oleh hakim di PN Jakarta Selatan, Senin (03/12). “Mengadili, menyatakan ter-dakwa I Rahman Kalahe alias Wiwin dan terdakwa II Yudi Heriyanto Parsan alias Udit te-lah terbukti melakukan permu-fakatan jahat untuk melaku-kan tindak pidana terorisme,” ujar Ketua Majelis Hakim, Aswan Nurcahyo saat membacakan berkas putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bersama Yudi, imbuh As-wan, Wiwin juga terlibat penembakan dua siswi SMA Kristen Poso bernama Ivon Natalla dan Siti pada 8 November 2005. Namun Yudi divonis lebih ringan, yakni 10 tahun penjara.Menurut Aswan, keduanya didakwa melanggar pasal 6 PP 1/2002 tentang Pemberan-tasan Terorisme jo pasal 55 (1) jo 65 (1) KUHP. Dakwaan se-lebihnya tidak perlu dipertim-bangkan. Aswan melanjut-kan, Wiwin melakukan muti-lasi dan penembakan atas dasar balas dendam. Ketiga korbannya yaitu Alvita Poliwo, Yarni Sambue dan Theresia Morangke.Sedangkan Yudi dianggap membantu Wiwin melakukan survei sebelum melancarkan penembakan terhadap kor-ban. “Perbuatan terdakwa tidak dapat dipungkiri telah menimbulkan rasa takut masyarakat yang luar biasa,” ujar Aswan. Usai membaca-kan putusan, hakim menya-rankan agar keduanya yang sejak awal hanya menunduk itu untuk menerima putusan dengan lapang dada dan berdoa. “Akan lebih baik Anda baca doa untuk semuanya, tanpa terkecuali. Karena ini akan bermanfaat supaya Anda punya kepercayaan diri lagi,” ujar Aswan. BOM PASARPada bagian lain, terdakwa kasus pengeboman Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Te-ngah (Sulteng), Syaiful Anam alias Mujadid alias Brekele, divonis 18 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni 20 tahun bui. “Menya-takan terdakwa secara sah bersalah melakukan perbuat-an tindak pidana dan pemu-fakatan jahat melakukan tindak pidana terorisme,” ujar Ketua Majelis Hakim Haryanto saat membacakan berkas putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Am-pera Raya, Jakarta Selatan, Senin (03/12).Haryanto mengatakan, Bre-kele didakwa melanggar pasal 15 jo pasal 6 PP 1/2002 ten-tang Pemberantasan Te-rorisme jo pasal 65 (1) KUHP. Karena dakwaan primair telah terbukti, dakwaan subsidair atau selebihnya tidak lagi menjadi pertimbangan hakim. Mendengar vonis jaksa, Bre-kele yang mengenakan baju koko warna biru muda itu berteriak “Allahu Akbar!”Lelaki berusia 26 tahun asal Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, itu menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding.“Itu adalah konsekuensi dari perbuatan kami. 18 Tahun tidak masalah. Masih ada pengadilan yang lebih mulia di hadapan Allah,” katanya saat dibawa kembali ke sel usai sidang.Haryanto mengatakan, per-buatan Brekele telah menim-bulkan rasa takut, menye-babkan 22 nyawa melayang, merusak bangunan dan fasi-litas umum. “Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menimbulkan ketidaktenangan hidup. Sedangkan hal-hal meri-ngankan, terdakwa berlaku sopan, mengakui dan me-nyesali perbuatannya,” ujar-nya.(zal/dtc)

Kompas, Selasa, 04 Desember 2007
Pembunuh Tiga Siswi di Poso Divonis 19 Tahun

Jakarta, Kompas - Wiwin Kalahe alias Rahman, seorang terdakwa dalam kasus pembunuhan tiga siswi SMA Kristen di Poso, Sulawesi Tengah, pada 2005, Senin (3/12) dijatuhi hukuman 19 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang dipimpin Aswan Nurcahyo. Wiwin dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana terorisme bersama terdakwa lainnya, Yudi Heriyanto alias Udit dan Agus Nur Muhammad alias Agus Jenggot.
Dalam sidang itu, Yudi dipidana 10 tahun 3 bulan penjara dan Agus dihukum 14 tahun penjara. Majelis hakim menilai perbuatan ketiganya telah menimbulkan rasa takut yang meluas di masyarakat Poso.
Terhadap putusan itu, Wiwin belum berencana mengajukan banding. "Baru pekan depan akan diketahui ia banding atau tidak. Yang menerima putusan baru Agus Jenggot," kata Asluddin Hajani, pengacara ketiga terdakwa.
Ketiga korban pembunuhan dengan kepala dipenggal itu adalah Alvita Poliwo, Yarni Sambue, dan Theresia Morangke. Kepala ketiga korban itu dibungkus plastik dan dibuang di jalan.
Pembunuhan ketiga siswi itu dilakukan pada 29 Oktober 2005. Wiwin juga terlibat penembakan dua siswi SMA Kristen, Poso, pada 8 November 2005.
Selain memvonis ketiga terdakwa, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam persidangan terpisah yang dipimpin Gatot Suharnoto menjatuhkan hukuman pada Amril Ngiode, Irwanto, dan Mujadid, terdakwa kasus peledakan bom di Pasar Tentena, Poso, pada 28 Mei 2005. Amril alias Aat dihukum 15 tahun penjara, Mujadid alias Brekele divonis 18 tahun penjara, dan Irwanto 14 tahun penjara.
"Selama persidangan, mereka mengakui perbuatannya. Semuanya dilakukan karena dendam," ujar Asluddin.
Menanggapi putusan itu, Amril dan terdakwa lainnya menyatakan pikir-pikir. (SF)

Monday, November 19, 2007

SUARA PEMBARUAN DAILY , 19/11/07
Ditemukan, 67 Bahan Rakitan Bom di Poso

[PALU] Dua hari setelah penemuan granat nenas di kantor BRI Cabang Palu, pada Sabtu (17/11) petang, aparat kembali menemukan 67 cashing bom (wadah utama untuk merakit bom) dan satu popor senjata rakitan di kawasan perkebunan kayu jati Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Cashing bom yang ditemukan berupa potong-potongan pipa besi berdiamater sekitar 5 sentimeter (cm) dan panjang sekitar 5 cm. Barang berbahaya itu dibungkus dalam karung dan disembunyikan di bawah tumpukan atap genteng di kebun tersebut. Di tempat yang sama juga ditemukan satu popor senjata api rakitan laras panjang.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Donggala, AKBP Adheni Muhan, benda-benda itu ditemukan pemilik kebun, Andika saat sedang berjalan-jalan dalam kebunnya Sabtu petang yang berjarak sekitar 100 meter dari pemukiman penduduk di Tegalrejo, Poso.
Namun, karena curiga, Andika bersama keluarganya langsung melaporkan kejadian itu ke polisi.
Menurut Muhan, potongan-potongan pipa besi diduga sebagai sisa-sisa bahan bom rakitan saat kerusuhan Poso. Namun benda-benda itu karena masih berupa potongan pipa, maka belum bisa meledak.
Kapolres mengucapkan terima kasih kepada warga yang dengan sadar melaporkan ke polisi setiap kejadian mencurigakan di sekitarnya.
Sabtu petang, Polres Poso juga menerima penyerahan 4 pucuk senjata api laras panjang, 1 pucuk laras pendek, 114 butir amunisi serta tiga buah grendel (kokang) senjata. [128]
Last modified: 18/11/07

Sunday, November 18, 2007

Kompas, Minggu, 18 November 2007
BAHAN PELEDAK
Sebanyak 67 Rangka Bom Ditemukan di Poso

Palu, Kompas - Sebanyak 67 rangka (casing) bom di Kelurahan Tegal Rejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, ditemukan tim penjinak bahan peledak (jihandak) dari Brigade Mobil Kelapa Dua, Jakarta, yang sedang bertugas di wilayah itu, Sabtu (17/11). Di lokasi yang sama juga ditemukan sepucuk senjata api rakitan laras panjang.
Rangka bom yang ditemukan terbuat dari pipa besi diameter lima sentimeter dan panjang 15 sentimeter. Ukuran rangka bom itu tergolong besar dan mampu menampung bahan peledak yang cukup banyak.
Namun, di sekitar lokasi, tim jihandak tidak menemukan material lain yang biasanya digunakan untuk merakit bom, seperti bahan peledak, kabel, baterai, detonator, dan jam pengatur waktu ledakan (timer).
Rangka bom ini pertama kali ditemukan Andika (9), warga Tegal Rejo. Kemarin, sekitar pukul 11.00, Andika sedang bermain di kebun jati, tidak jauh dari rumahnya. Di bawah timbunan genteng rumah yang sudah pecah-pecah, ia melihat tumpukan pipa-pipa besi.
Andika lalu mengambil sebuah pipa dan menunjukkan kepada ayahnya, Salim (40-an). Curiga dengan pipa besi itu—karena sering digunakan warga Poso untuk membuat bom rakitan—Salim melaporkan temuan putranya itu ke Polres Poso. Laporan itu langsung ditindaklanjuti tim jihandak sekitar pukul 15.00. Setelah menggali timbunan genteng, tim jihandak menemukan 67 rangka bom dan satu buah senjata api rakitan laras panjang.
Kepala Polres Poso Ajun Komisaris Adeni Muhan menduga rangka bom itu sudah disimpan pemiliknya dalam jangka waktu cukup lama. Diperkirakan, sampai saat ini masih cukup banyak senjata api dan bahan peledak yang tersimpan di tempat tertentu. Warga yang menyimpan atau mengetahui keberadaan benda berbahaya tersebut diminta segera melaporkannya kepada polisi. (REI)

Friday, November 16, 2007

Live grenade found in Palu
Jakarta Post, November 16, 2007

PALU, Central Sulawesi: A package found by a woman in front of a bank on Thursday in Palu was found to contain an active grenade.
"I thought it was someone else's valuables ... ," Elia, 55, told The Jakarta Post on Thursday.
The retired civil servant said she put the package back down after a relative warned her the package might be bomb.
Elia said she reported the package to a passing-by police officer, who alerted the bomb squad.
The package was examined by the squad and found to contain an active grenade. the package and found out it was a real and active grenade.
Palu city Police chief Adj. Sr. Comr. Sunarto said the police would investigate the incident further. -- JP

Saturday, November 03, 2007

Komentar, 03 Nopember 2007
Tondano Disusupi Militan Poso Eks Moro

Masyarakat Sulut harus se-lalu waspada terhadap gerak-gerik orang yang tak jelas asal-usulnya. Buktinya, salah satu militan Poso jebolan kamp pelatihan militan Moro Fili-pina, sempat terlihat berada di Tondano, Kabupaten Mina-hasa. Hal ini diungkapkan May-jen (Purn) Albert T Paruntu.Menurut Paruntu, dirinya sempat melihat salah satu anggota militan yang pernah ikut memperkeruh konflik ho-rizontal di Poso Sulteng bebe-rapa tahun lalu. Anggota mili-tan tersebut dikenali Paruntu karena putra Kawiley ini pernah menjabat satgas inte-lijen. Sehingga dia mengeta-hui banyak informasi soal identitas anggota-anggota militan di Poso dan Ambon. “Saya pernah ke Tondano dan tak disangka ketemu dengan-nya. Saat saya tanya kenapa ada di sini, dia hanya senyum-senyum sambil berkata ehh bapak,” kisah Paruntu.Sayangnya Paruntu tak membeberkan dengan detail siapa orang tersebut dan ka-pan kejadiannya. Pengakuan mantan staf ahli Menhan bi-dang Politik Luar Negeri ini disampaikannya saat mem-bawakan materi bertajuk ‘’Me-motong Jaringan Terorisme di Sulut’’ dalam acara konsultasi tahunan P/KB GMIM di Je-maat Kyrios Kawiley, Jumat (02/11).Ia pun meminta kaum bapa waspada terhadap gerakan untuk menegakkan Daulah Islamiyah Raya. Gerakan ini bermaksud mendirikan negara Islam raya yang mencakup Indonesia, Mindanao Selatan, Malaysia, Singapura dan Thailand. Dan gerakan ini ingin menegakkan cita-cita tersebut dengan berbagai cara, terma-suk aksi kekerasan. “Malah saya pernah baca di media, ada seorang tokoh agama di Sulut yang menyatakan di daerah ini harus ditegakkan Syariat Islam,” ujarnya. Mereka, lanjut Paruntu, biasanya datang diam-diam dan baru disadari setelah jumlahnya banyak. Ia mengingatkan sikap welcome dan familiar yang dimiliki warga Sulut terhadap penda-tang jangan sampai justru menjadi bumerang. “Konsep torang basudara memang ba-gus, tapi kita juga harus was-pada terhadap maksud-mak-sud tertentu dari pendatang. Kalau ada yang mencurigakan, langsung lapor ke aparat. Jangan biarkan mereka yang punya niat tertentu, mengen-dap di sini dan kita baru terjaga setelah petasan meledak,” imbau mantan atase perta-hanan RI di Vietnam dan Kam-boja ini.Mantan penasihat militer di Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York juga mengingatkan para aparat dan juga anggota kaum bapak yang kebetulan menjadi camat dan lurah, agar tak sembarang memberi KTP kepada pendatang walaupun sudah terjalin keakraban.(art)

Tuesday, October 16, 2007

SUARA PEMBARUAN DAILY
Perayaan Idul Fitri di Poso
Masyarakat Kristen Kunjungi Warga Muslim


[POSO] Perayaan Idul Fitri 1428 H di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) diwarnai kunjungan silahturahmi kaum kristiani ke rumah-rumah warga muslim yang tengah merayakan hari lebaran.
Kunjungan seperti ini baru untuk pertamakalinya terjadi dalam 10 tahun terakhir sejak pecah konflik di daerah itu Desember 1998.
Mulai dari warga biasa hingga kaum pejabat khususnya yang beragama kristiani bertandang ke rumah-rumah sahabat mereka yang tengah merayakan hari kemenangan Idul Fitri.
Dalam kunjungan itu, mereka saling berpelukan dan bermaaf-maafan satu sama lain. Situasi itu membuat suasana Idul Fitri di Poso terasa lebih bermakna dan kebekuan diantara kedua komunitas semakin mencair.
Amir Kiat, salah seorang warga Poso mengaku sangat terharu men- dapat kunjungan dari saudara-saudaranya warga Kristen.
"Kami sudah lama merindukan suasana seperti ini bisa terjadi lagi. Sudah 10 tahun kami tidak pernah bisa saling mengunjungi karena adanya rasa ketakutan yang tercipta diantara masyarakat. Kami warga muslim sangat bersyukur pada Allah Swt karena saudara-saudara kami dari Kristen mau datang berkunjung dan mereka tidak takut lagi," ujar Amir yang juga Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi (Infokom) Pemerintah Kabupaten Poso.
Herua Kawu (76), seorang warga Kristen yang tengah bersilahtruahmi di salah satu rumah warga muslim menyatakan tahun 2007 ini mereka tidak lagi merasa takut karena yakin situasi Poso sudah jauh lebih aman.
"Di hari raya lebaran ini, saya merasa senang dan tak ada keragu-raguan lagi. Saya anggap kita ini adalah bersaudara. Kita berusaha supaya Poso ke depan lebih aman, damai dan maju lagi," katanya.
Hari raya lebaran di Poso secara umum berjalan aman dan damai. Ibadah Salad Ied sebagai puncak hari raya Idul Fitri, Sabtu (13/10) dipusatkan di Lapangan Sintuwu Maroso Poso dihadiri ribuan warga muslim di daerah itu.
Demikian juga di Kota Palu, ibu-kota Sulteng, suasana lebaran berjalan aman dan damai. Gubernur Sulteng HB Paliudju bersama seluruh Muspida melaksanakan sembahyang Idul Fitri bersama di Halaman Masjid Agung Palu. [128]
Last modified: 16/10/07

Kompas, Selasa, 16 Oktober 2007
penegakan Disiplin
Pemecatan Jaksa Dinilai Terlambat

Jakarta, Kompas - Jaksa Agung Hendarman Supandji menyetujui rekomendasi Majelis Kehormatan Jaksa yang menjatuhkan sanksi memberhentikan dengan tidak hormat Djoko Priantono, jaksa fungsional di Kejaksaan Negeri Poso, Sulawesi Tengah, sebagai pegawai negeri sipil. Keputusan Jaksa Agung itu segera diproses secara administrasi kemudian dikeluarkan surat keputusan resminya.
"Rekomendasinya, Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ) kan memberhentikannya tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil (PNS)," ujar Hendarman Supandji, Sabtu (13/10) di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Menurut Hendarman, ia sudah memerintahkan Bagian Pengawasan dan Pembinaan Kejagung untuk memproses pemecatan jaksa itu sesuai ketentuan.
Seperti diberitakan (Kompas, 5/10), MKJ yang dipimpin Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto merekomendasikan Djoko Priantono diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS karena sejumlah kesalahan, di antaranya pernah dijatuhi sanksi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil karena tidak melaksanakan tugas. Djoko juga pernah dijatuhi pidana penjara satu tahun karena kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Bahkan, hukuman pidananya sudah dijalani.
Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Hasril Hertanto yang dihubungi Kompas, Senin (15/10), merespons positif keputusan Jaksa Agung. Namun, Hasril menilai keputusan pemberian sanksi berupa pemecatan itu sangat terlambat. "Kalau memang yang bersangkutan sudah dijatuhi hukuman pidana karena kasus narkoba, mestinya saat itu juga dia juga diberhentikan sebagai PNS," kata Hasril.
Hasril mengatakan, salah satu kesulitan menjatuhkan sanksi kepada jaksa adalah melekatnya dua atribut, yakni sebagai jaksa dan PNS. Berkaitan dengan sanksi disiplin berat berupa diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS, masih ada mekanisme pengajuan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. Oleh karena itu, Hasril menyarankan agar sanksi untuk jaksa dipisahkan dari pegawai negeri pada umumnya.
Catatan jaksa
Berdasarkan catatan Kompas, pada bulan Juni 2006, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh pernah mengeluarkan keputusan menjatuhkan sanksi disiplin berat kepada empat orang jaksa. Danu Sebayang dan Ferry Panjaitan diberhentikan sebagai PNS, sedangkan Jeffry Huwae dan Mangontan dibebaskan dari jabatan fungsional jaksa. Berdasarkan rekomendasi MKJ, keempat jaksa itu dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tercela saat menangani perkara 20 kilogram sabu dengan terdakwa Hariono Agus Tjahjono.
Dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung, 27 September 2007, dipaparkan mengenai tujuh jaksa yang dijatuhi hukuman pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS, termasuk Djoko Priantono. Enam jaksa yang dijatuhi sanksi disiplin berat itu kini sedang menunggu sidang MKJ untuk menyampaikan pembelaan. (idr)

Monday, October 08, 2007

Kompas, Senin, 08 Oktober 2007
Pasar Tentena Musnah Terbakar

Palu, Kompas Pasar - Tentena di Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, terbakar pada Minggu (7/10) pukul 02.15 Wita. Hanya dalam waktu satu jam, pasar yang pada Mei 2005 mencuat ke permukaan akibat adanya peledakan bom yang menewaskan 23 orang itu ludes dilalap api.
Lebih dari 100 kios tak berhasil diselamatkan. Barang dagangan yang ada di dalam kios tersebut, seperti kebutuhan pokok, lauk- pauk, pakaian, dan peralatan rumah tangga, pada umumnya juga habis terbakar.
Kepala Kepolisian Sektor Pamona Utara Ajun Komisaris S Tarigan memperkirakan, kerugian akibat kebakaran itu mencapai Rp 5 miliar. Kerugian cukup banyak karena beberapa hari sebelumnya para pedagang membeli persediaan barang dalam jumlah besar. "Itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan warga Pamona Utara yang akan melangsungkan Pesta Padungku (semacam pesta panen) Selasa besok," demikian informasi yang dikumpulkan Kompas kemarin.
Tarigan mengatakan, polisi belum mengetahui penyebab kebakaran Pasar Tentena, yang letaknya persis di depan Markas Polsek Pamona Utara itu. Pihaknya, lanjut Tarigan, masih mengumpulkan barang bukti.
Listrik padam
Darmawati (35), warga yang tinggal di depan Pasar Tentena, menceritakan, sekitar pukul 02.15 Wita ia terbangun karena listrik padam. Saat menuju dapur untuk mengambil lilin, Darmawati melihat api menyala di tengah pasar. "Saya langsung teriak-teriak," katanya.
Tidak lama kemudian sejumlah warga memukul-mukul tiang listrik untuk membangunkan warga yang sedang tertidur. Ratusan warga pun kemudian terbangun dan berupaya memadamkan api dengan menyiramkan air ke sumber api.
Akan tetapi, karena peralatan yang digunakan hanya berupa ember dan selang air, api tidak kunjung padam. Bahkan, angin kencang yang berembus dini hari itu membuat nyala api kian besar.
Sampai api padam sekitar pukul 06.00 Wita, tidak satu pun mobil Pemadam Kebakaran Poso yang tiba di lokasi.
Warga mempertanyakan sikap pihak Pemadam Kebakaran Poso yang demikian, mengingat Pasar Tentena adalah pusat perekonomian warga setempat.
Menurut sejumlah warga, kebakaran yang terjadi kemarin adalah yang ketiga kalinya dalam delapan tahun terakhir. (REI)

Friday, October 05, 2007

Kompas, Jumat, 05 Oktober 2007
Disiplin
Seorang Jaksa di Kejari Poso Dipecat

Jakarta, Kompas - Majelis Kehormatan Jaksa pada Selasa (2/10) menjatuhkan putusan terhadap Djoko Priantono, jaksa fungsional di Kejaksaan Negeri Poso, Sulawesi Tengah. Putusan itu sama dengan keputusan Bagian Pengawasan Kejaksaan yang memecat Djoko dari jabatan pegawai negeri sipil.

Demikian disampaikan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto yang bertindak sebagai Ketua Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ), Kamis. "Putusan MKJ ini disampaikan kepada Jaksa Agung sebagai rekomendasi. Nanti Jaksa Agung yang memberikan putusan akhir," katanya.

Dalam jawaban Jaksa Agung pada rapat kerja dengan Komisi III DPR, 24 September 2007, tercatat tujuh jaksa yang dijatuhi hukuman pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Tujuh jaksa itu berinisial RB, SW, DOP, CD, NH, DHN, dan BJ.

Wisnu Subroto menjelaskan, dalam sidang MKJ, Djoko yang direkomendasikan diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil diberi kesempatan membela diri. Dalam sidang itu juga didengarkan keterangan saksi. Namun, pembelaan itu tidak dapat mengurangi atau mengubah sanksi yang sudah dijatuhkan.

Menurut Wisnu, ada sejumlah kesalahan Djoko, di antaranya pernah dijatuhi sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil karena tidak melaksanakan tugas. Selain itu, Djoko pernah ditangkap polisi dalam kasus narkoba. "Proses persidangan di Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, sudah dilakukan. Ia dihukum satu tahun. Bahkan, hukuman pidana sudah dijalani," kata Wisnu.

MKJ menjadwalkan sidang setelah hari raya Idul Fitri untuk mendengarkan pembelaan dari tiga jaksa yang diancam diberhentikan tidak hormat sebagai PNS. Ketiga jaksa itu diancam diberhentikan tidak hormat karena memeras, menerima suap, dan memalsukan vonis. (idr)

Monday, September 24, 2007

Post-conflict Poso looks to cash in on tourism
Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Palu, September 24, 2007

After the area was rocked by sectarian conflict, the administration of Poso regency in Central Sulawesi has decided to turn to the tourism sector as one of the main drivers of development so as to boost its economy and restore its image.
Poso Regent Piet Inkiriwang said his administration would put the program to revitalize the tourism sector at the head of its list of priorities.
He said Poso, which was rocked by bloody sectarian conflict from 1998 to 2001, was once regarded as the province's best tourist destination.
He believed that the regency could capitalize more on its tourism potential compared to other regions in Central Sulawesi.
The administration, he said, planned to revive the Poso Lake Festival, which was previously held every year, but has been discontinued since the outbreak of the conflict.
He said the administration would also promote many other tourism attractions in the regency, such as the Black Orchid Forest in Bancea.
"Each of the tourism attractions has their own special quality and were favorite tourist destinations before the conflict," Piet said.
He said Poso was no longer a conflict area as the Muslim and Christian community had reconciled their differences while terror threats were things of the past.
"Poso people now live in peace. They are working together to rebuild Poso and resurrect its glorious past," Piet said.
One of its main tourist destinations is the 5,000-hectare Black Orchid Forest in Bancea.
The forest is home to various species of orchid, especially the black orchid, and is full of pine trees, providing picture-postcard vistas.
The forest encompasses the high altitude Lake Poso, which is situated in Tentena, capital of North Pamona district. Visitors must take a boat trip and travel another 40 km to reach the area.
The lake, which is said to be the third largest in the country, is strategically located as it lies along the Trans-Sulawesi highway, which stretches from Tana Toraja in South Sulawesi, through Poso and Gorontalo province, and up to Manado in North Sulawesi.
The lake is 32 km long from north to south, and is 16 km wide. It reaches a depth of 510 meters and is situated at an elevation of 657 meters above sea level.
Its waters are crystal clear with white sandy beaches, and it is rich in fish. It also has a number of restaurants and hotels on its banks ready to serve the area's specialty dishes to visitors.
A cave called Goa Pamona can also be found on the lakeside, is situated around 63 km from Poso. It can be accessed by both motorcycle and car.
There are human remains and skulls in the cave. According to history, the cave is where the Pamona tribe kept human remains hundreds of years ago.
"Uniquely, the water from the lake doesn't enter the cave despite the fact that it penetrates right down to the base of the lake," said Inkiriwang.
Another cave, called Goa Tangkaboba, is also an attraction.
Located in Sangele subdistrict, the cave was also used to house the remains of rulers, nobility and their kin, as evident from an ancient coffin placed at the cave's mouth.
The Poso regency administration is also promoting the 12-tier Soluopa waterfalls as a tourist attraction.
Located some 12 km west of Tentena, the waterfalls can be reached by car or bike, followed by a walk of 500 meters.
"There are many interesting places to visit. We would like to invite everyone, both local and foreign visitors, to visit Poso," Piet said.
"Don't be afraid. Poso is very safe, and we can assure you of that."

Monday, September 17, 2007

Komentar 17 Sept 2007
Jelang perayaan keagamaan
Kapolda Minta Sulut Waspadai DPO Poso

Menjelang hari raya keaga-maan, gerak-gerik teroris terus dilacak aparat kepoli-sian. Dicurigai, momen hari raya keagamaan di daerah ini, bakal disusupi enam teroris yang kini menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) Poso, Sulawesi Tengah. Hal ini di-sampaikan Kapolda Brigjen Pol Drs Jacky Uly. Kapolda pun me-warning warga Sulut dan semua pihak terkait untuk tetap mewaspa-dai ancaman teroris tersebut. Pasalnya, sampai saat ini, pi-haknya belum bisa menemu-kan secara pasti ke mana lari-nya enam DPO Poso tersebut. Yakni Nanto alias Bojel (26), Iin alias Brur (28), Taufik Bu-raga alias Upik (29), Iwan Asa-pa akuas Ake (25), Hamdara Tamil alias Papa Isran alias Papa Yus alias Man Labuan (40), serta Enal alias Ta’o (28).“Saya mengimbau seluruh masyarakat di Sulut juga pihak yang terkait untuk te-tap mewaspadai kemungkin-an menyusupnya sejumlah DPO Poso yang sedang mela-rikan diri. Ini untuk mengan-tisipasi kemungkinan ancam-an teroris yang dari para DPO tersebut,” ungkapnya. Diakui kapolda, sampai dengan saat ini belum ada laporan resmi dari hasil pengawasan dan peng-amanan di lapangan yang menyebutkan Sulut telah disusupi sejumlah DPO Poso tersebut. Namun demikian kewaspadaan terhadap ancam-an ini tetap saja dilakukan.“Memang harus diakui sam-pai sekarang belum ada la-poran yang menyebutkan bahwa sejumlah DPO Poso be-lum berada di Sulut. Infor-masi bahwa para DPO Poso melarikan diri ke daerah lain di luar Sulut. Namun bukan berarti tidak akan sama sekali. Kemungkinan untuk itu sangat terbuka sehingga kewaspadaan harus selalu dibangun. Karena jika kita lengah di situlah kita diman-faatkan,” tegasnya.Apalagi, saat ini umat Mus-lim sedang memasuki dan menjalani bulan suci Rama-dhan. Keamanan dan kenya-manan merupakan kebutuh-an mutlak yang harus tercipta selama setiap hari raya ke-agamaannya, termasuk di bulan puasa ini dan itu men-jadi tanggung jawab semua pihak. “Semua kita tak terke-cuali, dipanggil untuk menja-ga dan mengawal daerah kita ini dari ancaman DPO Poso tersebut,” ajaknya.Kapolda pun mengakui bah-wa sampai dengan saat ini pengamanan di sejumlah lo-kasi penting dan strategis yang diduga menjadi jalur ke luar masuk para DPO Poso tetap dijalankan Polda Sulut. “Diharapkan masyarakat tu-rut membantu kinerja polisi demi terciptanya keamanan dan ketenteraman di daerah ini. Jika mengetahui ada tamu atau orang asing yang mencurigakan segeralah melapor ke pihak kepolisian,” tandasnya.Diketahui, beberapa waktu lalu Polda Sulut mendapatkan informasi dari Polda Sulawesi Tengah bahwa 6 DPO Poso yang diduga merupakan ke-lompok teroris dan yang men-jadi target operasi Polda Sul-teng saat ini tengah melarikan diri ke daerah lain di Indo-nesia.(imo)

Tuesday, August 28, 2007

Komentar, 28 Agustus 2007
Polda Sulut Waspadai Larinya DPO Poso

Kapolda Sulut Brigjen Pol Drs Jacky Uly melalui Kaden 88 AT Polda Sulut, AKBP Soe-seno Noerhandoko SIK mene-gaskan, pihaknya sedang melakukan pengamanan di sejumlah lokasi sebagai lang-kah antisipatif terhadap in-formasi larinya sejumlah DPO (Daftar Pencarian Orang) Poso dari Sulawesi Tengah. Pasal-nya, bukan tidak mungkin Sulut menjadi sasaran pela-rian para DPO tersebut.Kepada wartawan, Senin (27/08) kemarin, Noerhandoko mengungkapkan, informasi yang diperoleh dari Polda Sulawesi Tengah menyebut-kan 6 DPO Poso yang diduga merupakan kelompok teroris dan yang menjadi target operasi Polda Sulteng, saat ini tengah melarikan diri ke daerah lain di Indonesia.“Karena itu, Polda Sulut per-lu melakukan langkah anti-sipatif terhadap kemungkinan masuknya para DPO ini ke Sulut,” ungkapnya. Ia menye-butkan, para DPO Poso terse-but di antaranya Nanto alias Bojel (26) warga Kelurahan Gebangrejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso. Nanto terlibat kasus mutilasi siswi SMA Kristen Poso. Berikutnya Iin alias Brur (28), warga Kelurahan Bonesompe, Keca-matan Poso Kota. Dia terlibat kasus penembakan Jaksa Ferry Silalahi SH dan Bom Tentena selaku pengantar kontainer bom dari Palu ke Tentena via Bus Alugoro.DPO lainnya adalah Taufik Buraga alias Upik (29) warga Lawangan, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso. Upik terlibat sejumlah kasus, di antaranya mutilasi siswi SMA Kristen Poso, kasus penem-bakan di Gereja Anugerah Palu, penembakan sopir ang-kot di Desa Madale, Kabu-paten Poso, perakit bom GOR dan pembunuhan Helmi Tombiling. Selain tiga DPO tersebut masih ada tiga DPO lain masing-masing Iwan Asapa alias Ale (25), warga Lorong Cendrawasih Tanah Runtuh, Kelurahan Gebangrejo. Dia terlibat kasus pembunuhan I Wayan Sumaryasa, mutilasi siswi SMA Kristen Poso, dan penembakan jaksa Ferry Silalahi SH. Berikut Hamdra Tamil alias Papa Isran alias Papa Yus alias Man Labuan (40), warga Desa Labuan, Ke-camatan Poso Kota, Kabupa-ten Poso yang terlibat kasus mutilasi siswi SMA Kristen Poso, serta Enal alias Ta’o (28) warga asal Tanah Runtuh, Kelurahan Gebangrejo yang terlibat kasus mutilasi siswi SMA Kristen Poso dan pen-curian sepeda motor bebek BTN Palupi Palu, tahun 2005.“Jadi anak 6 DPO yang di-informasikan sudah mela-rikan diri dari Poso. Karena-nya Polda Sulut memperketat pengawasan untuk mengan-tisipasi masuknya para DPO ini. Aparat tetap dalam per-siapan dengan menggelar operasi rutin di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan, ter-masuk di daerah-daerah perbatasan Sulut dan Sul-teng,” jelasnya.Noerhandoko juga meng-ajak masyarakat yang memi-liki informasi-informasi pen-ting atau mengetahui ada orang asing di daerahnya di-harapkan segera melaporkan ke pemerintah atau kepolisian setempat. “Kami juga minta peran serta dan sumbangsih masyarakat,” pintanya.Sementara itu dalam rapat koordinasi Polda se-Sulawesi yang berlangsung di Mapolda Sulut beberapa waktu lalu, Gubernur Sulut Drs SH Sarun-dajang menegaskan, meski sampai dengan saat ini tidak terjadi ancaman kelompok teroris, namun pengamanan di daerah ini harus tetap efektif. “Saya minta agar pengamanan di daerah tercinta ini harus tetap ditingkatkan. Peng-amanan harus diperketat di sejumlah lokasi terlebih di dae-rah perbatasan. Karena bukan tidak mungkin Sulut menjadi daerah sasaran masuknya kaum teroris,” ujarnya.Bahkan Sarundajang meng-imbau kepada para aparat di tingkat kelurahan dan keca-matan untuk tidak henti-hen-tinya melakukan penertiban di lingkungannya masing-masing. “Saya instruksikan kepada para kepala lingku-ngan, lurah dan camat untuk rajin masuk ke rumah-rumah dan membiasakan bertanya siapa tamu kita malam ini. Termasuk menghidupkan pos kamling dan peraturan tamu wajib lapor. Juga kepada masyarakat dimintakan un-tuk membantu pemerintah dan aparat kepolisian dengan melapor tamu-tamu asing yang dicurigai,” tukasnya.(imo)

Monday, August 20, 2007

Jkt Post, 20 Aug 2007
Dero dance unites people

PALU, Central Sulawesi: At least 10,000 people from all walks of life united in a circle, holding hands while moving in time to the music.
They were gathered Saturday evening at the invitation of Palu's Tadulako University in Central Sulawesi to celebrate its anniversary and the country's Independence Day.
The mass Dero dance had earlier look like it was going to break the record for the country's biggest folk dance. But rain had forced the dancers to stop dancing before midnight.
The Dero dance, also known as the Pontanu dance, comes from Poso and is regularly performed during wedding ceremonies, harvest festivals and other thanksgiving rituals.
Since 2000, however, the dance has rarely been performed in Poso city and Muslim-based villages as hard-line Muslim leaders claim it against Islam principles.
But the dance is still performed in many other places in the province.
Tadulako University rector Sahabuddin Mustapa said the dance is a local tradition that should be maintained.
"We can't ban the Dero dance. Don't look at it from the negative side but rather see it as a means of uniting people, and bringing peace and togetherness," he said. -- JP

Tuesday, August 14, 2007

Komentar, 14 Aug 2007
Teroris Sadis Poso Diancam Vonis Mati

Pelaku teror sadis di Poso, Basri akan menghadapi an-caman hukuman mati atas berbagai kasus teror dan pem-bunuhan yang dilakukannya. Sidang perdana pria bernama lengkap Muhammad Basri ini telah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/08) kemarin. Basri didakwa empat kasus teror dan pembunuhan. Salah satunya pemenggalan terha-dap tiga siswi SMA di Poso. Seperti diketahui, dalam aksinya, Basri telah memu-tilasi tiga siswi bernama Alvita Poliwo, Theresia Morangki dan Yarni Sambue Malewa, 29 Oktober 2005 silam. Selain itu, Basri juga didak-wa terlibat kasus penembakan Pendeta Susianti Tinulele di Gereja Effata di Palu pada 18 Juli 2004. Dakwaan dibaca-kan secara bergilir oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang di-koordinatori Totok Bambang.Basri dikenai dakwaan per-tama yakni dakwaan primer pasal 15 jo pasal 6 UU Teror-isme 15/2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Selain dakwaan pri-mer, Basri dikenai dakwaan subsider pasal 15 jo pasal 7 UU Terorisme 15/2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Basri didakwa juga terlibat penembakan Ivon Natalia dan Siti di Kelurahan Kasintuwu, Poso, pada 8 November 2005 dan kasus bom senter di Ke-camatan Poso yang menewas-kan satu warga. “Ancaman pa-sal 6 dan 7 maksimal hukum-an mati dan minimal untuk UU Terorisme 3,5 tahun,” kata jaksa penuntut umum Totok Bambang.JPU juga mendakwa Basri dengan dakwaan kedua pasal 15 jo pasal 9 UU Terorisme 15/2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP dengan perbuatan melawan dan menghalang-halangi petugas dengan menggunakan senjata api dan bahan peledak pada 22 Ja-nuari 2007 dan 1 Februari 2007 lalu.Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Eddy Jaenarso akan dilanjutkan pada 27 Agustus 2007 dengan agenda pembuktian oleh terdakwa. Di waktu yang berbeda, PN Ja-karta Selatan juga menggelar sidang dengan terdakwa Ardin Djanatu alias Rozak yang terlibat kasus peledakan bom Pasar Tentena 24 Mei 2005 dan penembakan Ivon, dan terdakwa Ridwan alias Duan, dan terdakwa Tugiran alias Iran karena meng-halang-halangi petugas.(dtc/*)

Tuesday, July 31, 2007

Poso violence dossiers filed
Jkt Post, July 31, 2007

JAKARTA: The South Jakarta prosecutors' office submitted Monday dossiers on seven Poso violence suspects to the South Jakarta District Court.
"We expect the schedules of their trials to be confirmed within the next one or two weeks," Attorney General's Office spokesman Thomson Siagian was quoted as saying by Detik.com.
"The case will be handled by five prosecutors from the South Jakarta prosecutors' office and 11 prosecutors from the AGO."
Thomson said the seven suspects, Muhammad Basri alias Ayas alias Bagong, Agus Nur Muhammad alias Agung Jenggot, Tugian alias Iran, Amril Ngiode alias Aat alias Moket, Rahman Kalahe alias Wiwin alias Torno, Ridwan alias Duan and Ardin Djanatu alias Rojak, violated a 2003 law on terrorism.
Meanwhile, another suspect in the case, Abdul Muis bin Kamaludin, is currently being tried in the South Jakarta district court after his dossier was filed last week. -- JP

Tuesday, July 24, 2007

Komentar, 24 Juli 2007
Pelaku juga penembak Pdt Irianto
Pembom Pasar Babi Palu Diancam Hukum Mati


Masih ingat kasus penge-boman di pasar daging babi di Palu? Kini terdakwanya, Abdul Muis, untuk pertama kalinya duduk di kursi pesakitan Pe-ngadilan Negeri Jakarta Se-latan. Meski terancam hu-kuman mati, namun wajah-nya tampak tanpa ekspresi.
Sidang atas pria berusia 25 tahun ini digelar di Jakarta dengan alasan keamanan. Pria yang juga dikenal dengan nama Muis ini didakwa jaksa penuntut umum dengan menggunakan dakwaan yang disusun subsidaritas.
Dakwaan primer, pasal 6 UU 15/2003 tentang Terorisme jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dakwaan subsider, pasal 9 UU 15/2003 tentang Te-rorisme jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dan dakwaan lebih subsider, pasal 7 UU 15/2003 tentang Terorisme jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut JPU Toto Bam-bang, Abdul Muis sebelum mengebom pasar daging babi itu juga telah melakukan usaha pengeboman pada 24 Desember 2005, tetapi usaha-nya gagal. “Sehingga kami berkeyakinan terdakwa me-langgar pasal 6 UU 15/2003 tentang Terorisme dengan ancaman hukuman mati,” kata Toto dalam persidangan di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta, Senin (23/07).
Toto menuturkan, atas perbuatan mengebom pasar yang berlokasi di Maesa, Palu, Sulteng itu pada 31 Desember 2005, warga sekitar ketakut-an dan merasa terteror. Apa-lagi perbuatan itu mengaki-batkan 45 orang luka-luka, dan 8 di antaranya tewas.
Abdul Muis juga dituduh melakukan penembakan terhadap Pendeta Iriyanto Kongkoli hingga tewas. “Terdakwa menganggap Iriyanto sebagai salah satu anggota misionaris yang pantas untuk dibunuh,” imbuh Toto.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Aswan Nur Cahyo itu akan dilanjutkan kembali pada Senin 30 Juli 2007 de-ngan agenda mendengarkan eksepsi terdakwa.(dtc)

Tuesday, July 17, 2007

Poso suspect surrenders
Jkt Post, July 17, 2007

PALU, Central Sulawesi: A terror suspect allegedly involved in the 2004 shooting of a prosecutor assigned to a terror case in surrendered to police in Poso on Monday.
Haikal alias Bandang, 28, was previously arrested for shooting the prosecutor, but released due to lack of evidence.
A source at the police station confirmed Haikal surrendered but no further details were disclosed.
Central Sulawesi Police spokesman Adj. Sr. Comr. Heddy told The Jakarta Post on Monday he had not yet received a report on the matter.
Haikal was allegedly involved in the shooting of Ferry Silalahi on June 27, 2004.
Ferry was a prosecutor at Central Sulawesi High Court assigned to a terror case in Poso.
The case involved five suspects on trial for possession of illegal firearms and explosives as well as for hiding Bali bombing suspect Achmad Roichan -- alias Nung.
Haikal was allegedly involved in other incidents, including the shooting of Rev. Susianti Tinulele as well as shootings at Anugerah and Immanuel Churches in 2005.

Tuesday, July 10, 2007

Selasa, 10 Juli 2007 - 00:58 wib
Said, Penjaga Taman Nasional Lore Lindu
Kompas/Reinhard Nainggolan

SAID TOLAOIa kerap disindir istrinya dengan sebutan harmoko, yakni singkatan dari "hari-hari omong kosong". Disindir demikian karena ia selalu menyuarakan pelestarian hutan kepada setiap orang, tetapi penghasilannya tak mencukupi kebutuhan keluarga.
Meski begitu, dia tak pernah berniat meninggalkan profesinya sebagai penjaga hutan Desa Toro yang 18.360 hektar di antaranya termasuk dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Dialah Said Tolao (53), salah seorang tondo ngata (penjaga desa) Toro.
Walaupun paling dituakan dan menjadi panutan, Said menolak disebut sebagai Kepala Tondo Ngata Toro. "Tak ada istilah kepala. Kami sama-sama berjuang menjaga hutan," ucapnya.
Setiap pukul 08.00 Wita, Said beranjak dari rumahnya di Desa Toro, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, untuk mengelilingi wilayah adat Toro. Berjalan kaki, dia memastikan tak ada perusakan terhadap hutan Toro. Perjalanan itu dilakukannya sampai pukul 16.30, tanpa berbekal makanan. "Saya tak mau jadi beban keluarga," ujarnya.
Rasa lapar ditahan hanya dengan menjalankan amanah sang nenek, yaitu mengisap ibu jari sambil mengucapkan kalimat selawat sebanyak tiga kali. Menurut Said, cara itu terbukti ampuh menghilangkan rasa lapar.
Untuk membeli bekal makanan, dia tak punya cukup uang. Ia sama sekali tak mendapat imbalan dari siapa pun atas perjalanannya setiap hari mengawasi wilayah adat Toro dan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Lembaga Adat Toro hanya memberinya imbalan saat mengawasi wilayah adat sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Jadwal itu dua kali setahun saat tondo ngata harus mengawasi seluruh wilayah adat Toro seluas 22.950 hektar, yang 18.360 hektar di antaranya termasuk kawasan TNLL dan sisanya hutan belantara.
Perjalanan Said mulai dari hutan di sekitar desa sampai hutan di puncak pegunungan yang mengelilingi Desa Toro. Said dan lima rekannya harus memastikan seluruh wilayah Toro bebas dari semua jenis perusakan, seperti menangkap ikan dengan bahan kimia, memburu hewan yang dilindungi, dan penebangan liar.
Untuk mengawasi wilayah seluas itu, Said berjalan kaki selama dua minggu. Selama itu pula ia harus bermalam di hutan dengan perbekalan seadanya. Biasanya dia membawa tiga potong pakaian, beras secukupnya, obat-obatan, dan peralatan memasak. Sementara lauk-pauk dicari di hutan, berupa beberapa jenis jamur yang aman dikonsumsi.
"Saya harus hemat uang, biar ada sisa gaji yang diberikan untuk istri," kata Said yang menerima upah Rp 40.000 per hari ketika mengawasi hutan Toro sesuai jadwal yang ditetapkan.
Selain itu, lembaga adat juga menugaskan tondo ngata mengawasi hutan-hutan sekitar Desa Toro sebanyak enam kali setahun. Masing-masing membutuhkan waktu seminggu berjalan kaki. Upah Said dari pekerjaan itu juga Rp 40.000 per hari.
Itu berarti dalam setahun Said mendapat upah hanya 10 minggu atau 70 hari. Jumlah itu dikalikan Rp 40.000 per hari, berarti penghasilannya setahun sekitar Rp 2,8 juta atau Rp 233.000 per bulan.
Penghasilan yang minim itu menjadi masalah tersendiri bagi keluarganya. Istrinya berkali-kalimendesak Said alih profesi. "Itu tak mungkin, menjaga hutan sudah mendarah daging," ucap Said.
Suatu hari, sekitar tiga tahun lalu, Said menemui istrinya yang bekerja di kebun. Said mengajak sang istri bicara, tetapi tak ditanggapi sepatah kata pun. Lalu, dengan ranting kayu, istrinya menulis kalimat di atas tanah. Bunyinya "hari-hari omongkosong". Said tak sakit hati karena dia bisa memahami perasaan istrinya.
Mencintai hutan
Said mulai mencintai dan mengagumi hutan saat berumur 15 tahun. Waktu itu ia sering diajak kakeknya yang juga mantan Tondo Ngata Toro untuk masuk hutan. Sejak itu Said merasa bahwa hutan sangat baik karena memberi udara segar, air bersih, pangan, dan obat-obatan bagi manusia.
Baginya, hutan adalah pelindung generasi dulu, kini, dan masa depan. Artinya, merusak hutan sama dengan menghancurkan kehidupan. "Kalau hutan dirusak, hati saya sedih. Bagaimana hancurnya hutan, begitulah hancurnya perasaan saya," tuturnya.
Falsafah seperti itu tak hanya dimiliki Said, tetapi juga mayoritas toi (orang) Toro. Keyakinan yang senapas dengan hal itu pula yang selalu dilontarkan aktivis lingkungan. Namun, tak semua orang mau dan bisa seperti dia. Said mengawasi dan tinggal berhari-hari di hutan. Ini tak hanya membutuhkan pengetahuan teritorial memadai, tapi juga nyali, semangat, waktu, dan tenaga.
Setiap saat Said siap menghadapi ancaman binatang buas dan para pembalak hutan yang juga tergolong "buas". Belum lagi kemungkinan tergelincir dari tebing, seperti dialaminya tahun 2004 yang mengakibatkan empat giginya copot serta beberapa bagian tubuhnya terkilir.
Lebih dari nyali dan tenaga, Said pun memiliki ketulusan hati untuk menjaga hutan. Itu dibuktikannya dengan mengawasi hutan Toro di luar jadwal yang ditetapkan Lembaga Adat. Ketulusan itu juga tampak ketika Said selalu menolak sogokan dari para pembalak hutan.
"Tak ada kompromi. Siapa saja yang menebang hutan tanpa seizin lembaga adat langsung kami seret ke sidang adat," ujarnya tegas.
Sejumlah warga Toro mengatakan, pembalak hutan di wilayah TNLL lebih takut bertemu Said daripada polisi hutan. Semua itu karena Said tak bisa disogok. Sejak Said dan lima rekannya menjadi "polisi" hutan tahun 1998, pembalakan liar di wilayah itu merosot tajam, bisa dikatakan tak lagi ditemukan.
Tahun 2006 Menteri Kehutanan memberi penghargaan Community Based Forest Management (CBFM) Award kepada Tondo Ngata Toro yang diwakili Said. Menhut MS Kaban menyebut Tondo Ngata Toro sebagai salah satu laskar penjaga dan pengamanan kawasan TNLL.
Sejak menerima penghargaan itu, keluarga Said menyadari betapa mulia pekerjaannya. "Istri saya minta maaf, dia menangis memeluk saya. Sindiran hari-hari omong kosong tak pernah terdengar lagi," katanya.
Masih ada yang diinginkan Said, yakni diizinkan dan difasilitasi membuka jalur lintas alam (tracking) di kawasan TNLL. Dengan cara itu, dia bisa melibatkan masyarakat untuk menjaga hutan, khususnya para pelajar. Dia berharap kedekatan pada hutan akan membuat generasi muda bisa mencintai hutan sedini mungkin.
BIODATANama: Said TolaoTempat, tanggal lahir: Desa Toro, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, 28 Agustus 1953
Istri: Nasariah Toragi (53)Anak: 1. Arnold (33) 2. Ahmad (32) 3. Rugaya (31) 4. Umar (30) 5. Astuti (29)
Pendidikan: Sekolah Dasar Pekerjaan: Tondo Ngata Toro (Penjaga Desa Toro) sejak tahun 1998
Penghargaan:1. Mewakili Tondo Ngata Toro menerima Community Based Forest Management (CBFM) Award tahun 2006 dari Menteri Kehutanan RI
2. Penghargaan dari Gubernur Sulawesi Tengah sebagai Pelestari Hutan Tanpa PamrihSumber: KompasPenulis: Reinhard Nainggolan

Wednesday, June 20, 2007

Lore Lindu National Park on brink of ruin
Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Palu, June 20, 2007

The natural beauty of Lore Lindu National Park, one of a handful of flora and fauna conservation centers in Sulawesi, has for years been threatened by development initiatives.
However, if South Sulawesi Governor Bandjela Paliudju has his way, the park, located 60 kilometers to the south of South Sulawesi's capital Palu, will be given a chance to flourish once again.
Last week, Paliudju said based on an existing law on environmental protection, the residents of Dongi-Dongi, a section of the park, would be relocated.
Dongi-Dongi was converted into a residential area in 2001.
At the time, even the South Sulawesi chapter of the Indonesian Forum for the Environment (Walhi), a non-governmental organization, supported plans for development.
Walhi representatives said they believed the Dongi-Dongi area could be developed because a forest concession holder once operated in the area.
"It is not wrong if an area which used to be logged is used by local people who do not have any land," an unidentified member of the organization said in 2001.
However, six years on, the governor said the national park must be protected and any development in the area is illegal.
"Residents will be moved to the South Banawa district in Donggala," he said.
In order to relocate the residents, Paliudju said, his administration had deliberated thoroughly with the Donggala regental administration.
"All parties agreed with the relocation plan," he said.
However, Dongi-Dongi residents disagree, saying they were not consulted about the relocation.
Kuasa Ratalemba, a Dongi-Dongi resident, said he strongly opposes the plan.
"We enjoy living here. Our presence is not destroying this forest. We are maintaining it properly," he said.
Compared with other national parks in Indonesia, Lore Lindu, spanning 217,991 hectares, is medium sized.
The park sits between 200 meters and 2,610 meters above sea level. It serves as the water catchment area for Palu, Donggala and Poso.
The Lariang, Gumbasa and Palu rivers pass through the park, which is rich in flora and fauna.
It is home to various types of native animals, such as deer hogs, ghost monkeys, kuskus, kera kakak tonkea, kuskus marsupial and the biggest carnivorous animal in Sulawesi -- the civet cat.
The park is also home to at least five species of squirrel, 31 species of rat, 55 species of bat and 230 types of birds.

Tempo, No. 17/XXXVI/18 - 24 Juni 2007
Bunyi Dor pada Hari Pencoblosan

Polisi menyergap Abu Dujana yang sekian lama diburu. Tujuh orang tersangka kasus terorisme diringkus beberapa jam kemudian. Seorang di antaranya belakangan diketahui sebagai pemimpin tertinggi sementara Jamaah Islamiyah. Meski ruang geraknya semakin terbatas, kelompok ini tak bisa dianggap remeh. Simak wawancara khusus Tempo dengan Abu Dujana.
WAKTU zuhur sebentar lagi menjelang. Pemilihan kepala desa di Kebarongan, Kecamatan Kemranjen, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu dua pekan lalu, tiba pada hari pencoblosan. Anak-anak bermain di luar rumah. Yusron Mahmudi, 37 tahun, pun ingin membagikan keriangan itu untuk empat anaknya.
Ia lalu memboncengkan tiga anaknya, 8 tahun, 5 tahun, dan 2½ tahun, dengan sepeda motor. Si bungsu yang baru enam bulan ada di gendongan Sri Mardiyati, ibunya. ”Bu, saya jalan pelan-pelan, nanti nyusul,” kata Yusron kepada istrinya, yang sedang mengunci pintu rumah.
Tiba-tiba sebuah mobil memepet Yusron dan tiga anaknya. Seorang penumpang, yang ternyata anggota Satuan Tugas Bom Kepolisian, meminta pria yang dikenal tetangganya sebagai pedagang kelontong itu turun. Lalu terdengar tembakan. Paha kiri Yusron tertembus peluru. Menurut polisi, ia didor karena hendak lari. Tapi kepada Erwin Dariyanto dari Tempo, Kamis pekan lalu, istrinya menuturkan bahwa Yusron ditembak setelah menuruti perintah untuk berjongkok dan angkat tangan.
Yusron rupanya menjadi incaran polisi, yang telah mengidentifikasi dirinya sebagai Abu Dujana, buron kelas kakap yang dituduh terlibat serangkaian aksi terorisme di Tanah Air. Ia juga diyakini memimpin sayap militer Jamaah Islamiyah, yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dimasukkan daftar teroris internasional. Berdasarkan foto lama Abu Dujana dan keterangan para tersangka kasus terorisme yang ditangkap di Yogyakarta, akhir Maret lalu, ciri-ciri fisik Yusron dipastikan identik dengan sang buron.
Itu sebabnya, begitu Yusron dipastikan ada di rumah, polisi langsung bergerak. Pada Kamis malam sebelum penangkapan, Brigadir Jenderal Surya Dharma Salim, Komandan Satgas Bom, dan Inspektur Jenderal Gorries Mere, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, yang baru tiba dari Singapura, terbang ke Cilacap menggunakan pesawat khusus polisi, Beecraft 1900D. Dari Cilacap, kedua jenderal ini meluncur ke Banyumas—hampir sejam perjalanan dengan mobil—untuk ikut mengendalikan operasi dari lapangan.
Menurut seorang anggota Satgas Bom, sebelum pasukannya beraksi, Gorries menelepon Kepala Polri Jenderal Sutanto untuk meminta restu. Segera setelah dipastikan bahwa yang ditangkap adalah Abu Dujana, Gorries melapor ke Sutanto. Kapolri lalu melaporkan tangkapan kakap itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Begitu Abu Dujana dalam genggaman, polisi yang juga sudah bersiaga di beberapa daerah lainnya segera bergerak. Mereka menangkap Zarkasih alias Mbah, 45 tahun, di Yogyakarta sore harinya. Di kota itu juga ditangkap Nur Afiffuddin alias Suharto alias Haryanto (33), Azis alias Mustafa alias Ari (33), dan Tri alias Aris Widodo (31). Di Surabaya, polisi mencokok Arif Syarifuddin alias Firdaus alias Fito (29). Ada dua lagi yang ditangkap yaitu Isa Anshori alias Muchaironi (17) dan Ade Setyawan alias Fauzan (19). Dua nama terakhir kabarnya akan segera dilepas.
Para tersangka tidak melawan ketika ditangkap. Menurut seorang polisi, hanya Azis yang berusaha minggat ketika Satgas Bom mendatangi rumahnya pada Sabtu malam. Ia sempat duel dengan polisi di tengah kegelapan sawah, meski akhirnya menyerah. Bagaimanapun, Abu Dujanalah bintang di antara para tangkapan.
Nama Abu Dujana muncul dalam radar polisi setelah peledakan Hotel JW Marriott, Jakarta, 5 Agustus 2003. Dua bulan sebelum pengeboman itu, ia yang saat itu menjadi sekretaris komando pusat Jamaah Islamiyah, dan Qotadah alias Basyir, anggota Mantiqi II (Jawa-Bali), menemui Noor Din Mohammad Top dan Dr Azahari. Dua nama terakhir diyakini sebagai otak berbagai pengeboman. Azahari tewas dalam penggerebekan polisi di Batu, Jawa Timur, November 2005.
Abu Dujana, Qotadah, Noor Din, dan Azahari kembali bertemu di Bandung beberapa hari setelah peledakan. ”Mereka bicara hingga larut malam,” kata Ismail alias Muhammad Ikhwan, tersangka kasus pengeboman yang menewaskan belasan orang itu, kepada polisi tiga tahun silam.
Menurut seorang penyelidik, Abu Dujana selama pemeriksaan sepanjang pekan lalu mengakui adanya pertemuan itu. Namun ia mengaku tidak setuju dengan pengeboman Marriott dan sempat ribut dengan Noor Din serta Azahari. ”Abu Dujana mengaku mempertanyakan alasan Noor Din dan Azahari mengebom Marriott,” kata penyelidik itu kepada Tempo. Noor Din sengit menjawab gugatan itu, ”Musuh-musuh kita akan menghancurkan kita jika kita tidak menghancurkan mereka terlebih dahulu.”
Setelah pertemuan itu, Abu Dujana memutuskan mengirim Noor Din dan Azahari ke Jawa Timur. Ia menitipkan kedua buron kepada Fahim, Ketua Jamaah Islamiyah di wilayah itu. Fahim, dengan bantuan anak buahnya, memindahkan mereka ke sejumlah tempat seperti Blitar, Kediri, Pasuruan, Surabaya, dan Malang. Karena keputusannya itu, polisi menuduh Abu Dujana menyembunyikan buron.
Polisi betul-betul mengawasi Abu Dujana dengan ketat setelah meletusnya konflik di Poso, Sulawesi Tengah. Dari sejumlah orang tersangka yang ditangkap, polisi menyimpulkan bahwa keterlibatan pria bernama kecil Ainul Bahri itu sangat besar. ”Ia mengendalikan pengiriman senjata api, amunisi, bahan peledak, dan bom dari Jawa ke Poso,” kata Surya Dharma dalam konferensi pers, Jumat pekan lalu.
Polisi juga menuduh Abu Dujana mengendalikan sejumlah operasi di Poso, termasuk menerima Rp 500 juta hasil rampokan gaji pegawai pemerintah daerah itu pada 2005. Dari keterangan Surya Dharma itu, polisi mengusut peran Abu Dujana dalam bom Marriott, bom Kedutaan Besar Australia 9 September 2004, dan bom Bali II November 2005.
Orang-orang dekatnya memang tidak percaya Abu Dujana terlibat dalam aksi teror itu. Abu Rusdan—menurut polisi adalah Amir Jamaah Islamiyah ketika Abu Bakar Ba’asyir ditangkap pada 2002—mengatakan bahwa Abu Dujana pada dasarnya tidak setuju dengan pengeboman. ”Ia berpendapat, perjalanan jihad yang kita lakukan belum perlu sampai menggunakan kekuatan operasi seperti itu,” kata Abu Rusdan kepada Tempo.
Sebelum ditangkap pada April 2003, Abu Rusdan cukup dekat dengan Abu Dujana. Ketika ia memimpin rapat Jamaah Islamiyah di Tawangmangu, Jawa Tengah, dan Puncak, Jawa Barat, Abu Dujanalah yang menjadi notulisnya. Abu Rusdan juga menganggap Dujana teman berdiskusi yang baik.
Seorang sahabatnya yang lain juga mengatakan tidak percaya Abu Dujana terlibat pengeboman. Namun ia mengatakan bisa jadi Abu Dujana memang terlibat aksi kekerasan di Poso. ”Dujana punya dasar bahwa Poso, seperti telah diputuskan oleh Jamaah Islamiyah, adalah daerah jihad karena umat Islam diserang,” kata anggota Jamaah Islamiyah yang tak mau disebut namanya itu.
Kepada polisi yang memeriksanya, Abu Dujana tampaknya cukup terbuka. Awalnya, ia memang enggan buka mulut. Mungkin karena stres, menurut seorang penyelidik, pria itu sempat muntah-muntah. Tapi belakangan ia mulai banyak bercerita. Untuk memperjelas keterangannya, ia bahkan menggambar bagan organisasi terbaru Jamaah Islamiyah.
Dari situ terungkap bahwa Abu Dujana memimpin sayap militer Jamaah Islamiyah sejak 2004, ketika pemimpin tertinggi organisasi itu dijabat Adung alias Sunarto bin Kartodiharjo. Terungkap pula bahwa Zarkasih alias Mbah kini adalah pemimpin tertinggi darurat Jamaah Islamiyah, setelah Adung ditangkap polisi di Surakarta pada tahun yang sama.
Zarkasih adalah alumni kamp pelatihan militer Abbas, Afganistan, angkatan kelima (1987) atau dua angkatan di atas Abu Dujana. Ia lulus dengan predikat terbaik kedua di bawah Nasir Abas, mantan Ketua Mantiqi III (Sulawesi) Jamaah Islamiyah.
Nama Zarkasih, seperti juga halnya Abu Dujana, menarik perhatian polisi setelah tertangkapnya para tersangka kasus Poso. Dari keterangan mereka, diketahui bahwa para ustad yang terjun ke Poso, termasuk yang tewas dalam baku tembak dengan polisi pada Januari lalu, memiliki kaitan dengan Zarkasih. Pengiriman bahan peledak ke wilayah itu juga diketahui atas persetujuannya.
Bersama Abu Dujana, Zarkasih memimpin Jamaah Islamiyah yang tinggal remah-remah karena para pemimpin pucuknya ditangkapi. Keduanya lalu membentuk struktur baru yang lebih ramping, dengan menghilangkan beberapa bagian. Di antaranya, kepemimpinan mantiqi atau wakalah seperti tercantum dalam Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI). Sebagai gantinya, dalam struktur itu, amir membawahkan hanya empat bidang, yaitu dakwah, tarbiyah (pendidikan), perbekalan, dan sariyah (sayap militer).
Jabatan yang dipegang Abu Dujana adalah komandan sariyah. Di bawahnya ada ishobah, lalu di bawahnya lagi majmuah dan qism dzakhiroh, yang mengurusi logistik. Komandan satuan di bawah qoryah ditunjuk oleh Abu Dujana dalam pertemuan di Solo, tahun lalu. Sarwo Edi Nugroho, yang ditangkap pada Maret lalu, ditunjuk menjadi Komandan Ishobah Jafar bin Abi Tholib (wilayah Semarang).
Lalu Kholis diperintahkan memimpin Ishobah Abdullah bin Rowiyah (Surabaya). Ishobah Zaid bin Haristah di Surakarta dipimpin Gulam yang hingga kini masih buron. Adapun Ayyasy alias Sutardjo ditunjuk untuk mengurusi logistik. Selain Gulam, mereka ditangkap ketika sedang memindahkan senjata dari Sukoharjo ke Magelang.
Kepada polisi, Abu Dujana mengatakan bahwa senjata-senjata itu ”milik umat Islam yang ada di tangan kami.” Pemindahan dilakukan agar aman dari sergapan polisi. ”Jauh-jauh hari, rencana pemindahan itu kami bicarakan dalam pertemuan di Solo, yang dihadiri saya, Fauzan, dan Mbah,” katanya.
Jika tidak keburu direbut polisi, senjata-senjata dari Ayyasy seharusnya diserahkan Sarwo Edi kepada Taufik Kondang alias Taufik Masjuki alias Ruri. Pria asal Brebes, Jawa Tengah, itu adalah alumni kursus singkat kamp pelatihan militer Hudaibiyah pada 1999, seangkatan dengan Sarwo Edi. Menurut seorang penyelidik, Ruri adalah pemimpin Jamaah Islamiyah bidang perbekalan.
Di luar Abu Dujana dan Zarkasih, tersangka lainnya boleh dibilang para pendatang baru. Misalnya Aris Widodo alias Tri yang ditangkap karena dituduh mengirim dan menerima email untuk Abu Dujana. Demikian juga Anif Saefuddin alias Tsaqof, yang konon berperan membantu mengirimkan perintah atas nama Abu Dujana melalui surat elektronik.
Dalam pemeriksaan, menurut seorang polisi, mereka mengaku menebar teror dalam rangka berjihad. Beberapa di antaranya sempat berdebat dengan penyelidik. Tsaqof, misalnya, memberikan argumentasi tentang hukum pengeboman, termasuk peledakan di depan Kedutaan Australia di Jakarta, 9 September 2004.
+ Mengapa kamu setuju pengeboman di Kedutaan Australia?
Itu kan bagian dari jihad.
+ Tapi yang mati kan ada tukang bubur?
Itu kan ndilalah, dia ada di situ.
+ Satpam yang bekerja di situ juga ikut jadi korban?
Ya itu salahnya, Pak, mengapa dia kerja di situ.…

Budi Setyarso (Yogyakarta)
Copyright @ tempointeraktif

Tuesday, June 19, 2007

SUARA PEMBARUAN DAILY
Tanah Longsor di Poso Sudah Diatasi

[PALU] Bencana tanah longsor terjadi di Kabupaten Poso khususnya pada ruas jalan antara Desa Tagolu dan Silanca, Kecamatan Lage sekitar 30 km dari Kota Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), pada Senin (18/6), sudah mulai normal kembali. Sejumlah alat berat sudah dikirim ke lokasi bencana sejak Minggu.
"Petugas TNI/Polri juga ikut membantu memperbaiki jalan yang rusak, dan syukur Alhamdulillah ruas itu kini sudah mulai normal dan bisa dilewati lagi oleh kendaraan," kata Kabag Humas Pemkab Poso, Amir Kiat, kepada SP, Senin (18/6).
Seperti diketahui di ruas jalan yang menghubungkan wilayah pesisir timur Sulteng ke jalur Trans Sulawesi, yakni Sulteng-Sulsel dan Sulteng-Gorontalo-Sulut itu, pada Minggu (17/6), terjadi lebih dari 15 titik longsor di sepanjang jalan sekitar 3 km.
Sangat Tinggi
Curah hujan yang sangat tinggi sejak sepekan terakhir di Poso mengakibatkan terjadi tanah longsong dan pohon-pohon besar bertumbangan di badan- badan jalan. Ruas jalan ini yang dikelilingi hutan dan perbukitan ini pernah menjadi basis konflik horizontal di Poso (tahun 200-2003).
Akibat bencana itu, ratusan kendaraan dari arah Kabupaten Tojo Una-una dan Banggai yang hendak ke Poso, Palu serta provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi, Minggu, sempat terjebak di ruas ini. Namun, pada Senin jalur sudah mulai normal kembali setelah pemerintah setempat turun memperbaiki jalan yang rusak.
Berdasarkan pemantauan SP, Senin pagi, baru satu dua kendaraan pribadi yang berani lewat di ruas tersebut. Untuk bus-bus umum dari arah Tojo Una-una, Banggai dan sebaliknya memilih jalur alternatif Madale-Toyado (pesisir pantai Poso). Namun, ruas ini memiliki jarak lebih jauh atau dua kali lipat dari melewati Tagolu-Silanca.
Warga khawatir kalau ruas ini belum normal, pemilik bus akan menaikkan tarif angkutan karena harus melewati jalan alternatif yang jaraknya lebih jauh. [128]
Last modified: 18/6/07

Saturday, June 16, 2007

SUARA PEMBARUAN DAILY
Bupati Poso Dilaporkan ke KPK

[PALU] Pdt Rinaldy Damanik MSi, melaporkan Bupati Poso, Piet Inkiriwang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan DPRD Poso. Dalam laporannya, mantan Ketua Umum Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) itu, meminta kedua lembaga tersebut mengusut dugaan penyalahgunaan dana pemulihan Poso pascakonflik dari Menko Kesra senilai Rp 58 miliar.
Menurut Damanik, proses penyaluran dana kemanusiaan tersebut telah terjadi penyalahgunaan mulai dari awal penyaluran sampai realisasi penggunaan dana terindikasi adanya korupsi.
Disebutkan, sejak dana itu ditransfer ke rekening Pemkab Poso tahun 2006, sampai saat ini Bupati Piet tidak melaporkan realisasi maupun pemanfaatan dana tersebut ke DPRD Poso. Padahal surat Menko Kesra No. B676/KMK/ SES/IV/2007 perihal laporan pelaksanaan anggaran pascabencana Kabupaten Poso tahun 2006, Bupati Poso diminta melaporkan semua pelaksanaan kegiatan dan realisasi penggunaan dana tersebut ke Menko Kesra dan DPRD Poso.
"Bahkan dalam APBD Poso tahun 2006 dan 2007, dana Rp 58 miliar tersebut tidak tampak sebagai dana perkuatan APBD Poso sebagaimana seharusnya. Ini menunjukan proses perencanaan dan implementasi dana pascabencana itu tidak melalui proses pembahasan di DPRD. Ini harus diusut," tegas Damanik dalam laporannya yang juga dikirim ke SP di Palu Kamis (14/6).
Terkait dengan penggunaan dana Rp 58 miliar, sesuai hasil pemantauan Damanik, tidak sepenuhnya menyentuh pemulihan kehidupan masyarakat. Misalnya 300 keluarga pengungsi korban kerusuhan Poso yang sampai saat ini masih menempati kompleks lapangan terbang Tentena, Poso tidak disentuh dengan bantuan itu.
Begitu juga tender-tender proyek yang bersumber dari dana bantuan tersebut diduga banyak menyimpang, sarat kolusi, korupsi dan duplikasi anggaran. Contohnya, kata Damanik, tender pengadaan ternak ditangani kantor Badan Kesatuan Bangsa Poso, padahal mestinya menjadi kewenangan penuh Dinas Pertanian Poso.
"Kita menerima laporan ada dupilikasi anggaran, misalnya rencana penataan kelistrikan dalam Kota Poso dan Poso Pesisir senilai Rp 4 miliar, padahal APBD Poso tahun 2007 juga menyediakan anggaran yang sama untuk proyek yang sama," tandasnya.
Damanik meminta KPK maupun DPRD Poso juga mengusut bantuan Gubernur Sulteng untuk Pemkab Poso sebesar Rp 1 miliar tahun 2006, dari Menko Polhukam senilai Rp 1,5 miliar juga tahun yang sama untuk membentuk satuan tugas pengamanan Poso serta Wakil Presiden Jusuf Kalla senilai Rp 1,5 miliar, di mana dana-dana tersebut tidak dimasukkan sebagai pertanggungjawaban dalam APBD Poso tahun 2006.
"Kami meminta KPK dan DPRD Poso dapat mengusut laporan-laporan masyarakat ini demi kepentingan perdamaian Poso ke depan," tandasnya.
Mendukung
Koordinator Kontras Sulawesi, Edmon Leonardo mendukung sepenuhnya laporan Damanik tersebut dan meminta KPK dapat bekerja cepat untuk mengungkap kasus ini karena sangat terkait dengan hak-hak pengungsi korban konflik kemanusiaan dan per- cepatan pemulihan Poso pasca konflik.
"DPRD Poso agar segera memanggil Bupati Piet untuk mempertanyakan masalah ini dan dilakukan audit terbuka oleh akuntan publik atas penggunaan dana APBD Poso tahun 2005-2006, termasuk bantuan-bantuan lain dalam rentang waktu tersebut," tegasnya.
Situasi di Poso saat ini relatif aman dan lancar, masyarakat melakukan aktivitasnya sebagaimana biasa, namun secara umum mereka juga menuntut pemerintah setempat agar sungguh-sungguh dalam membangun Poso ke depan sehingga daerah ini bisa kembali aman dan damai seperti dulu.
Menanggapi laporan Damanik, Bupati Poso melalui Kabag Infokom Poso, Amir Kiat mengatakan, silakan saja dilaporkan karena setiap warga mempunyai hak untuk melaporkan hal ini, apalagi menyangkut penggunaan dana public. Tapi ingat, harus ada bukti.
Soal pengggunaan dana yang tidak melalui mekanisme APBD Poso, Kiat mengatakan, ini adalah dana bantuan pusat. Jadi langsung dikelola Bapeda Poso, tak perlu lewat DPRD. [128]
Last modified: 15/6/07

Thursday, May 31, 2007

Komentar, 31 Mei 2007
Inkiriwang ajak eks pengungsi di Manado pulang
Mari Pulang, Bangun Kembali Poso Bersama

Bupati Poso Drs Piet Inkiri-wang memboyong rombongan Pemkab dan Tokoh Masyara-kat Poso ke Manado, Rabu (30/05). Di ibukota Sulawesi Utara, Inkiriwang cs seusai bertatap muka dengan Guber-nur Sulut Drs SH Sarunda-jang, selanjutnya menggelar pertemuan dengan ratusan eks pengungsi Poso, di rumah kediamannya di bilangan Karombasan. Dalam pertemuan dengan Gubernur Sarundajang yang digelar di Ruang Huyula, Kan-tor Gubernur Sulut, Inkiri-wang dan Puluhan Tokoh Ma-syarakat Poso sempat bertu-kar pikiran dengan Sarunda-jang soal pola kerukunan yang diterapkan Sarundajang di Sulut maupun ketika di-percayakan sebagai Penjabat Gubernur Maluku Utara.“ Banyak hal yang kami ba-has dalam pertemuan terse-but itu, dan salah satu hal yang nyata, bahwa keruku-nan yang ada di Bumi Nyiur Melambai telah lama ada dan telah banyak memberi kon- tribusi nyata bagi kehidupan perdamaian di daerah ini,” ungkap Inkiriwang di sela-sela pertemuan tersebut Bahkan mantan Kapolres Bitung ini mengakui kalau kerukunan di Sulut telah menjadi pionir bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu selama satu setengah tahun menjabat Bupati Poso, In-kiriwang mengaku telah ba-nyak mengadopsi pola keru-kunan di Sulut, selanjutnya diimplementasikan di Poso. “ Karena itu kedatangan kami di Sulut bertujuan untuk mencari masukan, arahan se-kaligus petunjuk dari Guber-nur Sarundajang yang telah berpengalaman memimpin daerah konflik seperti Malut dan Maluku,” ucapnya.Sementara itu, Gubernur Sarundajang sendiri mengaku sempat prihatin dengan peristiwa yang melanda Poso, menurutnya ketika Poso masih memanas, dirinya bersama-sama masyarakat Sulut terus berdoa agar konflik Poso segera berakhir. “Sudah lama saya ingin berdialog dengan masya-rakat dan pemerintah Poso soal penanganan konflik di Poso, namun baru kali ini terwujud, dan terus terang saya sangat berterima kasih kepada Bupati dan Tokoh-tokoh masyarakat Poso yang mau mengadakan studi banding di daerah ini,” tandas Sarundajang sembari menambahkan bahwa dalam waktu dekat ini dirinya be-rencana akan mengunjungi Poso. Sementara itu Inkiriwang menyempatkan diri menemui warga Poso dan mengajak warga Poso yang mengungsi, agar bisa pulang dan mem-bangun kembali Poso, daerah yang memiliki semboyan ‘Sintuwu Marosok’ (persatuan yang kuat) secara bersama-sama, karena situasi di sana sudah terkendali dan kon-dusif. “Saya mengajak warga saya untuk kembali dan bangun da-erah kita. Kondisi di sana sudah sangat kondusif dan aman,” ajak Mantan Kapolres Bitung ini. Ditambahkan Inkiriwang yang juga mantan legislator Minsel dari Partai Demokrat ini, Pemkab Poso memberi banyak kemudahan bagi warga yang ingin kembali, seperti peruma-han yang sudah banyak diba-ngun, lapangan pekerjaan dan kemudahan lainnya. “Di sana sudah dibangun dan diresmikan rumah seba-nyak 1.009 unit dan akan ditambah sebanyak 1.300 lagi. Untuk lapangan peker-jaan, honda PNS tahun 2006 sebanyak 999. siapa tahu, ada nama-nama kalian. Dan tahun 2007 ini, akan direkrut PNS sebanyak ribuan. Belum lagi lapangan pekerjaan lain-nya di bidang swasta dan per-tanian serta bidang lainnya. Tak itu saja, transportasi me-nuju Poso akan disediakan,” tambah Inkiriwang.Dari dialog yang kental de-ngan nuansa Poso karena se-ring menggunakan bahasa daerah setempat kemarin, ratusan pengungsi antusias dan optimis ingin kembali dan membangun Poso bersama. “Saya lahir dengan darah Po-so. Saya ingin berpartisipasi membangun daerah dan salut atas pemerintah yang sudah membuat Poso menjadi kon-dusif. Saya mohon banyak ke-mudahan, sebab kami sudah rindu Poso,” ujar salah se-orang pengungsi saat dialog.Dari rombongan yang dibo-yong Inkiriwang, tak hanya unsur dari pemkab namun, tokoh masyarakat, tokoh aga-ma, tua-tua adat di antara-nya, Ketua MUI Poso, Ketua BKSAUA, Yahya Mangun, Ketua Adat sekaligus Ketua Pokja, Drs Y Santo Daeng Raja, Pdt Kamcahi dari KGST, Gembala Gereja Pantekosta, Pdt Ticoalu dan tokoh-tokoh pemuda yang dulunya Korlap saat kerusuhan seperti Ibrahim (Ketua Pemuda Al Khairat), Hasan Lumi (ketua LSM), Muhan, (Tokoh Pemuda dari Mapane Poso Pesisir) dan lainnya, ikut serta dalam stu-di banding di Manado ini. Sementara itu Kabag Info-kom yang juga Jubir Bupati, Amir Kiat SH mengatakan, selain tatap muka dengan eks pengungsi, pihaknya meng-gelar studi banding di Manado untuk melihat dari dekat ke-rukunan dan pembangunan yang ada di Manado. “Lihat saja, daerah sekitar kacau terus, namun di Manado tetap aman karena kerukunan ma-syarakatnya sangat kental,” ujar Kiat. Sesuai jadwal, dari rombongan yang berjumlah 50 orang ini, Kamis (31/05) ini akan mengunjungi Bukit Kasih di Minahasa dan Jumat esok akan melihat potensi wisata Bunaken.TERORPada bagian lain, Inkiriwang mengatakan, para pelaku teror yang telah sadar, telah direkrut pemerintah Poso untuk dibeka-li. Mereka diberikan pelatihan-pelatihan untuk membuka lapa-ngan kerja. Tak itu saja, ada da-na yang diberikan untuk modal agar keterampilan yang dulunya merakit bom dan sejenisnya dirubah menjadi keterampilan-keterampilan khusus agar me-reka dapat bekerja secara baik. “Iya, kami sudah merekrut se-banyak 300-an anggota mantan teroris. Mereka akan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan seperti montir, penjahit dan lainnya agar mereka dapat bekerja kembali. Tak itu saja, ada dana untuk dijadikan modal bagi mereka agar dapat bekerja,” ujar bupati yang sukses menciptakan suasana kondusif di Poso.(mon)

Komentar, 31 Mei 2007
Inkiriwang ajak eks pengungsi di Manado pulang
Mari Pulang, Bangun Kembali Poso Bersama

Bupati Poso Drs Piet Inkiri-wang memboyong rombongan Pemkab dan Tokoh Masyara-kat Poso ke Manado, Rabu (30/05). Di ibukota Sulawesi Utara, Inkiriwang cs seusai bertatap muka dengan Guber-nur Sulut Drs SH Sarunda-jang, selanjutnya menggelar pertemuan dengan ratusan eks pengungsi Poso, di rumah kediamannya di bilangan Karombasan. Dalam pertemuan dengan Gubernur Sarundajang yang digelar di Ruang Huyula, Kan-tor Gubernur Sulut, Inkiri-wang dan Puluhan Tokoh Ma-syarakat Poso sempat bertu-kar pikiran dengan Sarunda-jang soal pola kerukunan yang diterapkan Sarundajang di Sulut maupun ketika di-percayakan sebagai Penjabat Gubernur Maluku Utara.“ Banyak hal yang kami ba-has dalam pertemuan terse-but itu, dan salah satu hal yang nyata, bahwa keruku-nan yang ada di Bumi Nyiur Melambai telah lama ada dan telah banyak memberi kon- tribusi nyata bagi kehidupan perdamaian di daerah ini,” ungkap Inkiriwang di sela-sela pertemuan tersebut Bahkan mantan Kapolres Bitung ini mengakui kalau kerukunan di Sulut telah menjadi pionir bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu selama satu setengah tahun menjabat Bupati Poso, In-kiriwang mengaku telah ba-nyak mengadopsi pola keru-kunan di Sulut, selanjutnya diimplementasikan di Poso. “ Karena itu kedatangan kami di Sulut bertujuan untuk mencari masukan, arahan se-kaligus petunjuk dari Guber-nur Sarundajang yang telah berpengalaman memimpin daerah konflik seperti Malut dan Maluku,” ucapnya.Sementara itu, Gubernur Sarundajang sendiri mengaku sempat prihatin dengan peristiwa yang melanda Poso, menurutnya ketika Poso masih memanas, dirinya bersama-sama masyarakat Sulut terus berdoa agar konflik Poso segera berakhir. “Sudah lama saya ingin berdialog dengan masya-rakat dan pemerintah Poso soal penanganan konflik di Poso, namun baru kali ini terwujud, dan terus terang saya sangat berterima kasih kepada Bupati dan Tokoh-tokoh masyarakat Poso yang mau mengadakan studi banding di daerah ini,” tandas Sarundajang sembari menambahkan bahwa dalam waktu dekat ini dirinya be-rencana akan mengunjungi Poso. Sementara itu Inkiriwang menyempatkan diri menemui warga Poso dan mengajak warga Poso yang mengungsi, agar bisa pulang dan mem-bangun kembali Poso, daerah yang memiliki semboyan ‘Sintuwu Marosok’ (persatuan yang kuat) secara bersama-sama, karena situasi di sana sudah terkendali dan kon-dusif. “Saya mengajak warga saya untuk kembali dan bangun da-erah kita. Kondisi di sana sudah sangat kondusif dan aman,” ajak Mantan Kapolres Bitung ini. Ditambahkan Inkiriwang yang juga mantan legislator Minsel dari Partai Demokrat ini, Pemkab Poso memberi banyak kemudahan bagi warga yang ingin kembali, seperti peruma-han yang sudah banyak diba-ngun, lapangan pekerjaan dan kemudahan lainnya. “Di sana sudah dibangun dan diresmikan rumah seba-nyak 1.009 unit dan akan ditambah sebanyak 1.300 lagi. Untuk lapangan peker-jaan, honda PNS tahun 2006 sebanyak 999. siapa tahu, ada nama-nama kalian. Dan tahun 2007 ini, akan direkrut PNS sebanyak ribuan. Belum lagi lapangan pekerjaan lain-nya di bidang swasta dan per-tanian serta bidang lainnya. Tak itu saja, transportasi me-nuju Poso akan disediakan,” tambah Inkiriwang.Dari dialog yang kental de-ngan nuansa Poso karena se-ring menggunakan bahasa daerah setempat kemarin, ratusan pengungsi antusias dan optimis ingin kembali dan membangun Poso bersama. “Saya lahir dengan darah Po-so. Saya ingin berpartisipasi membangun daerah dan salut atas pemerintah yang sudah membuat Poso menjadi kon-dusif. Saya mohon banyak ke-mudahan, sebab kami sudah rindu Poso,” ujar salah se-orang pengungsi saat dialog.Dari rombongan yang dibo-yong Inkiriwang, tak hanya unsur dari pemkab namun, tokoh masyarakat, tokoh aga-ma, tua-tua adat di antara-nya, Ketua MUI Poso, Ketua BKSAUA, Yahya Mangun, Ketua Adat sekaligus Ketua Pokja, Drs Y Santo Daeng Raja, Pdt Kamcahi dari KGST, Gembala Gereja Pantekosta, Pdt Ticoalu dan tokoh-tokoh pemuda yang dulunya Korlap saat kerusuhan seperti Ibrahim (Ketua Pemuda Al Khairat), Hasan Lumi (ketua LSM), Muhan, (Tokoh Pemuda dari Mapane Poso Pesisir) dan lainnya, ikut serta dalam stu-di banding di Manado ini. Sementara itu Kabag Info-kom yang juga Jubir Bupati, Amir Kiat SH mengatakan, selain tatap muka dengan eks pengungsi, pihaknya meng-gelar studi banding di Manado untuk melihat dari dekat ke-rukunan dan pembangunan yang ada di Manado. “Lihat saja, daerah sekitar kacau terus, namun di Manado tetap aman karena kerukunan ma-syarakatnya sangat kental,” ujar Kiat. Sesuai jadwal, dari rombongan yang berjumlah 50 orang ini, Kamis (31/05) ini akan mengunjungi Bukit Kasih di Minahasa dan Jumat esok akan melihat potensi wisata Bunaken.TERORPada bagian lain, Inkiriwang mengatakan, para pelaku teror yang telah sadar, telah direkrut pemerintah Poso untuk dibeka-li. Mereka diberikan pelatihan-pelatihan untuk membuka lapa-ngan kerja. Tak itu saja, ada da-na yang diberikan untuk modal agar keterampilan yang dulunya merakit bom dan sejenisnya dirubah menjadi keterampilan-keterampilan khusus agar me-reka dapat bekerja secara baik. “Iya, kami sudah merekrut se-banyak 300-an anggota mantan teroris. Mereka akan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan seperti montir, penjahit dan lainnya agar mereka dapat bekerja kembali. Tak itu saja, ada dana untuk dijadikan modal bagi mereka agar dapat bekerja,” ujar bupati yang sukses menciptakan suasana kondusif di Poso.(mon)

Komentar, 31 Mei 2007
Inkiriwang ajak eks pengungsi di Manado pulang
Mari Pulang, Bangun Kembali Poso Bersama

Bupati Poso Drs Piet Inkiri-wang memboyong rombongan Pemkab dan Tokoh Masyara-kat Poso ke Manado, Rabu (30/05). Di ibukota Sulawesi Utara, Inkiriwang cs seusai bertatap muka dengan Guber-nur Sulut Drs SH Sarunda-jang, selanjutnya menggelar pertemuan dengan ratusan eks pengungsi Poso, di rumah kediamannya di bilangan Karombasan. Dalam pertemuan dengan Gubernur Sarundajang yang digelar di Ruang Huyula, Kan-tor Gubernur Sulut, Inkiri-wang dan Puluhan Tokoh Ma-syarakat Poso sempat bertu-kar pikiran dengan Sarunda-jang soal pola kerukunan yang diterapkan Sarundajang di Sulut maupun ketika di-percayakan sebagai Penjabat Gubernur Maluku Utara.“ Banyak hal yang kami ba-has dalam pertemuan terse-but itu, dan salah satu hal yang nyata, bahwa keruku-nan yang ada di Bumi Nyiur Melambai telah lama ada dan telah banyak memberi kon- tribusi nyata bagi kehidupan perdamaian di daerah ini,” ungkap Inkiriwang di sela-sela pertemuan tersebut Bahkan mantan Kapolres Bitung ini mengakui kalau kerukunan di Sulut telah menjadi pionir bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu selama satu setengah tahun menjabat Bupati Poso, In-kiriwang mengaku telah ba-nyak mengadopsi pola keru-kunan di Sulut, selanjutnya diimplementasikan di Poso. “ Karena itu kedatangan kami di Sulut bertujuan untuk mencari masukan, arahan se-kaligus petunjuk dari Guber-nur Sarundajang yang telah berpengalaman memimpin daerah konflik seperti Malut dan Maluku,” ucapnya.Sementara itu, Gubernur Sarundajang sendiri mengaku sempat prihatin dengan peristiwa yang melanda Poso, menurutnya ketika Poso masih memanas, dirinya bersama-sama masyarakat Sulut terus berdoa agar konflik Poso segera berakhir. “Sudah lama saya ingin berdialog dengan masya-rakat dan pemerintah Poso soal penanganan konflik di Poso, namun baru kali ini terwujud, dan terus terang saya sangat berterima kasih kepada Bupati dan Tokoh-tokoh masyarakat Poso yang mau mengadakan studi banding di daerah ini,” tandas Sarundajang sembari menambahkan bahwa dalam waktu dekat ini dirinya be-rencana akan mengunjungi Poso. Sementara itu Inkiriwang menyempatkan diri menemui warga Poso dan mengajak warga Poso yang mengungsi, agar bisa pulang dan mem-bangun kembali Poso, daerah yang memiliki semboyan ‘Sintuwu Marosok’ (persatuan yang kuat) secara bersama-sama, karena situasi di sana sudah terkendali dan kon-dusif. “Saya mengajak warga saya untuk kembali dan bangun da-erah kita. Kondisi di sana sudah sangat kondusif dan aman,” ajak Mantan Kapolres Bitung ini. Ditambahkan Inkiriwang yang juga mantan legislator Minsel dari Partai Demokrat ini, Pemkab Poso memberi banyak kemudahan bagi warga yang ingin kembali, seperti peruma-han yang sudah banyak diba-ngun, lapangan pekerjaan dan kemudahan lainnya. “Di sana sudah dibangun dan diresmikan rumah seba-nyak 1.009 unit dan akan ditambah sebanyak 1.300 lagi. Untuk lapangan peker-jaan, honda PNS tahun 2006 sebanyak 999. siapa tahu, ada nama-nama kalian. Dan tahun 2007 ini, akan direkrut PNS sebanyak ribuan. Belum lagi lapangan pekerjaan lain-nya di bidang swasta dan per-tanian serta bidang lainnya. Tak itu saja, transportasi me-nuju Poso akan disediakan,” tambah Inkiriwang.Dari dialog yang kental de-ngan nuansa Poso karena se-ring menggunakan bahasa daerah setempat kemarin, ratusan pengungsi antusias dan optimis ingin kembali dan membangun Poso bersama. “Saya lahir dengan darah Po-so. Saya ingin berpartisipasi membangun daerah dan salut atas pemerintah yang sudah membuat Poso menjadi kon-dusif. Saya mohon banyak ke-mudahan, sebab kami sudah rindu Poso,” ujar salah se-orang pengungsi saat dialog.Dari rombongan yang dibo-yong Inkiriwang, tak hanya unsur dari pemkab namun, tokoh masyarakat, tokoh aga-ma, tua-tua adat di antara-nya, Ketua MUI Poso, Ketua BKSAUA, Yahya Mangun, Ketua Adat sekaligus Ketua Pokja, Drs Y Santo Daeng Raja, Pdt Kamcahi dari KGST, Gembala Gereja Pantekosta, Pdt Ticoalu dan tokoh-tokoh pemuda yang dulunya Korlap saat kerusuhan seperti Ibrahim (Ketua Pemuda Al Khairat), Hasan Lumi (ketua LSM), Muhan, (Tokoh Pemuda dari Mapane Poso Pesisir) dan lainnya, ikut serta dalam stu-di banding di Manado ini. Sementara itu Kabag Info-kom yang juga Jubir Bupati, Amir Kiat SH mengatakan, selain tatap muka dengan eks pengungsi, pihaknya meng-gelar studi banding di Manado untuk melihat dari dekat ke-rukunan dan pembangunan yang ada di Manado. “Lihat saja, daerah sekitar kacau terus, namun di Manado tetap aman karena kerukunan ma-syarakatnya sangat kental,” ujar Kiat. Sesuai jadwal, dari rombongan yang berjumlah 50 orang ini, Kamis (31/05) ini akan mengunjungi Bukit Kasih di Minahasa dan Jumat esok akan melihat potensi wisata Bunaken.TERORPada bagian lain, Inkiriwang mengatakan, para pelaku teror yang telah sadar, telah direkrut pemerintah Poso untuk dibeka-li. Mereka diberikan pelatihan-pelatihan untuk membuka lapa-ngan kerja. Tak itu saja, ada da-na yang diberikan untuk modal agar keterampilan yang dulunya merakit bom dan sejenisnya dirubah menjadi keterampilan-keterampilan khusus agar me-reka dapat bekerja secara baik. “Iya, kami sudah merekrut se-banyak 300-an anggota mantan teroris. Mereka akan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan seperti montir, penjahit dan lainnya agar mereka dapat bekerja kembali. Tak itu saja, ada dana untuk dijadikan modal bagi mereka agar dapat bekerja,” ujar bupati yang sukses menciptakan suasana kondusif di Poso.(mon)