Ribuan Massa Kepung Kantor Bupati Poso
Radar Sulteng, Jumat, 24 Februari 2006
POSO- Bupati Poso Drs Piet Ingkiriwang bakal didemo besar-besaran masyarakat Poso ternyata bukan sekadar isu belaka. Buktinya, Kamis (23/2) kemarin golombang massa dari berbagai elemen masyarakat Poso yang berjumlah sekitar 3.000-an orang bergabung mendemo bupati hasil Pilkada secara langsung tersebut.
Massa pendemo bergerak dari halaman Masjid Agung Jalan Pulau Natuna yang dijadikan Forum Silaturahim Pembela Umat Islam (FSPUI) Poso sebagai pos induk. Ribuan massa itu gabungan dari FSPUI, FPI, Koalisi Masyarakat Cinta Damai Tanah Poso (KMCDTP) serta massa dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Poso.
Disaat pendemo melakukan konsolidasi, bersamaan itu juga di kantor Bupati Poso termasuk di kantor Satgas Poso yang hanya bersebelahan dengan kantor bupati telah dijaga 1 kompi Brimob dan Perintis Polres Poso. Sementara anggota Satpol Pol PP siap di pintu gerbang untuk menghalangi pendemo agar tidak masuk ke halaman kantor bupati.
Massa bergerak dari halaman Masjid Agung sekitar pukul 10.00 wita long mars melewati jalan Natuna terus ke jalan Pulau Timur. Di depan kantor DPRD Poso, massa menjadi dua kelompok. Massa FSPUI bersama FPI terus berjalan menuju Jalan Pulau Timur, sedangkan massa dari KMCDTP serta PKS memutar menuju Jalan Pulau Buru kemudian ke jalur dua Jalan Pulau Sulawesi.
Massa yang dipecah dua bagian ini mengepung kantor bupati Poso. Massa KMCDTP dan PKS dihadang di pintu masuk halaman samping kantor bupati, sedangkan massa FPI dan FSPUI lewat pintu pagar depan kantor bupati. Melihat massa masuk dari dua arah, polisi pun sebagaian diarahkan menghadang di pintu samping yang tidak disangka akan dimasuki massa juga.
Karena tidak diizinkan masuk ke halaman kantor bupati, massa yang dipimpin H Adnan Arsal dan Burhanudin Sapii hanya bisa melakukan orasi di luar kantor. Negosiasipun dilakukan, lewat Kabag Infokom Amir Kiat SH menemui Bupati Piet Ingkiriwang agar bersedia menerima pendemo.
Diputuskan yang diterima perwakilan saja. Sebanyak 20 orang perwakilan menjadi utusan menemui bupati. Mereka antara lain H Adnan Arsal, Sarifullah Djafar, Burhanudin, Lukito, Radi Jeba (Mertua Ipong) serta lainnya.
Bupati Piet dalam pertemuan di ruang kerjanya dengan perwakilan pendemo, dikawal para pengawal yang berdiri di belakangnya. Ikut mendampinginya, Wabup Abdul Muthalib Rimi dan Plh Sekdakab Poso Drs Harry S Kabi.
Dalam pertemuan itu H Adnan Arsal mengharapkan Bupati Piet bersama kajaksaan, pengadilan dan kapolres menyurat kembali ke MA meminta Ipong dan Yusuf disidang di Poso. ‘’Saya pertaruhkan kepada masyarakat muslim Poso meminta Ipong dan Yusuf disidang di Poso. Yang menyerahkan Ipong ke kapolda itu adalah saya. Itupun penyerahan setelah dilakukan negosiasi serta adanya komitmen kapolda bahwa Ipong diproses di Polda. Tapi kenyataannya, Ipong dibawa ke Jakarta. Bila Ipong dan Yusuf tidak dibawa ke Poso, massa pendemo akan menduduki kantor bupati,’’ tegasnya. Dalam pertemuan itu Adnan juga mendesak segera dibentuk TPGF Poso.
Bupati Piet mengatakan tidak punya kewenangan untuk meminta MA agar Ipong dan Yusuf disidangkan di Poso. Kewenangan ini ada pada kejaksaan, pengadilan dan kapolres. Namun Piet mengaku bersedia memfasilitasi forum bertemu MA mempertanyakan persoalan Ipong.
Tapi tawaran bupati tersebut ditolak. Kata Adnan, mereka siap saja ke MA asalkan mereka membawa surat permintaan yang ditandatangani kejaksaan, pengadilan, kapolres serta bupati.
Perwakilan pendemo pada saat itu mendesak bupati Piet melakukan rapat dengan para muspida dalam hal ini kapolres, kejaksaan dan pengadilan menyikapi tuntutan ini. Mendengar desakan itu, bupati minta para pendemo bersabar, dam akan mengundang muspida tersebut.
Menunggu hasil rapat muspida, pendemo membuktikan ancamannya untuk bermalam di kantor bupati. Pendemo memasang dua tenda, satu tenda dipasang di jalan depan kantor Bupati Poso, sedangkan satu tenda lagi dipasangan depan pintu samping kiri kantor bupati.
Selain kasus Ipong, wakil pendemo juga menyoroti berbagai hal terhadap Bupati Piet. Misalnya, soal ijazahnya yang diduga palsu, gelar sarjana dan pengawalan dirinya seperti pengawalan presiden.
Anto, salah seorang wakil pendemo Anto menyatakan, yang menciptakan kondisi ketidaknyamanan di Poso ini adalah Bupati Poso Piet sendiri. Sebab, pengawalan yang berlebihan justru menciptakan kesan bagi orang luar bahwa Poso belum aman.
Soal ijazah bupati mengatakan menyerahkan sepenuhnya ke polisi untuk diproses hukum. ‘’Koalisi kan sudah melapor ke Polda, kita tunggu saja apa hasilnya. Biar nanti kapolda yang memberi klarifikasi apa ijazah saya palsu atau tidak,’’ ujarnya.
Bupati juga ditanyakan soal gelar yang dipakai Drs atau S.Sos. Atas pertanyaan ini, Piet tampak tidak bisa menjawabnya.(wan)
Saturday, February 25, 2006
Posted @ 3:15 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment