Friday, May 05, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Masyarakat Belu Desak Eksekusi Tibo Cs Dibatalkan

[JAKARTA] Masyarakat Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak pemerintah membatalkan eksekusi atas terpidana mati kasus Poso, Fabianus Tibo Cs. Desakan moral tersebut dilandaskan pada asas kemanusiaan, keadilan, kebenaran serta demi penghargaan setinggi-tingginya terhadap hak hidup manusia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Aspirasi masyarakat Belu tersebut dititipkan kepada Forum Kerjasama Antar Pimpinan Agama (FKPA) dan Forum Organisasi Kemasyarakatan Lintas Agama Kabupaten Belu, yang khusus datang ke Jakarta bersama sejumlah anggota DPRD Belu, untuk bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua DPR Agung Laksono dan Ketua MA Bagir Manan. Kendati telah beberapa hari di Jakarta, mereka belum bisa bertemu dengan para petinggi negara. Mereka telah menyampaikan aspirasi tersebut ke Komnas HAM, Kontras, dan beberapa anggota DPR yang mewakili NTT.
"Kami akan berupaya sekuat tenaga agar aspirasi umat dan masyarakat kami di Belu bisa diterima dan didengar langsung para pemimpin bangsa ini," ujar Romo Yanuarius Seran dari Keuskupan Atambua dan Ketua MUI Belu, HM Hassan kepada Pembaruan di Jakarta, Rabu (3/5). Kedua pemuka agama yang terlibat aktif dalam FKPA ini didampingi oleh Johanes Bria (Ketua Pemuda Katolik Belu) dan Yumima Malaikosa (Ketua Wanita GMIT Belu), serta delapan anggota DPRD Kabupaten Belu.
Menurut Bria, datang ke Jakarta membawa aspirasi masyarakat Belu itu merupakan tindak lanjut dari aksi unjuk sikap sekitar 8.000 warga Belu di DPRD setempat pada 27 April lalu, yang mendesak agar pemerintah membatalkan eksekusi mati Tibo Cs.
Dalam seruan moral tertulis FKPA yang ditandatangani Uskup Atambua Mgr Anton Pain Ratu SVD (Ketua FKPA), Ketua Badan Kerjasama Gereja-Gereja se Kabupaten Belu, Pdt Isakh Hendrik STh, Ketua Majelis Ulama Indonesia Belu HM Hassan, dan Ketua Parihisada Hindu Dharma Belu Ida Bagus Putu S utha, disebutkan bahwa penanganan kasus Tibo Cs harus ditinjau kembali secara objektif dengan hati nurani yang jernih berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran. Sehingga bisa mencerminkan rasa keadilan dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia yang dituntut Pancasila.
Hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman yang berlaku dalam sistem hukum pidana di Indonesia perlu ditinjau untuk dihapus karena tidak sesuai dengan Sila Kedua Pancasila dan Deklarasi Bangsa-Bangsa tentang HAM. "Kami mendesak Presiden Yudhoyono memperhatikan dengan hati nurani yang jernih rintihan rasa keadilan masyarakat luas dan tuntutan hati nurani ketiga terpidana mati kasus Poso itu," ujar Romo Yanuarius.
Selaras dengan itu, Forum Organisasi Kemasyarakatan Lintas Agama Belu dalam pernyataan sikap tertulisnya, juga men- desak Presiden dan DPR untuk segera menghapus bentuk hukuman mati dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Mereka menilai, hukuman mati tidak sesuai dengan Deklarasi Universal tentang HAM dan Pancasila. [M-12]
Last modified: 4/5/06

No comments: