Friday, May 12, 2006

Komentar, 11 May 2006
Sambuaga: Ajukan grasi kedua ke presidenTibo Cs Tempati Ruangan Isolasi

Pascapenolakan Mahkamah Agung (MA) atas PK kedua, mulai kemarin (10/05) Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, dipindahkan di sel isolasi. Ketiga terpidana hukuman mati sudah tidak lagi satu bangsal, tapi menempati kamar sendiri-sendiri.“Yah, mulai hari ini (kemarin, red) Tibo cs sudah diisolasi menyusul Peninjauan Kembali (PK) keduanya ditolak Mahka-mah Agung,” kata Kepala Di-visi Pemasyarakatan Kanwil Kehakiman dan HAM Sulteng, Ma’as Damsik, kepada warta-wan di Lembaga Pemasyara-katan Petobo, Palu.Buntut isolasi ini, Ma’as me-ngatakan, tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso terse-but sudah tak bisa ditemui, kecuali kalau ada izin dari pi-hak Kejati Sulteng. Pihaknya, kata dia, sudah tak berwewe-nang mengeluarkan izin un-tuk ketemu Tibo cs.Sementara itu Keluarga Tibo cs mengaku kecewa dengan hasil keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Pe-ninjauan Kembali (PK) kedua yang diajukan para terpidana melalui pengacaranya di Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma) Indonesia. “Saya kecewa dengan kepu-tusan MA. Sangat tidak adil,” kata Robert Tibo, anak kan-dung Fabianus Tibo.Sementara dari Jakarta, Ke-tua Komisi I DPR RI, Theo Sambuaga kepada Komentar mengatakan, upaya hukum Tibo cs masih terbuka yakni mengajukan grasi kedua kepada presiden. “Tibo cs bisa mengupayakan permohonan grasi ke dua ke presiden,” kata Sambuaga kemarin.Dikatakannya, penolakan PK adalah bagian dari hukum. Namun demikian, untuk me-wujudkan rasa keadilan, yang bersangkutan diberi kesem-patan melakukan permoho-nan grasi ke dua ke presiden. “Meskipun grasi pertama di-tolak presiden, tetapi sebagai terpidana, berhak mengupa-yakan keadilan dengan grasi kedua,” terangnya seraya me-ngatakan, itu adalah keadilan yang tertinggi. Sambuaga sendiri mengharapkan, jika ada pengajuan grasi kedua, harus diberikan kesempatan penundaan eksekusi. Sedangkan Ketua DPP PDIP kepada koran ini menandas-kan, hukuman mati dan peno-lakan grasi oleh presiden ter-hadap Tibo cs, terlalu tenden-sius. “Coba kita bayangkan, kejadian itu terjadi dalam sebuah konflik horizontal yang sampai hari ini pun kita tidak tahu siapa yang mulai. Siap yang membunuh dan ter-bunuh,” tukasnya. Dikatakannya, dalam seja-rah perang dunia pun, tak per-nah ada seseorang yang mam-pu membunuh 200 orang se-kaligus, seperti yang didakwa-kan hakim kepada Tibo cs. “Ada yang janggal dan harus dipertanyakan. Siapa yang bermain-main dalam keputu-san MA sebagai keputusan hukum,” urainya seraya me-nambahkan, keputusan tersebut kita hargai, tetapi aspek lain harus diteliti tuntas.(zal/tin)

No comments: