Wednesday, May 10, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Kuasa Hukum Tibo Cs akan Lakukan Perlawanan Terhadap MA
[JAKARTA] Kuasa hukum tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso III, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu akan melakukan perlawanan terhadap
Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus), terkait MA kembali menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Tibo Cs.
"Kami menilai MA tidak mengambil terobosan dalam kasus ini. MA justru ingin melindungi pelaku kasus kerusuhan yang sebenarnya, yang sebagian dari mereka masih berkeliaran di Jakarta. Karena itu, begitu kami menerima salinan putusan MA itu, kami menggugat MA melalui pengadilan negeri Jakarta Pusat," kata salah satu kuasa hukum tiga terpidana, Petrus Selestinus kepada Pembaruan, Selasa (9/5).
Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko mengatakan, MA kembali menolak permohonan PK yang diajukan Tibo Cs karena secara hukum mengajukan PK untuk keduanya tidak di- benarkan.
Putusan tersebut diambil dalam musyawarah majelis hakim diketuai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Mariana Sutadi, dengan hakim Anggota, Djoko Sarwoko, Timor P Manurung, Harifin A Tumpa dan Paulus Effendi Lotulung. "Pendapat semua majelis hakim sama, menyatakan permohonan PK kedua yang diajukan para pemohon tidak dapat diterima," katanya.
Ketiga terpidana mati divonis bersalah dalam kerusuhan Poso tahun 2000 dan dijatuhi hukuman mati oleh PN Palu pada 5 April 2001. Upaya hukum yang ditempuh ketiga terpidana tersebut sudah mencapai PK yang ditolak MA pada Maret 2004. Berkas perkara PK kedua mereka diterima bagian Direktorat Pidana MA pada 3 April 2006.
Selestinus mengakui, PK II tidak diatur dalam hukum. Namun, dalam Pasal 79 UU No 5/1985 tentang MA mengatakan, untuk menjamin kelancaran peradilan MA diberikan kewenangan untuk mengeluarkan peraturan MA agar tidak terjadi kekosongan hukum. "Aturan seperti ini dibuat untuk mengantisipasi akibat yang timbul di kemudian hari. Dalam kasus Tibo Cs ini, kalau terbukti di kemudian hari, mereka bukan pelaku, langkah apa yang diambil MA, sementara mereka sudah ditembak mati," katanya.
Dikatakan, adanya aturan dalam pasal 79 UU No 5/1985 tentang MA itulah yang membuat mere- ka optimistis mengajukan PK II. Banyak aturan MA yang berdasarkan 79 UU itu, di antaranya pengadilan class action, fungsi MA se-perti Mahkamah Konstitusi (MK), sebelum MK ada. "Berdasarkan ini, kami menyayangkan MA tidak mengambil terobosan dalam kasus ini," kata dia.
Pertimbangan MA yang mengatakan, tidak ada bukti baru, sungguh tidak benar. Karena dalam persidangan di PN Palu, beberapa waktu lalu, ada sembilan orang saksi yang menerangkan tiga terpidana tidak terlibat dalam kasus tersebut. MA rupanya ingin melindungi para pelaku yang sebenarnya dalam kasus Poso.
Menurut Djoko yang menjadi dasar pertimbangan hakim tersebut adalah ada tiga UU yang menyatakan PK kedua tidak dibenarkan, salah satunya adalah Pasal 23 Ayat 2 UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan, putusan PK tidak dapat diajukan PK kembali. Pasal 66 Ayat 1 UU No 5/2004 tentang MA, yang antara lain mengatakan, permohonan PK hanya dapat diajukan satu kali. Pasal 268 Ayat 3 UU No 8/1981 tentang KUHAP yang berbunyi," permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja."
Walaupun persyaratan formal dan normatif PK II Tibo Cs sudah tidak memenuhi, majelis hakim tetap memeriksa pokok perkara. Namun, ternyata dalam pokok perkara tidak dapat menemukan bukti baru maupun kesalahan menyolok dari PN Palu dan Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Tengah yang telah memeriksa kasus tersebut. Berdasarkan itu majelis hakim kasasi berkesimpulan, PN Palu dan PT Sulawesi Tengah telah benar dalam menerapkan hukum.
Selain itu, katanya, para terpidana mati telah mengajukan grasi atau permintaan pengampunan kepada Presiden. Dengan mengajukan grasi, berarti para terpidana telah meminta pengampunan. Jika telah memohon pengampunan, artinya para terpidana telah mengaku berbuat kesalahan. MA segera mengirim salinan putusan lengkap kepada PN Palu.
Sementara itu dari Palu dilaporkan, keluarga serta rohaniawan terpidana mati kerusuhan Poso, Tibo Cs kecewa berat dengan hasil keputusan MA) yang menolak PK kedua yang diajukan para terpidana me- lalui pengacaranya di Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma) Indonesia.
"Kami kecewa berat. Keputusan MA sangat tidak adil. Keputusannya lebih bermuatan politis daripada hukum murni," kata Rober Tibo, anak kandung Fabianus Tibo serta Pastor Jemmy Tumbelaka, rohaniawan yang ditetapkan oleh Gereja Katolik untuk mendampingi Tibo dalam pelayanan selama ini.
Rober mengatakan, dia bersama ibunya Ny Nurlin Kasiala Tibo, sedang berada di Tentena, Poso, dan mendapat informasi penolakan PK tersebut melalui berita di televisi. "Tadi malam kami menonton televisi, dan mengetahui informasi tersebut.
Saat ini kami masih menunggu apa langkah selanjutnya yang akan dibuat tim pengacara kami. Kami ingin sekali bertemu papa di Lembaga Pemasyarakatan Palu," katanya ketika dihubungi via telepon seluler Rabu (10/5).
Sementara itu, Pastor Jemmy Tumbelaka mengatakan, penolakan PK Tibo cs tersebut berdampak besar bagi upaya penegakan hukum di Indonesia.
"Masalahnya, MA sama sekali tidak berkehendak melihat isi atau substansi materi PK II, tapi keputusan yang dihasilkan lebih bermuatan politis," ujarnya. [E-8/128]
Last modified: 10/5/06

No comments: