Monday, April 02, 2007

Tempo, Edisi. 06/XXXIIIIII/02 - 8 April 2007
Nyanyian Para Tersangka

Struktur Jamaah Islamiyah berubah. Mulai mengucilkan Noor Din Mohammad Top.
PERTEMUAN keluarga itu berlangsung di ruang perawatan VIP Rumah Sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta, Rabu malam pekan lalu. Mujadid, yang kaki kirinya ditembak anggota Satuan Tugas Bom Kepolisian, dipertemukan dengan istri, dua anak, dan adik iparnya.
Mujadid gembira dengan kedatangan keluarga yang dijemput khusus oleh polisi itu. ”Saya sebelumnya mengira akan dipukuli atau disetrum saat tertangkap,” katanya. ”Ternyata saya diperlakukan dengan baik.” Ia terus memeluk si bungsu di pangkuannya.
Mujadid, 27 tahun, ditangkap polisi sepekan sebelumnya di Desa Purwosari, Kranggan, Temanggung, Jawa Tengah. Ia, yang juga memakai nama alias Saiful Anam, dituduh terlibat pengeboman Pasar Tentena, Poso, pada Mei 2005. Dia juga diduga anggota Jamaah Islamiyah yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa divonis sebagai kelompok teroris.
Segera setelah ditangkap, Mujadid membuka aktivitas jaringannya. Polisi juga menggali keterangan dari tersangka lain yang dicokok sepanjang dua pekan lalu: Sarwo Edi alias Suparjo, Amir Achmadi, Sikas alias Karim, Maulana alias Holis, dan Sutarjo Kumari alias Abu Azazi.
Dari keterangan mereka polisi menyimpulkan, terjadi perubahan-perubahan dalam struktur Al-Jamaah Islamiyah. Sayap militer kelompok itu, yang sebelumnya disebut sebagai asykari kini berubah nama menjadi ishoba. Struktur baru itu, kabarnya, akan dirilis polisi pekan ini.
Sarwo Edi, yang ditangkap dalam penggerebekan di Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Selasa dua pekan lalu, merupakan pemimpin ishoba wilayah Semarang. Ia bawahan Abu Dujana yang disebut-sebut memimpin sayap militer se-Jawa.
Seorang penyelidik menyebutkan, ini perubahan ketiga dalam struktur Jamaah Islamiyah. Struktur pertama disusun berdasarkan Pedoman Umum Perjuangan Al-Jamaah al-Islamiyah. Pedoman itu diubah pada 2003. ”Dokumen perubahan ini ditemukan polisi dalam penggerebekan di Semarang tahun lalu,” kata penyelidik itu.
Perwira itu juga menyebutkan, Jamaah Islamiyah kini juga mulai ”mengucilkan” Noor Din Mohammad Top, tersangka teroris yang diburu kepolisian di Asia Tenggara. Buron berkewarganegaraan Malaysia itu tak lagi diberi fasilitas persembunyian.
Ada tiga hal yang membuat Noor Din diasingkan. Ia dituduh tak pernah melaporkan kegiatannya kepada pemimpin Jamaah Islamiyah. Ia juga tidak pernah meminta izin pemimpin Jamaah ketika merekrut anggota gerakan untuk melakukan aksi peledakan. Yang terakhir, aksi peledakan oleh Noor Din dinilai banyak memakan korban warga muslim.
Perwira itu juga menambahkan bahwa polisi tidak bisa benar-benar mempercayai ”nyanyian” para tersangka. ”Kita tidak boleh meremehkan kelompok seperti Jamaah Islamiyah,” katanya. Ia lalu menunjuk penemuan bahan peledak di rumah para tersangka. Bukan hanya bahan mentah seperti potasium klorat dan TNT, polisi ternyata juga menemukan bom rakitan yang siap diledakkan.
Sejumlah buron pun diduga memiliki kemampuan merakit bom, di antaranya adalah Opik Lawanga. Menurut Mujadid, Opik adalah perakit bom yang ia ledakkan di Pasar Tentena. ”Dia sendiri yang menyiapkan bahan dan merakit bom itu,” katanya kepada Tempo.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jenderal Sutanto, menyebutkan bahwa Opik pernah mendapat pelatihan dari Dr. Azahari, ahli bom yang tewas dalam penyergapan polisi di Batu, Jawa Timur, November 2005. ”Azahari juga sempat melatih beberapa orang,” kata Jenderal Sutanto.
Budi Setyarso (Yogyakarta)

No comments: