Saturday, March 24, 2007

SUARA PEMBARUAN DAILY
Kapolda Sulteng: 11 DPO Poso Sangat Berbahaya

Polisi memeriksa bahan baku bom yang ditemukan dalam penggerebekan di Sukoharjo, Kamis (22/3). [Foto: AP/Ali Lutfi]
[PALU] Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Pol Badrodin Haiti menyatakan, 11 tersangka kasus Poso yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Polri dan belum tertangkap, keberadaan mereka sangat berbahaya. Mereka pandai merakit bahan-bahan peledak pemusnah massal seperti bom dan senjata api.
"Kalau ada warga masyarakat yang mengetahui keberadaan mereka mohon segera laporkan ke kepolisian terdekat agar mereka bisa segera ditangkap," ujar Badrodin seusai berbicara pada seminar "Pemberitaan Pers untuk Poso Damai" yang dilaksanakan komunitas wartawan unit Pemprov Sulteng, Kamis (22/3), di Palu.
Ke 11 DPO adalah sisa dari 29 DPO Poso yang belum tertangkap. Sebanyak 21 orang sudah berhasil ditangkap atau menyerahkan diri ke Polres Poso dan Polda Sulteng.
Disebutkan, salah satu dari 11 DPO yang belum tertangkap yang sangat berbahaya, yakni Taufik Baruga alias Upik atau juga dikenal sebagai Upik Lawanga.
Pria asal Poso ini sangat pandai merakit bom sekelas Mujadid alias Brekele, DPO Poso yang ditangkap di Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (21/3) malam. (Pembaruan, Kamis, 22/3).
Mujadid, sampai saat ini masih dirawat di salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Salah satu kakinya luka parah akibat ditembak polisi karena melawan saat akan ditangkap. "Tersangka juga memiliki senjata dan saat hendak ditangkap mencoba melawan petugas sehingga ia terpaksa kita lumpuhkan," katanya.
Melarikan Diri
Ke 11 DPO, menurut Badrodin, sebagian sudah melarikan diri ke Pulau Jawa dan Sumatera. Yang masih bersembunyi di Poso tinggal kurang dari delapan orang, tapi lainnya sudah lari ke Jawa dan Sumatera.
Para DPO itu melarikan diri pascapenggerebekan polisi tanggal 11 dan 22 Januari di Kelurahan Gebang Rejo dan Kayamanya, Poso Kota. Mereka lari melalui jalur laut pakai motor katinting.
"Mereka melewati hutan pegunungan kemudian tembus di Tokorondo Poso Pesisir. Dari situ mereka naik katinting menuju pelabuhan di Palu dan lari ke Jawa dengan naik kapal laut," katanya.
Mengenai keberadaan beberapa oknum yang mengaku- ngaku sebagai guru agama (ustaz) di Poso tapi ternyata diduga menjadi otak pelaku aksi-aksi kekerasan, menurut Badrodin, mereka juga masih dicari. "Mereka juga jadi target pengejaran kita. Mereka itu otak di balik aksi-aksi kekerasan di Poso," tegasnya.
Polisi saat ini tengah menyelidiki keberadaan dokter Agus, seorang yang selama ini juga diduga terlibat kasus-kasus kekerasan Poso. Agus yang memberikan nasihat kepada para pelaku yang hendak meledakkan bom di Pasar Tentena Mei 2005. Dalam kejadian itu 22 orang tewas dan 50 orang lainnya terluka.
Situasi keamanan di Poso, lanjut Badrodin, sudah semakin membaik. Secara bertahap aparat yang diperbantukan men- jaga keamanan Poso mulai di- tarik. "Kita sudah tarik 1 satuan setingkat kompi (SSK) Brimob, dan mungkin akan ditarik lagi 2 SSK dan diganti dengan pasukan lain," katanya.
Sementara itu, berita penyergapan yang dilakukan Detasemen 88 Antiteror Mabes Polri, Selasa (20/3) malam, nyaris tak diketahui oleh warga di RT 04/RW 06, Kelurahan Banjardowo, Kecamatan Genuk, Semarang. Padahal, surat kabar dan televisi cukup gencar memberitakannya.
Warga yang ditemui rata-rata mengaku tak tahu jika salah satu tersangka teroris yang tertembak kakinya dalam penyergapan di Depok, Sleman itu, adalah Suparjo, tetangga mereka. "Oh, orang yang tertangkap itu Suparjo, tho? Bukan Suparjo yang lain?'' ujar Asbat, salah seorang tetangganya, saat ditemui wartawan di rumahnya, Kamis (22/3).
Bagi Asbat, Suparjo, yang juga punya nama Sarwo Edi, dikenal sebagai orang baik-baik. Meski, ayah lima anak itu cenderung tertutup dengan warga di kampungnya. "Orangnya baik, kalau dengan tetangga juga bertegur sapa, tapi tak pernah mau ikut kumpulan dengan warga. Istrinya juga begitu, kalau diminta ikut kegiatan PKK atau posyandu menolak," ujarnya.
Suparjo, sehari-hari dikenal bekerja sebagai guru di SMP Mahad Islam di Jalan Citarum, Semarang Timur. Pria berperawakan tinggi besar itu juga dikenal sebagai guru bela diri tae kwon do. Warga tak tahu persis kapan Suparjo terlibat dalam kelompok terorisme.
Yang diingatnya, sekitar tahun 2003, Suparjo tiba-tiba saja menghilang bersama keluarganya, tanpa pamit kepada warga. Belakangan, ada warga yang tahu kalau dia pindah ke Muntilan, Magelang. [128/142/070]
Last modified: 22/3/07

No comments: