Saturday, April 08, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Kejaksaan Harus Tunda Eksekusi Tibo

[PALU] Kejaksaan harus menunda pelaksanaan eksekusi mati terhadap Tibo Cs. Hal itu diperlukan guna mengungkap kasus kerusuhan Poso sampai ke akar-akarnya, termasuk untuk menemukan dalang kerusuhan itu.

Demikian diungkapkan penasihat hukum Tibo Cs, Adrianus Hode kepada Pembaruan di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (6/4).

Dia menambahkan, tugas penyidik untuk mencari saksi guna mengusut kejadian dan pelaku sebenarnya, termasuk 16 orang yang dibeberkan Tibo. Posisi Tibo sebagai saksi pelapor dan saksi kunci harus ada sampai proses hukum kasus tersebut ke pengadilan nantinya. Karena itu, jika hukuman mati tetap dilakukan, akan menutup kasus yang sebenarnya.

"Dengan adanya penyidikan ini, kejaksaan harus menunda eksekusi. Kemudian, dengan terungkapnya 16 nama ini, kita berharap besar kejadian di Poso terungkap sampai ke akar-akarnya. Tidak menutup kemungkinan, dengan terungkitnya kejadian sebenarnya, bisa membebaskan dan mengubah putusan pengadilan, bahwa yang didakwakan selama ini tidak seperti yang terjadi. Dengan adanya kesaksian ini, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak sesuai dengan fakta di lapangan," papar Adrianus.

Karena itu, negara wajib melindungi terpidana mati kasus Poso, Fabianus Tibo dan kedua terpidana lainnya sebagai saksi kunci pengungkapan 16 aktor utama kerusuhan Poso jilid III. Diharapkan penyidikan terhadap 16 orang itu bisa segera dilakukan untuk dapat menguak konflik Poso, kata .

"Dengan dia menyebut 16 nama itu, ini harus direspon tim penyidik, dari jumlah saksi sudah cukup tiga orang. Ditambah saksi dari luar dan saksi di LP Palu, yakni Hery Mingkawa dan Yonisius Mencanda. Itu sudah memenuhi syarat formal bahwa polisi harus segera memulai penyidikan," tegasnya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Utara KH Arifin Assagaf seusai menjenguk Tibo mengatakan, eksekusi ketiga terpidana harus ditunda. Hal itu diperlukan agar pemerintah berkesempatan meneliti seluruh keterangan-keterangan dan bukti-bukti baru yang terungkap pada persidangan 9 Maret lalu.

Tiga terpidana itu diputus hakim PN Palu dengan pidana mati pada 5 April 2001 karena bersalah sesuai dakwaan penuntut umum, yakni melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama, melakukan pembakaran, dan penganiayaan secara berlanjut. Dakwaan primer yakni melanggar pasal 340 jo pasal 55 (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan subsider pasal 338 jo pasal 55 (1) ke-1 jo 64 ayat (1) ke-1 jo 64 ayat (1) KUHP.

Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah melalui putusan 17 Mei 2001 menguatkan putusan PN Palu. Lalu, pada 21 Oktober 2001, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Tibo Cs. Ketiga terpidana tetap harus dihukum mati.

Kemudian pada 16 September 2002, Tibo Cs mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK). Namun ditolak MA pada 31 Maret 2004. Sebulan kemudian, ketiga terpidana mengajukan permohonan grasi kepada presiden, namun juga ditolak

Terkait 16 nama yang dituding sebagai dalang kasus Poso, Polda Sulawesi Tengah

Pada 16 Januari 2006 memeriksa Tibo serta kedua rekannya. Kemudian pada 1 Februari lalu, penasihat hukum ketiga terpidana melapor ke Mabes Polri atas dugaan keterlibatan 16 orang sebagai pelaku utama kerusuhan berdarah itu. [128/Y-4]
Last modified: 7/4/06

No comments: