Sunday, April 02, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Sekitar 1.500 Pengunjuk Rasa Minta Eksekusi Tibo Cs Dibatalkan
Akbar Tandjung Beri Dukungan
JAKARTA - Sekitar 1.500 orang yang menamakan Aliansi Nasional untuk Pembebasan Tibo Cs berunjuk rasa di Istana Merdeka, di Jakarta, Sabtu (1/4). Mereka menuntut pembatalan eksekusi mati terhadap tiga terpidana kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo (60), Dominggus da Silva (39), dan Marinus Riwu (48).
"Kami menuntut pemerintah membatalkan eksekusi dan membebaskan tiga terpidana karena mereka bukan pelaku kerusuhan itu," ujar Koordinator Aksi dari Padma Indonesia, Honing Sani, kepada Pembaruan di Jakarta, Sabtu (1/4) pagi.
Aliansi itu merupakan gabungan dari Imparsial, Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Pelayanan Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Kapal Perempuan, dan Komunitas Flores-Sumba- Timor (Flobamora) Indonesia. Tampak hadir dalam acara itu adalah sosiolog Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Robert Lawang, Ny Sumarsih (ibu dari Wawan korban Trisakti 1998). Pada aksi itu juga hadir, Koordinator Kontras, Usman Hamid.
Sebelum berunjuk rasa di Istana Merdeka, mereka sempat mengadakan aksi di Bundaran Hotel Indonesia, dan Kantor Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.
Para pengunjuk rasa meminta Majelis Umum PBB segera memberi perhatian sungguh-sungguh terhadap kasus Tibo cs. Alasannya, telah terjadi manipulasi keadilan dalam keputusan hukum bagi ketiga terhukum itu, mulai dari pengadilan negeri hingga tingkat banding.
Setelah dari Istana Merdeka, mereka bergerak ke Gedung Mahkamah Agung (MA) dengan desakan serupa.
Usman Hamid mengatakan, pemerintah harus menghentikan eksekusi mati terhadap 34 narapidana yang sudah mempunyai kekuatan hukuman tetap sekarang ini. Termasuk Tibo cs.
"Hukuman mati harus dihapus. Karena bertentangan dengan UUD 1945. Dimana dikatakan, hak untuk hidup adalah hak yang paling dasar yang dimiliki setiap orang," ujar dia.
Dikatakan, dalam konteks Indonesia, hukuman mati merupakan hukuman yang sangat kejam. Karena sebelum dia dieksekusi, dia melalui proses penahanan bertahun-tahun. "Saya pikir pemerintah sudah saatnya untuk memikirkan kembali penerapan hukuman mati. Hukuman mati pada praktiknya diskriminatif. Orang kuat tak kena, orang lemah kena. Koruptor bebas bahkan bisa ke istana. Sedangkan Tibo yang petani buta huruf malah dihukum mati," papar Usman.
Usman yakin, proses peradilan terhadap Tibo Cs, merupakan proses peradilan yang tidak benar. Alias sesat.
Dukungan Akbar
Sementara itu mantan Ketua DPR Akbar Tandjung memberi dukungan agar eksekusi mati terhadap Tibo Cs ditunda hingga ada putusan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari MA.
"Sebaiknya memang eksekusi itu dilakukan setelah adanya putusan dari MA. Dan juga presiden memberi grasi pun pasti melihat dari pertimbangan MA," ujar Akbar menjawab Pembaruan usai menerima perwakilan dari Tim Kuasa Hukum Tibo Cs Stefanus Roy Rening dan Yos Rawadan, di Jakarta, Jumat (31/3).
Akbar mengatakan, perwakilan tim kuasa hukum Tibo Cs sudah menjelaskan duduk persoalan kasus Poso, termasuk adanya bukti baru yang membuktikan Tibo Cs tidak bersalah.
"Saya sudah mendapat penjelasan mengenai langkah-langkah hukum yang sudah mereka lakukan, termasuk pengajuan PK kedua ke MA terkait bukti-bukti baru tersebut dan juga soal permohonan grasi kedua ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka meminta dukungan moril dari saya. Sebagai kawan lama, sesama aktivis, jelas saya mendukung mereka," papar Akbar yang juga menyarankan agar tim kuasa hukum Tibo Cs terus berjuang. (E-8/Y-4)

No comments: