Friday, January 26, 2007

Komentar, 26 January 2007
Densus 88 tetap dipertahankan Polri
Ba’asyir dan Rizieq Berang Soal Poso

Penggrebekan Densus 88 terhadap persembunyian para DPO Poso yang kemudian memicu aksi baku tembak, mengundang reaksi Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustad Abu Bakar Ba’asyir dan Ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq.Di Jakarta, kedua tokoh garis keras ini berang dan menga-jukan protes atas tindakan Polri dengan mendatangi Kom-nas HAM. Selain Ba’asyir dan Rizieq, terdapat juga sejumlah tokoh organisasi massa Islam. Mereka di antaranya dari Fo-rum Umat Islam (FUI), Hizbut Thahrir Indonesia (HTI), MMI, serta Tim Pengacara Muslim. Ketika diterima Wakil Ketua Komnas HAM Zoemrotin K Soesilo, mereka meminta agar Komnas HAM melakukan investigasi atas kasus peng-gempuran aparat polisi kepada warga sipil Poso. Mereka juga meminta Komnas HAM untuk menyelidiki dan membutikan stigma yang diberikan aparat kepada para DPO Poso yang dituding sebagai anggota ke-lompok teroris Jamaah Isla-miyah (JI). “Kenapa sedikit-sedikit para DPO itu dibilang anggota JI, alumnus Afghanistan dan se-bagainya. Ini tentu akan me-nimbulkan ketakuatan luar biasa bagi warga Poso sendiri,” papar seorang tokoh dari FUI. Di sisi lain, dari sejumlah ka-langan meminta agar Densus 88 ditarik dari Poso. Namun Polri tidak menang-gapi serius desakan sebagian kalangan tersebut. Polri lebih memilih tetap bekerja sesuai tugas dan kewenangannya. Hal itu disampaikan oleh Ke-pala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto di Mabes Polri, Kamis (25/01). “Kita harus tetap bekerja. Kita punya tanggung jawab ma-sing-masing,” kata Sisno di Mabes Polri. Polri juga minta masyarakat memahami bahwa dalam bekerja, Densus 88 mempu-nyai pilihan sangat terbatas karena tidak dalam keadaan normal. Sehingga dalam si-tuasi darurat seperti di Poso, setiap persoalan butuh penye-lesaian secara tegas. “Dalam pertempuran, pilihannya kita yang menembak atau kita yang tertembak. Polisi tahu tentang tugas kepolisian,” tambahnya.Polri juga memastikan bahwa kondisi di Poso sudah semakin membaik. Selain itu, operasi penyisiran masih kerap dila-kukan untuk memastikan ti-dak adanya masyarakat yang menyimpan senjata api (senpi).“Kemarin kita menyisir ber-sama tokoh masyarakat se-tempat di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan mendapat beberapa senpi lagi,” ungkap-nya. Bupati Poso Piet Inkiriwang juga mengatakan, dengan ter-tangkapnya sejumlah militan bersenjata, telah membuka tabir berbagai kekerasan dan teror di Poso. ‘’Semuanya kini terungkap sekarang, baik pembunuh pendeta, peram-pok, pembuat dan perakit ser-ta yang bertugas memasang bom,’’ katanya.Di sisi lain, Wakil Kapolri Komjen Makbul Padmanegara mengatakan, masalah di Poso sangatlah kompleks sehingga menyulitkan kerja aparat. Pertama, kerumitan itu terjadi akibat adanya potensi ‘’den-dam” yang masih kuat pada warga kelompok putih [warga muslim]. “Mereka beranggapan bahwa dendam mereka belum terba-las. Karena kalau kita lihat, jumlah korban dari kelompok putih itu lebih banyak,” ka-tanya. Selain itu, juga ada pe-rasaan tidak puas dari kala-ngan kelompok putih bahwa mereka kurang dilindungi apa-rat dalam konflik tahun 2000.Menurut Makbul, tanpa upa-ya persuasif seperti itu, sulit menyelesaikan masalah yang dilatari dendam, konflik aga-ma, dan ketidakadilan. Mereka beranggapan bahwa dendam mereka belum terbalas. “Me-reka beranggapan, korban dari kelompok merah belum im-bang,” katanya.Masalah yang terjadi kini, menurut perwira tinggi polisi ini, tidak terlepas dari kejadian kekerasan di wilayah itu, sejak tahun 1998. Komjen Makbul menambahkan, polisi juga me-ngalami kesulitan menemukan warga yang bersedia bersaksi, karena “tingginya rasa takut masyarakat”.(dtc/rmc/rik)

No comments: