Thursday, January 25, 2007

SUARA PEMBARUAN DAILY
Aksi Represif di Poso Diminta Dihentikan

[JAKARTA] Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menyesalkan dan prihatin atas terjadinya peristiwa baku tembak antara aparat kepolisian dengan sekelompok anggota masyarakat bersenjata di Poso yang menimbulkan 14 orang tewas. Diimbau seluruh pihak menahan diri dan tidak lagi melakukan aksi kekerasan.
"Saya tegaskan bahwa kita semua tentu mendukung upaya pemberantasan terorisme, tetapi juga meminta agar upaya tersebut tidak dilakukan secara represif. Tindakan represif selain tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas juga akan menimbulkan luka baru di kalangan rakyat," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin di Jakarta, Selasa (23/1).
Dikatakan, saat ini yang paling penting bagi Polri adalah menyingkap aktor intelektual dibalik konflik Poso, termasuk 16 nama yang pernah disebut Tibo dahulu. "Tanpa itu konflik Poso akan menjadi permanen dan berubah dari konflik horizontal menjadi konflik vertikal antara rakyat dan pemerintah," katanya.
Sementara itu, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) menyesalkan terjadinya bentrokan antara pihak kepolisian dengan masyarakat sipil di Poso, sepanjang Senin (22/1), yang telah menyebabkan jatuhnya sejumlah korban baik dari pihak aparat maupun warga.
Masalah Baru
Upaya penegakan hukum di Poso dengan memburu para pelaku kerusuhan yang masuk daftar pencarian orang (DPO) harus didukung semua pihak, termasuk dari kalangan DPR. Namun, dalam penegakan hukum tersebut, polisi harus lebih persuasif dan jangan terlalu menekankan pendekatan keamanan yang bisa menyebabkan korban sipil berjatuhan.
Hal itu dikemukakan anggota Komisi I DPR, Ali Mochtar Ngabalin dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) kepada Pembaruan di Jakarta, Selasa (23/1) menanggapi situasi terakhir di Poso. Dikatakan, pendekatan keamanan untuk upaya damai, justru akan meninggalkan masalah baru yang akan lebih sulit penyelesaiannya di kemudian hari.
Pendekatan keamanan dalam menegakan hukum, justru menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum dan hak asasi. Buktinya, banyak korban yang jatuh, padahal mereka adalah warga sipil yang tidak termasuk dalam DPO.
Diingatkan agar polisi tidak melupakan 16 nama yang pernah disebut terpidana mati Fabianus Tibo sebelum dieksekusi. Menurutnya, 16 nama yang disebut-sebut sebagai pelaku kerusuhan itu, harus diusut agar kasus kerusuhan Poso bisa terungkap lebih tuntas.
Dia menyarankan agar DPR, pemerintah pusat dan daerah serta lembaga atau elemen masyarakat lainnya perlu membentuk tim dalam kasus Poso guna mencari solusi terbaik penyelesaian masalah daerah itu.
Salah satu solusi penyelesaian Poso adalah pemekaran, misalnya Poso dijadikan Kota Administratif, lalu Tojouna-una dan Morowali masing-masing menjadi kabupaten. "Kalau wilayah itu dimekarkan, niscaya akan terjadi lagi konflik di daerah tersebut," ujarnya.
Secara terpisah, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid merasa prihatin atas kejadian di Poso, yang menimbulkan korban jiwa. Aparat keamanan, bisa lebih memaksimalkan pendekatan persuasif untuk menyelesaikan masalah ini. "Saya prihatin atas musibah ini, apalagi adanya korban jiwa termasuk aparat keamanan," katanya.
Memang dibutuhkan waktu lama melakukan pendekatan persuasif. Aparat sudah melakukan itu, sejak lama. "Itu saya mengetahui. Namun, alangkah baiknya kita bisa selesaikan dengan pendekatan persuasif. Kan bisa menggunakan, beberapa tokoh masyarakat yang menjadi mediator karena dengan adanya banyak korban, ini bisa ada masalah baru," katanya. [E-5/M-15/136]
Last modified: 24/1/07

No comments: