Wednesday, August 30, 2006

Radar Sulteng, Rabu, 30 Agustus 2006
Tibo Sudah Bisa Terima Kunjungan
Ormas Islam Bakal Gugat Negara

PALU– Tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu kini bisa bernafas lega. Mereka sudah dibolehkan menerima kunjungan.
Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, ketiganya tidak diperbolehkan menemui siapapun, walaupun PH atau keluarganya. Namun sejak Senin (27/8), Tibo Cs sudah diperbolehkan oleh pihak Kejati Sulawesi Tengah, menemui keluarga, rohaniawan dan penasehat hukumnya. Walaupun ketiganya, masih mendekam di ruang tahanan khusus.
Pastor Jemy Tumbelaka, yang menjadi rohaniawan Tibo Cs, mengaku senang, karena akhirnya diperbolehkan menemui tiga terpidana mati yang hingga kini eksekusinya terus mengalami penundaan. Namun demikian, Jemy berharap, agar ketiganya dikeluarkan dari ruang tahanan khusus, agar mereka kembali bisa berkomunikasi dengan dunia luar, baik dengan sesama warga binaan Lapas, maupun dengan keluarganya, yang setiap saat datang membesuk.
"Selama mendekam di ruang isolasi, mereka bertiga (Tibo Cs, red), mengalami tekanan psikologis. Makanya kita minta, agar Pak Tibo dan teman-temannya, dikeluarkan dari ruang isolasi," tandasnya.
Sementara itu, pelaksana tugas Kalapas Palu Amir Syamsuddin, membenarkan kalau ketiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso tersebut, sudah bisa bertemu dengan keluarganya, namun tetap menempati ruang isolasi. Menurutnya, perubahan status tahanan ketiga terpidana mati tersebut, berdasarkan kebijakan pihak kejaksaan, sehingga siapapun bisa membesuknya dengan catatan mengantongi izin jaksa.
"Mengenai permintaan untuk mengeluarkan Tibo dari ruang tahanan khusus, itu adalah kewenangan Jaksa, bukan Lapas," tandas Syamsuddin, seraya menegaskan, meski tidak diisolasi, namun Tibo cs tetap menghuni ruang tahanan khusus dan tetap ditahan di ruangan terpisah.
GUGAT NEGARA
Tiga ormas Islam akan menggugat negara, terkait dengan molornya eksekusi terpidana mati kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Domingus da Silva.
Tiga Ormas itu, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Palu, Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Persudaraan Muslim Indonesia (GPMI). Ketiganya akan memberikan kuasa kepada TPM (Tim Pengacara Muslim) untuk mengajukan gugatan tersebut.
Abd Haris juru bicara HMI Palu, kepada wartawan kemarin (29/8), mengatakan, gugatan itu akan dilayangkan pada pekan kedua September mendatang. Mereka yang digugat, yakni: Kapolda Sulteng, Kejati Sulteng serta Presiden RI. Ketiganya dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap molornya pelaksanaan eksekusi.
"Materi gugatannya, masih tengah dimatangkan oleh tim. Insya Allah, jika tidak dimasukkan di Pengadilan Negeri Palu, gugatannya akan kita daftarkan di pengadilan negeri Jakarta Selatan," tandas Abd Haris saat konferensi pers di Hotel Wisata Palu.
Walaupun di sisi lain tandas Haris, umat Islam saat ini sudah pesimistis dengan, aparat penegak hukum di Indonesia, namun diharapkan gugatan terhadap negara itu, akan menjadi pembelajaran dan proses pencerahan.
"Soal menang dan kalah, kita sudah siap menghadapi apapun konsekuensi dari gugatan yang kita sampaikan ini. Namun paling tidak, dari upaya ini, akan memberikan bukti, bahwa kami Umat Islam, tidak akan pernah diam melihat ketimpangan. Insya Allah ini merupakan bagian dari jihad bagi kami, dalam mencari keadilan dan menegakkan kebenaran," tegas Haris yang juga komandan Laskar Mahasiswa.
Sementara itu, dalam pernyataan sikap bersama HMI, Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Persudaraan Muslim Indonesia (GPMI) kemarin, ketiga Ormas Islam itu, mengeluarkan beberapa statemen, terkait melempemnya sikap aparat penegak hukum. Dalam penilaian ketiga Ormas Islam tersebut, tandas Awaluddin ketua umum GPMI Kota Palu, bahwa segala sikap dan upaya menolak putusan hukuman mati terhadap Tibo Cs, adalah sikap yang bertentangan dengan upaya penegakan hukum di Indonesia. Olehnya, lanjut Awaluddin, aksi-aksi penolakan, merupakan bentuk pelecehan, penghinaan terhadap institusi negara.
"Bahwa aksi-aksi yang dilakukan dalam upaya menolak eksekusi mati terhadap Tibo Cs, dapat digolongkan dengan tindakan makar terhadap negara. Termasuk aksi pengibaran setengah tiang pada peringatan HUT RI di Tentena. Lalu dimana aparat hukum, kenapa hanya diam saja melihat tindakan makar tersebut," katanya.
Menurut Awaludin, batalnya eksekusi terhadap Tibo Cs, akan menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum di Indonesia. Selain itu, dampak psikologisnya, tidak menutup kemungkinan, lahirnya kembali 'Tibo' baru, yang bakal melakukan penjagalan, karena melihat lemahnya penegakan hukum, terhadap pelaku pembantaian.
"Jangan kita bicara hak azazi manusia. Dimana HAM-nya Tibo saat menjagal, kenapa bukan itu yang kita perdebatkan. Sesungguhnya, dalam prosesi eksekusi mati, merupakan salahsatu bentuk upaya kita mempertahankan peradaban di bumi ini," tambahnya.
Hariman Podungge, ketua HMI Cabang Palu, menambahkan bahwa surat dari Paus Benedictus VI, merupakan bukti adanya intervensi asing terhadap kedaulatan NKRI. Selain itu, adanya surat dari Paus, serta upaya sebagian kalangan yang berusaha mengaburkan persoalan hukum terhadap Tibo Cs, dikhawatirkan akan menyulut konflik theologis serta merusak tatanan hubungan antar umat beragama.
"Berkaitan dengan segala pertimbangan di atas, kami menyatakan sikap. Ekesekusi mati terhadap Tibo Cs, merupakan wujud dari penegakan supremasi hukum di Indonesia, serta meminta kepada semua pihak, agar menghormati putusan hukum dan menghentikan segala upaya provokatif, yang dapat menyulut konflik theologis dan merusak tatanan kehidupan beragama di Sulteng," pungkas Indar Ismail ketua umum PW PII Sulteng.
BANTAH PENUNDAAN
Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sulteng, Hasman AH SH, yang dikonfirmasi terkait dengan penundaan eksekusi Tibo Cs tanpa batas, mengatakan bahwa pada dasarnya eksekusi Tibo Cs tidak ditunda. “Tidak ada penundaan. Pada tanggal 12 Agustus lalu memang sudah dijadwalkan, tetapi karena keburu ketahuan, maka tidak jadi,” kata Hasman.
Ditanya soal rapat tim yang berlangsung di Kejati Sulteng pada Senin malam lalu, Hasman membenarkan bahwa rapat itu membahas soal eksekusi Tibo. Namun katanya, rapat itu tidak membahas soal penundaan eksekusi.
Meski menegaskan tidak ada penundaan, namun plh Asintel Kejati itu juga tidak memberikan gambaran soal jadwal maupun kepastian pelaksanaan eksekusi. “Kalau soal itu saya tidak tahu, bukan kewenangan saya untuk menjelaskannya,” jawab Hasman.
Saat ini katanya, Plt Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng, Mahfud Manan dan Kapolda Sulteng Brigjen Oegroseno melakukan koordinasi kembali soal teknis pelaksanaan eksekusi terhadap ketiga terpidana mati tersebut.
Sementara itu, sumber Radar Sulteng menyebutkan, rapat tim eksekusi yang berlangsung di Kejati semalam, selain menyimpulkan penundaan eksekusi Tibo Cs tanpa batas, tim eksekusi yang terdiri dari eksekutor, medis dan rohaniawan itu, juga sudah dibubarkan.
Namun Hasman membantah soal adanya pembubaran tim. “Tidak benar itu. Tim belum dibubarkan. Malah Pak Plh Kajati dan pak Kapolda akan mengkoordinasikan lagi soal teknis pelaksanaan eksekusinya,” katanya. (hnf/lib)

No comments: