Saturday, August 12, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Tibo Menerima Sakramen Tobat

Sebelum adanya keputusan penundaan eksekusi, Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva dan Marinus Riwu menerima sakramen tobat dan sakramen ekaristi di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palu, Jumat (11/8).
Misa diikuti sekitar 20-an umat Katolik sebagian besar keluarga terpidana seperti isteri, anak, cucu dan menantu Tibo serta tante dan paman-paman Dominggus. Hanya Marinus yang sama sekali tidak didampingi keluarganya menjelang hari-hari terakhirnya itu.
Yang sangat mengharukan karena sakramen memohon pengampunan dosa dan penyucian diri dan dari berbagai kejahatan dunia itu, hanya dilaksanakan di trotoar Lapas di depan kamar terpidana Tibo.
"Tadinya kita minta agar sakramen itu bisa dibuat dalam gereja yang ada dalam Lapas namun tak diizinkan oleh pihak kejaksaan. Namun dalam suasana seperti itu, ibadah tetap hikmat dan ketiga terpidana justru semakin dikuatkan imannya," kata Adam Ata (64), paman Dominggus yang ikut dalam misa kudus itu.
Misa dipimpin Pastor Jimmy dari Paroki Santa Theresia Poso, didampingi Pastor Melky Toreh dari Paroki Santa Maria Palu, Pastor Melky Toreh dan Direktur Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Pastor Norbert Bethan.
Dalam sakramen ekaristi, Tibo memberi kesaksian pada semua keluarganya yang hadir di misa itu bahwa selama dalam penjara ia merasakan kerohaniannya justru jauh lebih meningkat. "Kehidupan saya jauh berbeda dengan dulu. Sekarang saya sudah bisa membaca dan menulis, dan saya membaca Alkitab setiap hari," kata Tibo seperti dituturkan Adam.
Menurut Adam, sebelum masuk penjara, Tibo tidak tahu membaca dan menulis, tetapi sekitar 5 tahun di penjara (sejak Mei 2001), ia menjadi melek huruf karena selalu diajarkan oleh para rohaniawan yang sering mengunjungi mereka dan memberikannya pembinaan mental dan rohani.
Sementara Dominggus dalam kesaksiannya sebelum memberi pengakuan dosa di hadapan pastor, mengeluhkan soal hukum di negeri ini yang sangat lemah.
"Hukum di Indonesia menurut Dominggus, hanya dijual seperti kacang goreng dan orang mudah membelinya," kata Adam.
Dominggus yang sampai akhir hayatnya belum sempat mempersunting seorang isteri berpesan kepada pemerintah Indonesia agar segera memperbaiki sistem hukum di negeri ini sebelum lebih banyak orang yang takan bersalah akan menjadi korban.
Marinus Riwu lebih menyaksikan soal perubahan hidupnya yang dulunya pemabuk, suka minuman keras dan mempermainkan wanita tapi setelah dimasukan ke dalam penjara, kehidupannya benar-benar berubah.
"Saya merasa hidup saya jauh lebih berarti sekarang. Kalaupun saya harus ditembak mati, saya sudah pasrah. Tapi sekali lagi saya menyatakan menolak hukuman mati ini karena tuduhan bahwa saya sebagai pembunuh tidak benar," katanya. [128]
Last modified: 12/8/06

No comments: