Wednesday, August 23, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Ditolak, Grasi II Fabianus Tibo Cs

[PALU] Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri (PN) Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) menolak untuk memproses permohonan grasi kedua yang diajukan keluarga terpidana mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Alasan penolakan karena permohonan grasi II itu tersebut bertentangan dengan UU No 22/ 2002 tentang Grasi.
Penolakan disampaikan PN Palu melalui surat No W26.Db.H.01.10.55 tentang Pemberitahuan Permohonan Grasi atas nama terpidana Fabianus Tibo Cs tanggal 15 Agustus 2006 ditujukan kepada tim pembela Tibo Cs di Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia di Jakarta.
Dalam surat yang ditandangani Ketua PN Palu B Fathurrahman SH disebutkan menunjuk surat Ph. Kepala Direktorat Pidana tanggal 23 Juni 2006 No. 156/TU/ VI/06/12/AMA/2006 perihal permohonan grasi atas nama terpidana Fabianus Tibo Dkk, maka disampaikan bahwa permohonan grasi tersebut tidak dapat diteruskan prosesnya mengingat ketentuan pasal 2 ayat (3) huruf a dan b UU Grasi.
Dijelaskan sesuai pasal tersebut di atas permohonan grasi hanya dapat diajukan satu kali kecuali dalam hal terpidana pernah ditolak permohonan grasinya dan telah waktu dua tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi atau ter- pidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup dan telah waktu dua tahun sejak tanggal keputusan pemberian grasi di- terima.
Sedangkan menurut pihak PN Palu, keputusan presiden (Kepres) Grasi ketiga terpidana baru diberikan tanggal 10 November 2005.
Keluarga Tibo Cs mengajukan grasi kedua tanggal 3 April 2006, dan grasi pertama diajukan ketiga terpidana tahun 2004 saat Megawati Soekarno Puteri menjabat presiden namun juga ditolak presiden.
Protes Keras
Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia memprotes keras Ketua Mahkamah Agung (MA). Sebab, selain bukan wewenangnya, juga telah melampaui kewenangan Presiden karena yang berhak dan memiliki hak prerogatif untuk grasi hanyalah Presiden dan Presiden tidak pernah mendelegasikan kewenangan untuk menjawab grasi itu kepada seorang Ketua Pengadilan Negeri.
Demikian seruan Padma Indonesia melalui kuasa hukum tiga terpidana mati dari Padma Indonesia, Petrus Selestinus SH kepada Pembaruan, Rabu (23/8).
Padma Indonesia, kata Petrus, mendesak Ketua PN Palu untuk segera meneruskan permohonan grasi dari tiga keluarga terpidana mati tersebut kepada Presiden melalui Ketua MA sesuai dengan undang-undang.
"Ini merupakan pelecehan terhadap hak konstitusional berupa hak prerogatif Presiden dan hak konstitusional pencari keadilan oleh sebuah kekuasaan yudikatif yang paling bawah yaitu seorang Ketua Pengadilan Negeri tanpa mengindahkan prosedur hukum yang berlaku," kata Petrus.
Menurut Petrus, tindakan Ketua Palu telah melecehkan hak-hak hukum terdakwa. Ketua PN Palu tanpa dasar wewenang sedikit pun telah menolak permohonan grasi yang disampaikan oleh keluarga pada terdakwa kepada Presiden karena mekanisme permohonan grasi memberi porsi wewenang hanya kepada Ketua MA itu pun hanya sekedar untuk memberi pendapat atau pertimbangan hukum kepada Presiden.
Ia mengatakan, dalam merespons tuntutan akan adanya sebuah peradilan yang lebih terbuka, jujur dan tidak diskriminatif, nampaknya pemerintah telah kehilangan akal sehat, hati nurani dan tidak lagi pada rasa keadilan dan azas-azas hukum yang berlaku dan secara serampangan menyikapi dengan cara seakan-akan negeri ini telah kehilangan jati diri sebagai negara yang memiliki dasar negara Pancasila.
Petrus mengatakan, Padma Indonesia juga mendesak Jaksa Agung untuk segera mencabut status isolasi atas ketiga terpidana mati terkait pengumuman resmi pemerintah tentang ditundanya eksekusi tanggal 12 Agustus 2002.
Terpidana mati kasus kerusuhan Poso Tibo Cs sampai saat ini masih di- isolasi di ruang sel khusus lembaga pemasyarakatan (Lapas) Palu.
Tidak seorang pun diizinkan menjenguk ketiga terpidana, termasuk rohaniawan maupun keluarganya. [128/E-8]
Last modified: 23/8/06

No comments: