Hasanuddin Akui Terlibat Pemenggalan Tiga Siswi Poso
Komentar, 16 Nov 2006
Terdakwa kasus pemeng-galan kepala tiga siswi Kristen Poso, Hasanuddin, tidak ber-kelit dari tuduhan tersebut. Bahkan Hasanuddin menga-ku salah satu otak tragedi ter-sebut. Hal ini disampaikan-nya dalam pembacaan ek-sepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/11).“Saya mengakui dengan jujur ikut terlibat dalam kasus yang didakwakan, tapi ada beberapa hal yang tidak benar,” kata Hasanuddin di hadapan majelis hakim yang dipimpin Andriani Nurdin seperti dilansir detik. Menu-rutnya, hal-hal yang tidak benar antara lain pernyataan dalam dakwaan yang menga-takan bahwa ide untuk men-cari kepala pemeluk agama lain terlontar dari mulutnya. “Ide kepala untuk hadiah Lebaran itu datangnya dari Ustad Sanusi,” ujarnya.Sementara uang yang di-berikannya kepada terdakwa lain, Haris, sebesar Rp 500 ribu untuk membeli parang dan tas plastik, bukan diro-goh dari kantongnya, melain-kan dari Ustad Sanusi. “Ustad memang memberikan saya uang pada saat dia bercerita kalau dia pernah terlibat MILF di Filipina,” katanya.Namun, imbuh Hasanuddin, dia memang pernah menyam-paikan tausiyah kepada be-berapa pelaku pemenggalan. “Saya bilang boleh membu-nuh, tapi yang seimbang dan setara dalam perang. Saya te-kankan dalam perang. Dan perang itu bukan dikare-nakan balas dendam, tapi ka-rena Allah, tidak boleh men-cincang-cincang,” bebernya.Dia juga menyampaikan motif dilakukannya pemeng-galan tersebut antara lain, upaya pembelaan yang belum setimpal karena perlakuan sadis pada umat Muslim di Poso. “Contoh kasus Ponpes Walisongo, banyak orang yang disembelih. Bahkan di tempat lain ada bayi yang di-bantai sampai perutnya ter-burai dan orangtuanya dicin-cang,” kata pria 33 tahun itu dengan suara keras.Alasan lain sebagai shock therapy dan peringatan kepada pihak lawan, serta karena trauma terulangnya lagi kerusuhan Poso Tiga Jilid pada 1998-2001. “Sudah ter-lalu banyak pembantaian di Poso, tapi ke mana aparat? Mana penegak hukum? Baru setelah pemenggalan tiga siswi itu Keppres 14/2005 di-keluarkan, seakan-akan tim-bul imej pembantaian lebih sadis!” tandasnya.Di akhir eksepsinya, Hasa-nuddin mengatakan, dia dan para pelaku lainnya bukan pembunuh bayaran dan tidak mendapatkan keuntungan materi. “Ini memang salah menurut hukum dan agama, saya mengaku khilaf, lalai dan berjanji tidak akan mela-kukannya lagi, semoga ini jadi yang terakhir,” ujarnya.Sementara kuasa hukum-nya, Fahmi Bahmid, mengata-kan, pemindahan sidang dari PN Poso ke PN Jakpus adalah bentuk penindasan terhadap Hasanuddin. Hal itu merupa-kan bentuk diskriminatif serta tidak sesuai dengan asas ce-pat dan biaya murah. “Kasus Andi Ipong dan kawan-kawan juga dipindahkan ke sini, tapi kenapa Tibo cs dan pelaku bom Bali tidak,” tanyanya. Sidang selanjutnya dengan agenda tanggapan dari JPU akan digelar 22 November 2006.(dtc/*)
Friday, November 17, 2006
Posted @ 10:19 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment