Monday, November 13, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Komnas HAM Harus Bentuk Penyelidikan Projusticia Kasus Poso

[JAKARTA] Komisi Nasional (Komnas) HAM sebaiknya segera melakukan penyelidikan projusticia kasus kekerasan di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), dengan melibatkan komponen masyarakat sipil yang memiliki integritas. Hal itu dilakukan karena kasus kekerasan di Poso jelas merupakan tindak pelanggaran berat HAM.
Demikian dikatakan Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Edwin Partogi Samosir ketika ditemui Pembaruan, di kantor Kontras, Jakarta, Minggu (12/11). Ia mengatakan, Komnas HAM juga harus keluar dari paradigma konflik yang dibangun oleh pemerintah yang menghadapkan-hadapkan masyarakat sebagai pelaku dan mengembangkan cara berpikir yang segregatif (pemisahan) atas konflik ini. Karena konflik ini tidak akan bertahan lama apabila tidak didukung oleh mereka yang memiliki akses terhadap amunisi, bahan peledak dan senjata.
Begitu pula mereka yang memiliki akses terhadap sistem keamanan sekaligus memiliki kemampuan untuk menggunakan senjata dan memetakan target korban serta lokasi dilakukannya kekerasan. "Kedamaian hanya akan terwujud di Poso bila para aktor kekerasan dan teror itu diungkap dan diadili," kata dia.
Edwin mengatakan, telah delapan tahun lalu kekerasan dan terror di Poso masih saja berlanjut. Kekerasan dan teror yang mengalami fluktuasi ini berlangsung di tengah-tengah ribuan aparat keamanan yang ditugaskan menciptakan keamanan. Anehnya keberadaan aparat keamanan Polisi, TNI, dan Intelijen di Poso tidak secara signifikan dapat mengakhiri segala bentuk kekerasan itu, kekerasan bahkan seolah memiliki mesiu baru dari setiap pengerahan pasukan operasi keamanan disana.
Dalam delapan tahun itu pemerintah terlihat dominan mengedepankan pendekatan penyelesaian Poso melalui operasi keamanan dengan membangun stigmanisasi, konflik Poso adalah konflik antar masyarakat (komunitas agama). Pemerintah tidak pernah bergeser, dari paradigma itu dan mengenyampingkan keterlibatan aktor intelektual yang berusaha mempertahankan posisi Poso sebagai daerah konflik untuk kepentingan oportunis. [E-8]
Last modified: 13/11/06

No comments: