Tuesday, November 14, 2006

RS, Selasa, 14 November 2006
Penetapan DPO Poso Salahi Prosedur, TPM Pertimbangkan Lakukan Upaya Hukum

PALU- Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulteng tengah mempelajari kemungkinan akan melakukan upaya hukum terkait dengan penetapan DPO (daftar pencarian orang) kasus kekerasan di Poso.
“Penetapan DPO itu menyalahi prosedur dan bahkan melanggar KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum ,” kata Ketua TPM Sulteng, Asludin Hatjani SH saat dikonfirmasi Radar Sulteng di kantornya, kemarin.
Asludin mengatakan, seharusnya penetapan DPO itu diawali dengan surat panggilan dari kepolisian kepada tersangka. Prosedur itu katanya, tidak dilakukan oleh kepolisian. Terbukti baik keluarga tersangka atau tersangka sendiri tidak mendapat surat panggilan, tetapi tiba-tiba ditetapkan sebagai DPO.
Dalam KUHAP katanya, Pemberian surat panggilan pun tidak bisa hanya satu kali, tetapi harus tiga kali. Setelah itu baru dilakukan upaya paksa dengan mendatangi rumah tersangka. “Jika upaya paksa itu tidak berhasil barulah dimasukkan dalam DPO,” kata Asludin.
Langkah kepolisian yang langsung menetapkan para tersangka kasus kekerasan itu sebagai DPO menurut Asludin, tidak hanya menyalahi KUHAP, tetapi juga melanggar hak asasi manusia.
Karena itu katanya, TPM sebagai lembaga yang diserahi keluarga para DPO menangani kasus itu akan melakukan upaya hukum sesuai ketentuan yang berlaku. “Kemungkinan kami akan lakukan prapradilan atau upaya lain. Yang pasti bahwa saat ini masih dipelajari,” kata Asludin.
Mabes Polri seperti diketahui telah menetapkan sebanyak 29 DPO kasus kekerasan di Sulteng, khususnya di Poso. Ke-29 DPO itu diberikan batas waktu menyerahkan diri hingga Senin pekan lalu, namun sampai pada batas waktu yang diberikan tak seorang pun DPO yang menyerahkan diri.
Informasi yang diperoleh koran ini, saat ini polisi tengah melakukan pendekatan kepada tokoh agama di Poso agar membantu polisi menyerahkan ke-29 DPO. Hanya saja kata sumber itu, masih ada tawar menawar antara keluarga DPO dengan polisi. Polisi sendiri kata sumber itu, belum menanggapi tawaran itu.
Seperti diberitakan ke-29 DPO itu telah menghilang dari Poso. Belum jelas ke mana mereka bersembunyi dan melarikan diri. Yang terang, sejak polisi mengeluarkan daftar DPO dan memberikan deadline seminggu kepada mereka untuk menyerahkan diri dengan diantar keluarga maupun tokoh masyarakat, keberadaan mereka tidak lagi diketahui di Poso.
"Saya sendiri tidak tahu di mana mereka. Sebelumnya memang terkadang masih muncul. Tapi, sejak ada ancaman polisi melakukan penangkapan paksa, mereka sudah tidak terlihat sama sekali," kata seorang warga yang tinggal di Jalan Pulau Jawa, kemarin. (rez)

No comments: