Monday, November 06, 2006

RS, Senin, 6 November 2006
Poso, Proyek Cari Dana Antiterorisme
MMI: AS Incar Teluk Tomini

JAKARTA – Banyak skenario di balik meletusnya konflik Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng). Selain ada kepentingan AS di dalamnya, Poso menjadi kasus yang dipakai untuk mencairkan dana antiterorisme.
Demikian beberapa kesimpulan dari diskusi Teror Poso, Proyek Menyudutkan Umat Islam di Masjid Al-A’raf, kompleks Toko Buku Wali Songo, Kwitang, Jakarta, kemarin.
Sejumlah pembicara hadir dalam diskusi yang digelar sejak pukul 13.00 dan dihadiri ratusan peserta itu. Mereka adalah Ustad Adnan Arsal (ketua Forum Silaturahmi Persaudaraan Umat Islam Poso, pengasuh Ponpes Al-Amanah Poso), Sugianto Kaimuddin (Front Pembela Islam Poso), dan Fauzan Al-anshari (ketua Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia). Juga hadir Wawan H. Purwanto (pengamat intelijen) dan Rivai Hutapea (majalah Sabili).
”Poso itu proyek Indonesia untuk mencari dana antiterorisme. Makanya, Bush belum datang, namun hawa nerakanya sudah terasa di Poso,” kata Fauzan.
Bukan hanya soal dana terorisme, MMI mendapat informasi bahwa Amerika melirik Teluk Tomini Sulteng sebagai lokasi pangkalan laut mereka pada 2007 atau 2008 ini. ”Informasi itu tepercaya,” yakinnya di depan forum. Fauzan tidak menyebutkan sumbernya.
Karena itulah, konflik harus terus dipelihara di sana dan berharap suatu saat kelak Sulteng bisa lepas dari Indonesia. ”Bush itu halal darahnya. Tangannya sudah berlumuran darah orang-orang muslim. Kita menolak dia datang,” lanjutnya.
Menurut Fauzan, umat Islam tidak boleh meridai kedatangan Bush ke Indonesia –kendati di dalam hati– atau dia menjadi murtad.
Pendapat Fauzan yang menyebutkan adanya kekuatan asing di belakang konflik Poso itu diamini Wawan H. Purwanto dan Rivai Hutapea. ”Jelas ada kekuatan asing yang tidak ingin Poso aman,” kata Wawan namun tidak menyebut negaranya.
Ustad Adnan sendiri tidak memahami terlalu jauh latar belakang mengapa daerahnya diguncang konflik terus-menerus. Yang dipahami mertua Hasanuddin, yang telah ditangkap polisi sebagai tersangka mutilasi tiga siswi di Poso itu, bahwa polisi sangat sering memojokkan umat Islam di sana. ”Konflik Poso sekarang ini tidak lagi Islam dengan Kristen, tapi dengan individual yang bekerja sebagai polisi,” ujarnya.
Mengapa Adnan sampai perlu membedakan antara polisi dan individunya itu? Sebab, menurut dia, perilaku individu polisi di Poso juga sudah di luar koridor hukum. ”Mereka terus memancing masalah dengan umat Islam sebagaimana yang terjadi menjelang malam Lebaran lalu,” tambahnya. Saat itu, menurut Adnan, polisi datang hendak menyerbu pesantrennya. Namun, polisi menolak klaim itu.
Adnan juga membantah langkah polisi yang menetapkan 29 nama DPO yang dilansir polisi sebagai pelaku kekerasan di Poso. Karena itu, hingga Kamis depan, Adnan akan melakukan kampanye meminta back up tokoh agama di Jakarta supaya mereka ikut menekan polisi agar tidak main kasar di Poso.
”Kita tidak melawan polisi NKRI, tapi individu polisi yang zalim,” lanjutnya. Kini dia sedang menunggu hasil Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk Menko Polkam di Poso. (naz)

No comments: