Friday, October 20, 2006

RS, Jumat, 20 Oktober 20068
DPO Terlibat Bunuh Pendeta Irianto

PALU – Delapan di antara 33 orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) diduga kuat terlibat dalam pembunuhan Pendeta Irianto Kongkoli Senin (16/10) lalu. Tim Gabungan Mabes Polri telah mengantongi identitas mereka, namun tak diungkapkan ke publik untuk mempermudah penangkapan.
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Pol Paulus Purwoko kepada wartawan di Palu berjanji akan membeberkan peran masing-masing pelaku dan motif dari kasus tersebut. ’’Sekarang ini, tim gabungan Mabes Polri terus mengendus delapan DPO yang menjadi buron,” kata Purwoko usai buka puasa di Silae Beach, Palu, Sulteng, kemarin.
Keberadaan Paulus Purwoko di Palu merupakan perintah langsung Kapolri Jenderal Pol Sutanto. Jenderal lain juga diturunkan ke Palu, yaitu Dankor Brimob Irjen Pol S.Y. Wenas dan Deops Polri Irjen Pol F.X. Sunarno. Wakabareskrim Irjen Pol Gorries Mere telah berada di Sulteng sebelum penembakan Pendeta Irianto terjadi.
Kapolda Sulteng Brigjen Pol Badrodin Haiti yang hadir dalam buka puasa itu menjelaskan, terkait penyelidikan kasus penembakan Pendeta Irianto, pihaknya masih memeriksa para saksi. Hingga kemarin (19/10), kata dia, 19 orang telah dimintai keterangan, namun baru 11 yang dijadikan saksi. ’’Keterangan saksi itu diharapkan dapat memberikan petunjuk untuk mengungkap kasus tersebut,” jelas Badrodin didampingi Kabid Humas Polda Sulteng AKBP M. Kilat.
Diperoleh keterangan, para saksi yang diperiksa juga diperlihatkan berbagai rekaman orang-orang yang berada di sekitar TKP setelah terjadinya kasus penembakan. Tidak tertutup kemungkinan, usai beraksi, para pelaku datang lagi ke TKP. Sejumlah saksi itu dimintai keterangan di Mapolresta dan dipimpin langsung Dirreskrim Polda Sulteng Kombes Pol I Nyoman Suryasta.
Dari hasil olah TKP beberapa waktu lalu, aparat gabungan telah mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya dua buah proyektil, sepasang sandal jepit, ceceran darah di tegel, dan 1 kaleng cat tembok. Hanya, saat ini dua buah proyektil masih diselidiki untuk mengetahui kalibernya.
Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengatakan, polisi telah menganalisis dua pelaku penembakan misterius tersebut. Tapi, polisi masih mencari alat bukti tambahan untuk menangkap pelaku.
”(Pelakunya) sudah bisa dianalisis. Kelompoknya juga sudah kami ketahui. Kami tinggal mengejar,” kata Kapolri di Mabes Polri kemarin. Saat ditanya apakah penangkapan kedua orang itu menunggu pasca Lebaran, Kapolri menjawab, ”Nggak ada itu. Pokoknya begitu tahu, mereka langsung ditangkap. Makin cepat makin baik.”
Lantas, jika sudah mampu menganalisis, apa lagi yang ditunggu polisi? Kapolri menjawab, pihaknya masih mengumpulkan bukti tambahan. Menurut Kapolri, di Indonesia tidak ada UU ISA (Internal Security Act) atau UU Keamanan Dalam Negeri) seperti yang dimiliki Malaysia dan Singapura. ”Kalau punya, akan efektif sekali,” katanya.
Memang, dengan ISA, seseorang bisa ditahan hanya dengan alasan kecurigaan. Itu tentu berbeda dengan hukum di Indonesia (KUHAP). Polisi harus mempunyai bukti dan saksi sebelum menangkap seseorang. Bukti itu pun tidak boleh dalam bentuk rekaman video.
”Kasus semacam teror seperti ini akan menghambat kerja kami,” kata Kapolri. Dalam beberapa kali rapat kerja dengan DPR, Kapolri juga sudah bolak-balik menginginkan adanya UU yang lebih kuat, seperti ISA, untuk melawan teror.
RENUNGAN MALAM
Penembakan Pendeta Irianto Kongkoli direspon masyarakat Poso yang tergabung dalam Forum Komunikasi Sintuwu Maroso Jakarta. Sekitar 100 orang anggota forum menggelar renungan di Bundaran HI tadi malam.
Lilin, karangan bunga, dan doa dibacakan secara bergantian. Hadir dalam kesempatan itu Pendeta Kuswandi, Pendeta MY Kasudu, Pendeta Tomana, Pendeta Bagelis, serta masyarakat Poso di Jakarta. "Kami bertanya mengapa pendeta yang terus jadi korban," kata Kasudu yang pernah menjabat sebagai mantan Ketua I Sinode GKST tahun 70-an. "Tapi kita tidak boleh benci dengan pelakunya karena mereka itu tersesat," lanjutnya.
Dia juga berharap ummat beragama di sana tidak terpancing dengan peristiwa itu. "Kami berharap supaya ummat tidak membalas. Tidak boleh ada balas dendam. Materi ini juga akan jadi bahan kotbah di gereja-gereja di sana. Tapi kami minta polisi segera menangkap pelakunya. Sekali lagi, segera," tambahnya.
Dengan penangkapan itu akan segera jelas motif mengapa pelaku tega melakukan tindakan biadab itu.
Apalagi peristiwa ini adalah yang ketiga kalinya menimpa pendeta di lingkungan GKST. Sebelumnya kejadian itu menimpa bendahara majelis Sinode GKST O. Tadjaja pada 16 November 2003 dan Pendeta Susianti Tinulele pada 18 Juli 2004. Kedunya juga tewas karena ditembak.
Mereka juga mengusulkan tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kasus ini dan polisi supaya ikut mengawal tokoh agama di sana. Apabila pemerintah tidak serius menyelesaikan masalah ini mereka mengancam akan membawa kasus ini ke Dewan HAM PBB.(lib/naz/jpnn)

No comments: