Saturday, October 21, 2006

RS, Sabtu, 21 Oktober 2006
Tak Perlu Koopskam
Kalla : Pemerintah Utang Kasus Poso dan Munir

JAKARTA— Pascapenembakan Pendeta Irianto Kongkoli, pemerintah tak langsung panas dengan langsung membentuk Komando Operasi Keamanan (Koopskam) Sulteng seperti dulu. Koopskam Sulteng memang pernah dibentuk pada Januari 2006 dan bekerja selama enam bulan sebagai respon aksi peledakan bom di pasar babi Maesa di Palu, Desember 2005, silam.
”Saya pikir kini tidak perlu lagi. Kita serahkan saja pada Polri dan TNI di sana. Kalau setiap kejadian kita bentuk tim, nanti malah tidak efektif,” kata Menko Polhukam Widodo A.S di Mabes Polri kemarin. Selama masa tugasnya Koopskam yang membawahi Satgas Palu dan Satgas Poso itu berhasil mengerem kekerasan di Poso.
Triwulan terakhir 2005—sebelum Koopskam dibentuk— tercatat 9 kasus kekerasan horizontal dengan jumlah korban 13 tewas dan 52 luka-luka. Tapi triwulan pertama pasca pembentukan Koopskam (Januari-April) terdapat 7 kasus dengan korban seorang tewas dan dua luka-luka. Sementara triwulan kedua (April-Juli) sama sekali tidak ada kekerasan horizontal.
Saat ditanya bagaimana jika presiden memerintahkan, Menko Polhukam berkantor di Poso, Widodo menjawab dirinya siap saja. ”Tapi apakah efektif? Yang penting kan kita bisa selalu berkoordinasi dengan aparat di sana,” tambahnya. Rabu lalu, jubir kepresidenan Andi Mallarangeng saat berada di Mabes Polri mengatakan bisa saja Menko Polhukam berkantor sementara di Palu.
Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengatakan, teror yang dilakukan di Poso dilakukan komunitas dari luar. Dia bersyukur karena masyarakat di sana tidak terpancing. Polisi kini berkosentrasi menangkap pelakunya. ”Mereka ingin menunjukkan jika Indonesia tidak aman,” kata Kapolri.
Menanggapi tenggat satu bulan yang diberikan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia supaya polisi menangkap pelakunya, Kapolri mengatakan jika dirinya pun kini sudah berusaha untuk bisa menangkap dan menuntaskan kasus di sana. ”Apalagi sudah banyak yang sudah kita ungkap di sana,” tambahnya.
UTANG KASUS POSO
Dua tahun pemerintahan SBY-Kalla dinilai banyak pihak belum mencapai kinerja yang memuaskan. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai selama dua tahun itu pemerintah telah menepati empat janji yang disampaikan dalam kampanye pilpres.
Meski demikian, Kalla mengaku pemerintah masih berutang penyelesaian teror berkelanjutan di Poso dan pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.
’’Bahwa ada kasus yang belum tertangani, seperti teror Poso dan kasus Munir, kita akui itu masih ada dan akan kita selesaikan,” kata Kalla di Kantor Wakil Presiden kemarin.
Wapres mengatakan, dalam dua tahun, Kabinet Indonesia Bersatu berhasil mengelola empat isu utama pemerintahan. Yakni, menciptakan stabilitas keamanan, pertumbuhan ekonomi, penegakan hukum, dan stabilitas politik.
’’Jujur kita katakan, sekarang lebih aman dan damai daripada dua atau tiga tahun lalu, baik keamanan masyarakat maupun konflik-konflik. Memang masih ada persoalan di Poso, tapi bukan lagi konflik komunal antara komunitas pemeluk agama Islam dan Kristen,” paparnya.
Di sisi ekonomi, Kalla menilai telah terjadi perubahan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan ekspor, namun belum berhasil dalam peningkatan nilai investasi. Karena itu, kabinet akan fokus pada upaya meningkatkan keamanan berusaha dan infrastruktur agar angka investasi meningkat.
’’Minat berinvestasi itu tinggi, tinggal kita cari cara lebih baik (untuk menarik investasi dalam negeri, Red),” ujarnya.
Meski perekonomian mulai berjalan, Wapres mengakui pembangunan bidang ekonomi belum mencapai sasaran utama, yakni mengurangi jumlah pengangguran dan angka kemiskinan. ’’Memang belum sesuai harapan, tapi masalah ini juga dipengaruhi faktor tahun sebelumnya, seperti inflasi dan harga minyak internasional yang tinggi,” jelasnya.
Terkait penegakan hukum, Kalla menilai upaya pemberantasan korupsi di era Kabinet Indonesia Bersatu adalah upaya paling intensif selama 30 tahun terakhir. Ini terlihat dari jumlah pejabat dan penyelenggara negara yang diperiksa dan ditahan karena tuduhan korupsi.
’’Dua tahun ini orang mulai takut korupsi. Kadang bahkan berlebihan ketakutannya sehingga harus minta pendapat hukum dari kejaksaan agar tidak salah,” tuturnya.
Kalla mengakui, keberhasilan utama rezim SBY-JK adalah menciptakan stabilitas politik, yang menjadi titik terlemah sejumlah pemerintahan sebelumnya. Stabilitas politik dinilai berperan penting dalam meredam isu-isu penting serta kontroversial agar tidak mengganggu kinerja pemerintah.
’’Apakah itu interpelasi, penetapan UU, penetapan APBN, dan sebagainya dapat kita selesaikan dengan baik,” terang Kalla.
Meski mengaku berhasil memenuhi janji kampanye, Kalla mempersilakan seluruh pihak memberikan kritik dan penilaian terhadap kinerja pemerintah. ’’Kita tidak pernah menilai diri sendiri. Kalau saya ingin menilai sendiri, lantas saya bilang nilainya sembilan, nanti Anda ketawa,” ujarnya. (naz/noe)

No comments: