Thursday, October 26, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Pasukan BKO Brimob Tidak Ditarik dari Poso

[PALU] Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng), Brigjen Pol Badrodin Haiti menegaskan, pihaknya sama sekali tidak akan menarik para anggota Brimob yang di BKO (bawah kendali operasi)-kan di Poso. "Malah kalau perlu jumlah aparat keamanan akan kita tambah jika situasi keamanan Poso semakin tidak memungkinkan," tegas Badrodin yang dikonfirmasi Kamis pagi (26/10) di Palu.
Sebelumnya Front Pembela Islam (FPI) Poso mendesak agar semua aparat Brimob yang di BKO-kan di Poso ditarik. Tuntutan tersebut menyusul tewasnya Syarifudin alias Udin (22) warga Gebang Rejo Poso akibat ditembak Brimob dalam bentrokan aparat dan warga di kawasan Tanah Runtu, Gebang Rejo, Minggu malam.
Selain meminta aparat Brimob ditarik, FPI juga menuntut pelaku penembakan Udin diusut, meminta Kapolda Sulteng, Gubernur Sulteng, Kapolres Poso, Bupati Poso bertanggungjawab atas kejadian Tanah Runtuh, meminta 4 jenderal polisi yang ada di Poso dikembalikan ke Jakarta (Paulus Purwoko, Wenas, FX Sunarko dan Gories Mere) serta menolak semua bentuk pembicaraan rekonsiliasi yang difasilitasi oleh aparat polisi dan pemerintah.
Mengenai penembakan Udin, ia menyatakan tim Propam Mabes Polri sudah turun ke Poso untuk menyelidiki kasus tersebut. "Peristiwa penembakan itu akan diusut oleh tim Propam Mabes Polri, dan akan dilihat apakah ada kesalahan prosedural dalam kejadian tersebut," tandasnya.
Situasi di Poso, Rabu ini kembali tenang. Tidak terlihat ada aksi-aksi massa sebagaimana hari-hari sebelumnya. Namun pada Selasa malam (25/10) dalam Kota Poso terdengar beberapa kali bunyi ledakan tapi tidak diketahui dari mana sumber ledakan itu.
Aparat keamanan sendiri tidak berusaha mencari tahu sumber ledakan. Juga tidak terlihat aparat yang berjaga di jalan-jalan raya pada Selasa, mereka sebagian lebih memilih tinggal di markas Polres Kota Poso. Suasana hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1427 H di Poso diwarnai aksi pembakaran rumah anggota Polres Poso.
Pembakaran terjadi Rabu (25/10) sekitar pukul 23.30 Wita, dan yang dibakar adalah rumah milik Bripka Sudaryanto, anggota Polsek Kota Poso.
Keterangan yang dihimpun menyebutkan, para pelaku pembakaran menggunakan cadar dan berteriak-teriak mencari Sudaryanto. Namun karena tidak menemukan anggota polisi tersebut, massa pun membakar rumah korban hingga rata dengan tanah.
Tidak hanya itu, massa juga menuju ke rumah lainnya yaitu rumah yang dikontrak para anggota polisi selama bertugas di Poso di Desa Gebang Rejo, Poso Kota. Di tempat ini massa mengeluarkan pakaian-pakaian anggota polisi yang ada dalam rumah tersebut kemudian membakarnya hingga ludes.
Ultimatum
Wakil Presiden (Wapres), Jusuf Kalla menegaskan, tidak ada satu pun warga negara Indonesia yang boleh mengultimatum pemerintah. Pemerintah telah menjalankan fungsinya dengan baik. Aparat pemerintah termasuk aparat keamanan di Poso telah berupaya keras untuk menjalankan tugasnya dengan baik.
Secara terpisah, Ketua Umum DPP Partai Persatuan Daerah (PPD), Oesman Sapta mengatakan, melihat masih terjadinya aksi teror di Poso, hendaknya semua pihak jangan saling menyalahkan. Paling penting dilakukan, pemerintah pusat harus lebih memperhatikan pemerintah daerah, khususnya di Poso sehingga bisa menciptakan situasi yang lebih kon-dusif.
Peristiwa di Poso hendaknya dapat dijadikan bahan refleksi bahwa masih ada dari sebagian anggota masyarakat di Indonesia yang rasa nasionalismenya mulai luntur. Ini semua harus disikapi secara arif dan dengan kepala dingin, kata Oesman.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengatakan, sudah waktunya pemerintah bersikap tegas terhadap banyaknya informasi dari lembaga-lembaga asing di Sulawesi Tengah yang justru menimbulkan suasana di Poso semakin panas. Karena mereka disinyalir bagian dari terjadinya konflik menyusul penyerangan dan penembakan di Poso Minggu (22/10) malam.
Din mengaku mendapat informasi dari Ketua Umum Forum Silaturahim dan Perjuangan Umat Islam di Poso, Adnan Irsal yang mengatakan telah terjadi penyerangan dan penembakan terhadap sebuah pondok pesantren di Poso oleh orang tak dikenal pada Minggu malam.
"Pemerintah termasuk Polri dan Intelijen harus keras dengan banyaknya informasi dari lembaga-lembaga asing yang berada di Sulteng dan Poso. Boleh jadi mereka tidak bekerja secara sungguh-sungguh dan tulus untuk pembangunan masyarakat, tetapi adalah bagian-bagian yang boleh jadi ikut mendorong terjadinya konflik di tanah air kita ini," kata Din.Arianto Sangaji, Direktur Yayasan Tanah Merdeka Poso menilai, berlarut-larutnya kekerasan di Poso bersumber dari kegagalan pemerintah antara lain kegagalan memberi perlindungan keamanan kepada warga, terutama ditandai membiarkan pertumbuhan kelompok-kelompok bersenjata non-negara di Poso. [128/E-5/Ant/M-11]
Last modified: 26/10/06

No comments: