SUARA PEMBARUAN DAILY
Masyarakat Poso Perlu Perdamaian Bukan Perang Pernyataan
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberi keterangan pers soal situasi di Poso di sela silaturahmi Idul Fitri di kediaman pribadinya di Makassar, Kamis (26/10). Kalla menyatakan perlu diterapkan UU Teroris di Poso, dan warga diminta tidak terpancing oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. [Antara/str-Paulus Tandi Bone]
[JAKARTA] Masyarakat Poso serta sejumlah daerah di Sulawesi Tengah pada umumnya lebih membutuhkan perdamaian dan jaminan perlindungan keamanan dari pada perang pernyataan antara tokoh masyarakat, pemerintah dan aparat keamanan. Yang dibutuhkan masyarakat sekarang adalah sebuah zona netral sehingga masyarakat terjamin keamanan dan keselamatan jiwanya.
"Untuk hal ini tidak serta merta aparat keamanan melakukan penambahan pasukan atau melaksanakan pendekatan keamanan. Melainkan yang dibutuhkan masyarakat adalah kemauan politik pemerintah menyelesaikan persoalan serta akar konflik secara tuntas, bermartabat dan manusiawi," ujar Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antar Agama Konferensi Waligereja Indonesia, Benny Susetyo Pr kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat (26/10).
Dikatakan, diperlukan pemimpin dan tokoh masyarakat yang benar-benar memiliki orientasi jelas dalam mengambil sikap netral dalam membantu masyarakat Poso menyelesaikan akar konfliknya. Keadilan, kearifan, kebijakasanaan, dan kenetralan bersikap para pemimpin dapat menciptakan suasana damai di Poso.
Deklarasi Malino, kesepakatan yang ditandatangani kedua pihak yang bertikai untuk mengakhiri konflik di Poso merupakan titik awal untuk menciptakan perdamaian di wilayah itu. Tetapi, kesepakatan itu tidak akan berfungsi bila tidak diikuti penegakan hukum. Sebab, tanpa penegakan hukum, sulit terwujud tatanan baru yang mengharmonisasikan kehidupan masyarakat Poso.
Disesalkan
Ketua Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (Forkoma PMKRI), Muliawan Margadana menyesalkan kelambanan aparat pemerintah dalam menangani kerusuhan sosial yang terjadi di Palu, Poso dan sejumlah wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah sejak 1998. Rentetan teror yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir juga menunjukkan pemerintah gagal menemukan otak pelaku kerusuhan.
Kegagalan pemerintah tersebut sebenarnya terlihat sejak konflik Poso meletus. Pemerintah seakan-akan membiarkan para aktor kerusuhan berkeliaran tetapi rela mengorbankan sekelompok warga sipil lainnya dengan hukuman mati.
Tewasnya Pdt Irianto Kongkoli dan rentetan bom yang meletus adalah bukti kegagalan pemerintah. "Semuanya harus diusut tuntas agar diketahui publik siapa sebenarnya aktor, dalang dan juga operator kerusuhan tersebut. Persoalannya tinggal kemauan aparat dan pemerintah untuk memulainya," katanya.
Muliawan menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada seluruh warga di Sulawesi Tengah yang semakin tidak terprovokasi atas ulah para pemicu konflik. Hal itu bisa terlihat tetap terjalinnya perdamaian antar warga selama ibadah puasa dan perayaan Idul Fitri beberapa waktu lalu. Paling tidak konflik horisontal sesama warga masih dapat terhindarkan.
Wakil Presiden, Jusuf Kalla saat menggelar open house di kediaman pribadinya, di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (26/10) mengatakan, melihat perkembangan yang terjadi di Poso, sebenarnya sudah tidak ada lagi konflik, yang ada di daerah itu adalah tindakan teroris. Polri dan TNI diminta menangkap para pelakunya dan betul-betul mencari tahu hingga keakar-akarnya. [H-12/148]
Last modified: 27/10/06
Friday, October 27, 2006
Posted @ 6:38 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment