Thursday, October 19, 2006

RS, Kamis, 19 Oktober 2006
Paliudju Mengaku Aparat Kebobolan

JAKARTA- Pemerintah mengutuk keras pelaku penembakan pendeta Irianto Kongkoli. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Widodo AS mengakui peristiwa itu bukan kriminal biasa dan merupakan aksi teror.
"Kejadian ini lebih diwarnai reaksi dan respon terhadap eksekusi Fabianus Tibo dan kawan-kawan, kami beri atensi dan langkah-langkah khusus," ujarnya seusai rapat tertutup di Gedung Nusantara DPR, Jakarta kemarin.
Menurut Widodo, penembakan itu diduga sudah direncanakan sebelumnya. Tujuannya untuk menciptakan kesan aparat tidak profesional dan memunculkan ketidakpercayaan pada pemerintah.
Di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengaku sudah mengantongi identitas pelaku. "Kalau anatominya kita sudah tahu tinggal kita cari," katanya.
Siapa? "Masih kelompok lama," katanya. Saat ini polisi masih fokus melakukan olah TKP di lokasi penembakan. Alumni Akpol 1973 itu meminta elemen masyarakat ikut memberi informasi terkait kasus itu. "Segera serahkan pada polisi, akan kami tindaklanjuti," katanya
Tapi kenapa Polisi terus kebobolan? Sutanto hanya menjawab singkat ,"Kami sudah berusaha terus."
Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju mengatakan aktor di balik penembakan itu adalah kelompok Hasanuddin. "Indikasinya jelas mengarah ke sana, itu adalah bagian dari teror-teror yang teroganisir," katanya.
Paliudju yang sudah berada di Jakarta sehari sebelum peristiwa penembakan itu mengaku kebobolan. "Operasi intelijen sudah digelar, bahkan kepala BIN baru saja berkunjung tapi masih saja terjadi," ujarnya dengan nada sedih.
Gubernur yang sangat dekat dengan pendeta Irianto Kongkoli itu mengaku sangat kehilangan. "Almarhum tokoh yang baik, dia dikenal sangat dekat dengan masyarakat dan toleran," katanya.
Paliudju juga mengakui jika Irianto Kongkoli ikut terlibat dalam aksi-aksi menentang eksekusi Tibo cs.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Pansus Poso DPR Azlaini Agus mengaku punya data keterlibatan orang dari luar Palu dalam kasus penembakan itu. "Kapolri juga mengakuinya (keterlibatan orang luar, Red)," ujarnya.
Politisi PAN itu mempertanyakan kebijakan mutasi terhadap aparat kepolisian di Sulawesi Tengah. Padahal, kedekatan antara polisi dan masyarakat diyakini mampu meredam potensi konflik. "Kalau tiap ada kasus datang orang baru tidak efektif," katanya.
Azlaini juga kaget mendengar pernyataan kepala BIN Syamsir Siregar yang sudah mendeteksi ancaman itu namun tetap saja terjadi. "Kalau begitu apa gunanya intelijen, operasi-operasi anti teror aparat telah terbukti gagal," ujarnya.(rdl/aku)

No comments: