Thursday, October 19, 2006

RS, Kamis, 19 Oktober 2006
Pesan Ayahnya Benar-benar Terjadi
Geraldi Dwi Risandi, Anak Almarhum Pendeta Irianto Kongkoli

"Nak papa mau pasang tegel di kamarmu, kira-kira warna apa yang disukai, kalau bisa papa pasang yang warna biru muda saja dan catnya berwarna cerah,’’ kata Pendeta Irianto Kongkoli kepada anaknya, Geraldi Dwi Risandi Kongkoli.
‘’Terserah pasang saja yang mana baiknya,’’ kata Geraldi.
‘’Oke, kalau begitu nanti papa yang datang ke Tentena, jemput yah,’’ kata Irianto lagi.
LAPORAN: YUSUF WEMPI
PENGGALAN kalimat di atas ternyata adalah dialog terakhir antara Geraldi dan ayahnya. Keduanya berbicara melalui telepon pada hari Senin (16/10) dini hari sekitar pukul 24.30 wita, beberapa jam sebelum aksi penembakan yang terjadi Senin pagi sekitar pukul 08.15 ayahnya.
Ditemui di rumah duka, Geraldi tampak tegar. Berbeda dengan kakaknya Gemala Gita Evaria (19), sampai kemarin masih shock sehingga menolak untuk diwawancarai koran ini.
Geraldi mengaku, saat-saat terakhir jelang kematian ayahnya, dia ditelepon ayahnya ketika berada di Tentena. Dalam pembicaraan tersebut ayahnya menawarkan agar kamar Geraldi dipasang tegel. Dia tak menyangka itu adalah yang terakhir kalinya berbicara dengan ayah tercinta.
Anak kedua almarhum Pendeta Irianto Kongkoli ini berharap agar ayahnya dimakamkan di pekuburan Kristen Talise, Palu Timur. Menurutnya pemakaman di Palu untuk lebih mendekatkan ibu, anak-anak dan keluarga beserta warga jemaat.
Keinginan Geraldi tersebut juga diinginkan oleh kakak pertamanya Gemala Gita Evaria Kongkoli (19), mahasiswa STT Intim Makassar. Meski dalam rapat keluarga belum diputuskan, namun Geraldi berharap agar keinginan tersebut bisa dipenuhi.
Geraldi yang saat ini tercatat sebagai siswa kelas II di SMA 2 Palu tidak menyangka jika ayah yang sangat dikasihinya tersebut pergi untuk selama-lamanya. Menurutnya kematian tersebut adalah hak sepenuhnya dari Tuhan bukan di tangan manusia.
"Ini merupakan tindakan yang sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan. Ayah saya tidak pernah menyakiti orang, justru sebaliknya ayah saya adalah orang yang sangat mencintai perdamaian dan selalu menginginkan agar keadilan ditegakkan.”
“Kalaupun selama ini ayah saya selalu menyuarakan kebenaran itu karena ayah saya selalu berjalan di dalam rel kebenaran berdasarkan firman Tuhan. Saya rasa wajar jika keadilan itu harus ditegakkan," katanya.
Geraldi selalu ingat akan pesan ayahnya bahwa dalam menjalani kehidupan ini tidak setengah-setengah, namun harus teguh dengan pendirian dan selalu mengandalkan Tuhan Yesus Kristus. Geraldi masih ingat pada bulan Agustus 2006 lalu, ayahnya memberikan sebuah buku yang berisikan tentang kisah hamba-hamba Tuhan yang tewas tertembak di saat memimpin kebaktian (ibadah), seperti yang terjadi pada Pendeta Susianti Tinulele. Dalam pesannya bahwa apa yang dialami oleh hamba Tuhan tersebut juga bisa terjadi pada diri ayah.
Dan pesan itu katanya, benar-benar terjadi di mana ayahnya tewas ditembak orang tak dikenal. "Itu juga (penembakan Susianti, red) yang sama terjadi pada ayah saya, benar-benar kejam tindakan tersebut. Sebagai manusia saya sangat marah, namun itu semuanya sudah terjadi. Tinggal yang saya butuhkan adalah keseriusan dari aparat kepolisian dalam mengungkap kasus ini. Jangan hanya sekadar janji namun harus ada bukti secara nyata," katanya.
Geraldi mengungkapkan, pada malam minggu (Sabtu, 14/10), ada dua orang bermalam di pos ronda dan tidak seperti biasanya memantau sekeliling rumah. Bahkan orang tersebut, sempat membuntuti ayahnya dengan menggunakan sepeda motor ketika keluar rumah.
"Saya tidak tahu persis apa yang menjadi keinginan dari orang tersebut, namun itu semuanya dilihat oleh sopir ayah saya, hingga sampai pada kejadian yang amat menyakitkan tersebut.***

1 comment:

Unknown said...

Salam Hormat Bung!
Lama tidak berjumpa pasca peristiwa yang memilukan dipertengahan Oktober 2006. Sekarang saya mampu memahami apa yang terjadi dan dari peristiwa itu semakin memotivasi saya untuk terus melanjutkan perjuangan yang belum sempat terselesaikan oleh pendahulu saya (Alm Pdt Kongkoli). Tersampaikan terima kasih kepada Bung yang memuat berita ini. Semoga dapat jumpa lagi dilain kesempatan. Kongkoli bangkit kembali!

Wassalam!