Wednesday, October 25, 2006

RS, Rabu, 25 Oktober 2006
Warga Minta Brimob Ditarik, Diberi Waktu 1x24 Jam

POSO- Masyarakat Poso meminta Kapolri untuk menarik aparat Brimob BKO dari Poso dalam waktu 1X24 Jam, terhitung sejak pembacaan tuntutan penarikan itu, pagi kemarin (24/10).
Ketua Bela Negara dan Jihad Front Pembela Islam Kab. Poso Sugianto Kaimudin kepada Radar Sulteng Senin lalu.
Pernyataan sikap umat Islam Poso yang dibacakan Sugianto Kaimidin tersebut diketahui dan ditandatangani 19 ormas/orsos/Parpol/OKP Islam yang ada di Kabupaten Poso. Di antaranya Muhammadiyah, Alkhaerat, NU, PPP, PKB, PBR, FSPUI, MT. Khalid bin Walid, Aiyiyah, Nasyiatul Aisyiah, Wanita Islam Alkhaerat, Gerakan Pemuda Ka'bah, Pemuda Muhammadiyah dan lainnya.
Point pokok dari pernyataan umat Islam Poso tersebut adalah meminta Kapolri untuk menarik semua Brimob BKO dari Poso sekaligus memulangkan empat jenderal yang diturunkan ke Poso.
Menurut Sugianto, keputusan tersebut merupakan hasil kesepakatan seluruh ormas dan parpol Islam yang ada di Kabupaten Poso setelah menggelar rapat mendadak siang Senin pascatertembaknya Galih Pamungkas. Katanya, sikap tegas warga muslim Poso diambil menyikapi aksi aparat yang dinilai telah merusak tatanan hidup damai masyarakat Poso. Selain itu, pernyataan sikap diambil setelah melihat aksi Brimob yang kian brutal dengan menembaki masyarakat tanpa pandang bulu. "Kami umat Islam Poso prihatin dan mengutuk tindakan penembakan terhadap anak balita Galih," sebut Sugianto.
Sugianto menerangkan, ada dua tuntutan umat Islam terhadap aparat BKO yang ada di Poso. Yakni, meminta 1X24 jam untuk meninggalkan Poso, dan apabila tuntutan itu tidak dipenuhi, maka mereka mengaku akan melakukan aksi yang lebih besar.
Ditanya soal aksi apa yang akan dilakukan, pengurus FPI Poso ini mengatakan, umat Islam Poso akan melakukan aksi mogok di semua aktivitas, mulai dari perkantoran, jasa hingga ke persoalan ekonomi (tutup pasar/toko). Bahkan mereka tak ragu-ragu untuk melakukan pengusiran secara paksa.
Lebih jauh Sugianto mengatakan, umat Islam Poso sangat kecewa dengan prilaku yang dilakukan aparat kepolisian terhadap umat Islam. Katanya, aparat kepolisian terlihat tebang pilih dalam memberlakukan proses hukum di Poso. "Umat Islam yang tidak berbuat apa-apa langsung diberondong peluru, tapi kalau umat lain, mereka takut. Padahal jelas mereka (polisi, red) telah dirugikan," papar Sugianto. Ia kemudian mengambil perbandingan, antara kasus Taripa dimana banyak fasilitas polisi dirusak, dan kasus Poso Kota tadi malam.
KAPOLRI MENOLAK
Tuntutan sejumlah pihak di Poso yang menuntut penarikan satuan Brimob pascabentrok di kawasan Tanah Runtuh Sabtu malam lalu, ditolak Kapolri Jenderal Pol Sutanto. ”Keberadaan polisi itu (di sana) untuk mengamankan, jangan sampai terjadi teror yang dilakukan oknum yang bikin kekacauan di sana sehingga ini harus disikapi. Kita (tak akan tarik) dan kita akan bekerja sama dengan masyarakat di sana. Jangan terbawa kepentingan kelompok di sana,” bebernya usai sholat Id di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri kemarin.
Mantan Kapolda Jatim ini menambahkan jika pihaknya juga sudah mampu mengendus jaringan pelaku yang berada di balik rantai kekerasan itu. Termasuk kejadian mutakir Sabtu lalu bentrokan antara polisi dengan warga di kawasan Tanah Runtuh, Kelurahan Gebangrejo, Poso. Namun karena alasan masih dalam penyelidikan maka polisi belum bisa membuka ke publik. ”Supaya tuntas dulu,” lanjutnya.
Bentrokan itu sampai terjadi, menurut Kapolri, karena dimulai dari aksi penyerangan yang berasal dari kelompok massa. ”Tak akan ada penambahan pasukan. Semua unit, Kapolda, komandan (di sana) sudah bertugas dengan baik,” sambungnya. Pasukan di sana juga tidak akan di-rolling.
Sedangkan soal tersangka yang ditangkap, dari enam orang yang sempat diamankan, Kapolri menjawab jika pihaknya masih mendalami untuk mencari siapa pelaku penyerangan terhadap Brimob tersebut. Ada diantara mereka yang sudah ditahan.
Saat ditemui di Istana Merdeka siang harinya, Kapolri menambahkan jika peristiwa bentrokan itu bermotif teror. ”Aksi seperti itu tidak benar. Indonesia adalah negara hukum sehingga tidak dibenarkan melakukan tindakan melawan petugas seperti itu,” tegasnya.
TIM INVESTIGASI
Konflik berkepanjangan di Poso ditanggapi secara serius oleh pemerintah. Untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian konflik selanjutnya, pemerintah mengirimkan tim investigasi yang terdiri dari Aster TNI, Kepala BIN, dan Irwasum Polri Komisaris Polisi Yusuf Manggabarani ke Poso.
”Tindak lanjut Poso akan menunggu laporan mereka,” ungkap Panglima TNI Djoko Suyanto setelah acara silaturahmi dengan Presiden SBY di Istana Negara kemarin. Ketiga orang tersebut berangkat sekitar pukul 11.00 kemarin dengan tugas melakukan evaluasi konflik Poso. Panglima mengaku apa yang mereka lakukan sangat penting karena langkah penyelesaian konflik Poso tidak bisa dilakukan tanpa kerja tim tersebut.
Di Poso TNI menyiagakan 200 personelnya untuk menjaga keamanan dan membantu pemerintah daerah setempat mengkondusifkan suasana di daerah konflik.
Dalam melaksanakan tugasnya, TNI tidak bekerja sendiri. ”Tugas TNI adalah membantu dan melaksanakan patroli gabungan dengan Polri, tidak bertindak sendiri-sendiri,” tambah Djoko. Hal utama yang dilakukan TNI di Poso adalah menjamin jangan sampai ada bentrokan antar masyarakat. ”Justru itu yang penting,” tambahnya.
Sampai hasil laporan tim investigasi disampaikan, TNI belum merencanakan untuk menambah personilnya di Poso. Tidak hanya itu, penambahan pasukan disadari tidak berarti banyak dalam penyelesaian konflik. ”Seberapapun pasukannya, kalau masyarakat tidak damai, tidak akan hasilnya. Semua tergantung kedua belah pihak,” tambahnya. (nue/ein/naz/Cr5)

No comments: