Wednesday, October 04, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Perlu Tim Independen Pencari Sumber Konflik Poso

[JAKARTA] Persoalan Poso harus segera diselesaikan dengan membangun budaya rekonsiliasi yakni keberanian untuk mengungkap akar masalah sebenarnya. Tanpa keberanian untuk mengungkap kebenaran yang sejati tidak akan terjadi rekonsiliasi dan perdamaian semu yang akan terjadi. Karena itu, yang dibutuhkan segera dalam mengatasi konflik Poso adalah menegakan hukum dan mengungkap kebenaran.
"Dan penegakan hukum yang dibutuhkan masyarakat yaitu penegakan hukum tanpa didasari oleh kepentingan politik jangka pendek, melainkan keberanian mengungkap keterlibatan orang kuat dibalik konflik yang terjadi," ujar Sekretaris Eksekutif Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Benny Susetyo Pr kepada Pembaruan di Jakarta, Rabu (4/10).
Menurut Benny, dibutuhkan tim independen yang bisa mengungkapkan apa sesungguhnya yang terjadi. Keberanian seperti inilah yang dinantikan masyarakat yakni adanya keberanian untuk menyelesaikan malasalah secara tuntas, jujur, adil, terbuka dan sesuai dengan prinsip kebenaran yang sejati.
Sementara itu, dosen pasca sarjana psikologi UI, Ichsan Malik menilai Papua, Poso, dan Kalimantan Tengah masih tetap berada dalam situasi yang sangat rentan untuk meledaknya konflik. Papua masih membutuhkan pelurusan sejarah, pemberantasan korupsi, distribusi yang merata dari hasil pengolahan sumber daya alam, pemberdayaan yang optimal bagi suku-suku di pedalaman, efektifitas pemerintahan daerah.
"Poso masih membutuhkan perdamaian di tingkat masyarakat dan pelaku konflik lokal, koordinasi di antara alat negara terutama tentara dan polisi, pemberantasan korupsi, dan penyelesaian pengungsi. Kalimantan Tengah harus bernegosiasi untuk kembalinya orang Madura dan pengembalian aset mereka, memberdayakan ekonomi masyarakat dayak, memfungsikan secara optimal fungsi dan aktor-aktor penegakkan hukum," ujar Direktur Institut Titian Perdamaian itu.
Berdasarjkan kajian risetnya, wilayah baru yang sangat potensial untuk meledaknya konflik sosial adalah wilayah Propinsi Lampung dan wilayah Propinsi Riau. Di Lampung, sejarah transmigasi dari Pulau Jawa untuk membangun Lampung 100 tahun lalu perlu diperjelas dan dipahami bersama. Enclave dan sentimen antara Jawa, Sunda, dan pribumi semakin menguat, sengketa tanah transmigran dan masyarakat adat semakin meluas dan pilkada lokal. Propinsi Riau yang kaya sumber daya alam, namun rakyatnya miskin, distribusi pengolahan hasil sumber daya alam yang tidak menetes hingga tingkat bawah, menguatnya agresifitas penduduk asli.
Dikatakan, pada prinsipnya lebih baik mencegah, daripada harus menanggulangi konflik. Kekuatan lokal untuk mencegah dan menangani konflik, serta kesadaran kritis masyarakat tentang sumber-sumber konflik dan faktor pemicunya harus terus ditingkatkan . Menggantungkan diri kepada inisiatif pemerintahan pusat untuk dapat segera menyelesaikan konflik pada saat ini, bisa fatal akibatnya, dan tidak bijaksana.
Toleransi antar umat beragama, dan kelompok etnik, haruslah dipraktekkan. Dan di budayakan tahap demi tahap. [E-5]
Last modified: 4/10/06

No comments: