SUARA PEMBARUAN DAILY
TAJUK RENCANA I
Hukum Absen di Sulteng?
Teror masih berkeliaran di Sulawesi Tengah. Sabtu dan Minggu (14-15/10) bom meledak di Poso. Senin (16/10) pagi kemarin Pendeta Irianto Kongkoli, MTh, yang juga Sekretaris Umum Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) dibunuh di Palu, ketika sedang berbelanja bahan bangunan. Bahkan malam harinya, Poso juga dikejutkan oleh dua ledakan lain.
Pembunuhan ini memperlihatkan kejahatan kemanusiaan yang sengaja dilakukan untuk menebarkan ketakutan. Sasaran terhadap pejabat gereja terbesar di wilayah itu menunjukkan teror untuk mengobarkan konflik berkekerasan yang diwarnai latar belakang keyakinan.
Hal ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, pada Juli 2003, Pendeta Susianty Tinulele dibunuh ketika memimpin ibadah di GKST Effata, Palu. Sulteng telah bersimbah darah begitu banyak oleh berbagai pembunuhan terhadap sejumlah siswa sekolah, jaksa, polisi, dan bom di sejumlah tempat, termasuk di pasar Tentena.
Namun dari begitu banyak kasus kejahatan kemanusiaan yang mengerikan dan menebarkan ketakutan itu, tidak banyak yang bisa diungkap, bahkan pelakunya pun tidak diketahui. Kekuasaan negara yang berkewajiban menegakkan hukum seolah-olah absen di wilayah itu. Teror berkeliaran dengan leluasa dan tak terjamah oleh penegak hukum.
Dalam kasus di Sulteng ini, pemerintah gagal melindungi warganya, bahkan aparat gagal mengungkap dan menangkap para pelaku. Dari kasusnya yang begitu banyak, dan dalam rentang waktu yang cukup lama menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum tidak serius memberantas kejahatan ini. Maka di masyarakat muncul opini yang menyebutkan adanya tangan-tangan tak terlihat yang melindungi penjahat-penjahat keji ini.
Kasus yang terakhir ini sangat memukul, karena negara terlihat begitu lembek dalam menjalankan kewajiban melindungi warga negara. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus menyadari realita ini, dan memperbaiki komitmen dengan lebih tegas.
Pernyataan-pernyataan keprihatinan pejabat negara tidak berarti apa-apa, jika tidak secara nyata ditunjukkan dengan menegakkan hukum dan keadilan untuk menciptakan suasana damai di sana.
Kritik terhadap pemerintah yang lembek ini, bukan pernyataan tanpa dasar. Polisi telah berkali-kali di kirim ke sana untuk memperkuat aparat setempat dan dengan tugas yang jelas menciptakan keamanan, pasukan TNI juga beberapa kali diterjunkan di wilayah tersebut. Tetapi mengapa Sulawesi Tengah tidak juga menikmati kedamaian? Mengapa warga tidak bisa beraktivitas dengan rasa aman?
Kalau bukan karena aparat penegak hukum dan keadilan yang tidak profesional, tentu karena teror ini memiliki jaringan yang kuat. Namun demikian, bukanlah alasan yang bisa diterima jika kekuasaan negara tidak bisa mengatasi sekuat apapun teror itu. Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi kinerjanya dalam menciptakan rasa aman dan memburu teroris. Dan saatnya untuk secara tegas mengungkap semua kasus kejahatan teror di sana.
Dalam kaitan dengan pembunuhan Pendeta Irianto Kongkoli, tidak ada pilihan bagi aparat kecuali membongkar kasus ini dan menangkap pelakunya. Kejahatan ini sangat mungkin melibatkan pelaku-pelaku yang mempunyai kaitan dengan kelompok-kelompok yang memiliki interes yang lebih luas, termasuk kepentingan politik dan ekonomi. Namun penegakan hukum tidak boleh dibelokkan oleh adanya tekanan-tekanan tersebut. Kalau tidak, Sulteng terus-menerus dirundung konflik.
Pemerintah, dan aparat penegak hukum harus merefleksi atas apa yang diputuskan terhadap Fabianus Tibo dan dua kawannya yang disebut sebagai provokator. Namun dalam kenyataan, setelah mereka dieksekusi, pembunuhan dan peledakan bom terus terjadi.
Hal itu menunjukkan bahwa masih ada provokator dan pembunuh-pembunuh yang berkeliaran di Sulteng. Ini berarti bahwa aparat harus bekerja keras dan dengan nurani.
Masyarakat hendaknya tidak menjadi ciut oleh teror ini, sebaliknya membangun persaudaraan dengan damai dan saling menguatkan. Kita ikut berbela sungkawa dengan keluarga almarhum dan segenap jemaat GKST dengan terus mendorong menciptakan kedamaian.
Last modified: 16/10/06
Wednesday, October 18, 2006
Posted @ 2:24 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment