Wednesday, October 18, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
Umat Beragama Diimbau Tidak Terpancing Provokasi

[JAKARTA] Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia, Prof Dr Nazri Adlani meminta seluruh umat beragama mampu menahan diri dan tidak terpancing upaya provokasi sejumlah pihak yang menginginkan ketidakharmonisan dan kekerasan terjadi di Poso.
"Kami mengimbau umat Islam dan umat beragama lain di Poso untuk bersikap tenang dan menyikapi seluruh isu, fitnah dan bentuk-bentuk pro- vokasi lain dengan hati dan kepala dingin. Apalagi umat Islam tengah menjalankan ibadah puasa yang dituntut sabar, ikhlas, dan mampu memancarkan kesejukan," ujar Nazri kepada Pembaruan, di Jakarta, Senin (16/10).
Dikatakan, tugas menciptakan keamanan dan kerukunan umat beragama merupakan tanggung jawab bersama umat beragama di Poso.
Dan seluruh bentuk aksi provokatif dan upaya menghasut serta memecah belah umat beragama harus dijadikan musuh bersama umat beragama di Poso.
Setiap anggota masyarakat yang mengetahui ada upaya jahat seperti itu wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum.
"Penegak hukum harus lebih banyak bekerja keras menciptakan ketenangan dan kerukunan umat beragama di Poso," ujarnya.
Sementara itu, Hendrikus Tual dari Forum Poso Bersatu dalam siaran persnya menegaskan, kekerasan yang terjadi di Poso, bukan merupakan peristiwa baru. Sebelumnya beberapa waktu lalu Pendeta Susianti Tinulele (29) tewas ditembak oleh penembak jitu tak dikenal ketika ia memberikan khotbah di Gereja Effata.
Sporadis
"Sejak tahun 2000 di Palu sebenarnya sudah terjadi berbagai bentuk kekerasan, seperti penembakan, peledakan bom, dan ancaman teror. Bedanya, kekerasan itu berlangsung sporadis dan tertutup. Tidak seperti di Poso, kecuali dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan di sana pernah berlangsung terus menerus dan terbuka. Sayangnya hal ini kurang diantisipasi aparat keamanan," ujarnya.
Dikatakan, pihaknya menilai peristiwa penembakan itu sebagai usaha memperluas kekerasan, yakni dengan memperluas wilayah kekerasan yang tidak saja mencakup Kabupaten Poso, Morowali, dan Tojo Una-Una, tetapi juga meliputi Kotamadya Palu dan sekitarnya.
Dengan demikian, kekerasan menjadi kian rumit karena mencakup wilayah lebih luas. Namun, usaha perluasan itu sulit terwujud.
Secara demografis Palu amat jauh berbeda dengan Poso.
"Karena itu, teror-teror misterius untuk mengadu domba warga yang berbeda agama tidak pernah sukses mendorong eskalasi kekerasan di Palu. Kekerasan di Palu sebenarnya lebih dimaksudkan untuk meme- lihara ketakutan warga, mempertahankan kecurigaan antarwarga," ujarnya.
Serangan terhadap tempat ibadah dan simbol-simbol keagamaan dimaksudkan untuk melestarikan kecurigaan antarumat beragama. [E-5]
Last modified: 17/10/06

No comments: