Komentar, 23 Sept 2006
Eksekusi Tibo cs sulut kemarahan warga
Atambua Rusuh, Rudis Kajari Dibakar
Eksekusi mati terhadap Fa-bianus Tibo cs, menyulut kema-rahan ribuan orang di Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT). Massa mengamuk, merusak gedung perkantoran, warung-warung, pos polisi hingga SPBU, serta penjara dibobol massa dan dibakar. Akibatnya 190 nara-pidana dan tahanan kabur.“Tahanan kabur karena ada pengrusakan pintu utama dan blok tahanan yang dilakukan massa simpatisan Tibo. Seba-gian ruang penjara dibakar massa,” kata Kepala Kantor Wi-layah (Kakanwil) Hukum dan HAM Propinsi NTT, Soetomo Ra-hardjo.Menurut dia, tindakan anar-kis itu terjadi setelah massa simpatisan Tibo menyerbu Kan-tor Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua dan merusakkan kantor itu serta membakar rumah dinas Kepala Kejari (Ka-jari) Belu beserta mobil dinas yang diparkir di garasi. Letak Kantor Kejari bersebelahan dengan rumah dinas Kajari Be-lu itu hanya berjarak lima me-ter. Massa simpatisan Tibo yang makin beringas itu kemudian bergerak menuju Rutan Atam-bua. Dalam perjalanan mereka melempari rumah dinas Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Atambua hingga rusak lalu menyerbu Rutan Atambua. Ra-hardjo mengatakan, tindakan anarkis di Rutan Atambua itu terjadi setelah massa menyerbu masuk Lapas Atambua yang hanya dijaga empat orang sipir penjara selaku petugas piket. Kobaran api di sejumlah ruang tahanan ikut memacu para napi dan tahanan titipan polri dan kejaksaan yang se-dang berada di ruang umum untuk kabur meninggalkan la-pas. Seorang sipir penjara yang berupaya menghalau massa malah menjadi korban kekera-san hingga dilarikan ke rumah sakit, sementara aparat ke-amanan TNI dan Polri tidak banyak membantu karena keterbatasan personel. “Hanya 15 orang dari total 205 napi dan tahanan yang me-milih bertahan di lapas. Itu pun karena berada dalam blok ta-hanan yang tidak sempat di-sentuh massa yang menyerbu masuk lapas,” ujar Rahardjo.Ia menambahkan, kerusakan akibat kerusuhan yang di-timbulkan massa simpatisan Tibo di Rutan Atambua cukup parah karena sejumlah ba-ngunan dibakar. Menurut dia, semestinya aksi pembobolan Rutan Atambua tidak terjadi jika diantisipasi secara baik oleh aparat keamanan karena beberapa jam sebelum penyer-buan ke Rutan Atambua, massa simpatisan Tibo sudah terlihat berkumpul dan di-ketahui hendak menuju Kantor Kejaksaan Belu dan Rutan Atambua. Sementara di Sulteng, ribuan massa dari dalam dan luar Kota Tentena, Kabupaten Poso, Jumat pagi kemarin, berde-monstrasi dengan memblokir jalan Trans Sulawesi dan mem-bakar ban-ban bekas, mem-protes eksekusi mati Tibo cs. Sebagian massa malah sempat menduduki Kantor Polsek Pamona Utara, selain menutup jalur Trans Sulawesi di kota kecil yang berada di tepian Danau Poso itu.Dalam aksi protes itu, massa juga sempat menghujani benda keras ke Kantor Polsek dan setiap kendaraan yang me-lintas. Sejumlah kendaraan angkutan umum dan pribadi yang datang dari kota-kota di bagian barat dan utara Sula-wesi serta bagian timur Sulteng yang melintas di jalur itu sem-pat ketakutan karena banyak-nya massa yang turun ke jalan.Bahkan setiap penumpang kendaraan-kendaraan yang melintas harus menjalani pe-meriksaan oleh pengunjuk rasa, meski kemudian dilepas-kan kembali. Kemarahan mas-sa baru dapat diatasi setelah aparat setempat disertai Pendeta Renaldy Damanik MSi, Ketua Umum Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) berada di lokasi dan memberikan pencerahan.Dihubungi secara terpisah, Pendeta Damanik menyatakan pihaknya (Sinode GKST) sangat kecewa dengan sikap pemerin-tah memaksakan kehendak dalam melaksanakan eksekusi mati terhadap Tibo, Doming-gus, dan Marinus. “Kami meno-lak keras pelaksanaan eksekusi itu, sebab ketiga terpidana ma-sih mengajukan permohonan grasi kedua kepada presiden dan belum memperoleh putu-san,” tuturnya.Damanik juga mendesak apa-rat penegak hukum di Propinsi Sulteng untuk segera mengusut dan memproses para pelaku kerusuhan Poso, mulai dari Jilid I (Desember 1998), Jilid II (April 2000), dan Jilid III (pecah sejak Mei 2000), guna memenuhi rasa keadilan masyarakat. “Semua mereka yang terlibat dan memicu konflik komunal di Poso harus segera diproses secara hukum, termasuk para pejabat dan mantan pejabat pemerintahan serta oknum aparat keamanan ketika itu,” kata Damanik.(dtc/mdc/spc)
Saturday, September 23, 2006
Posted @ 10:30 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment