Sunday, September 24, 2006

SUARA PEMBARUAN DAILY
KWI Imbau Umat Katolik Hindari Kekerasan

[JAKARTA] Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengimbau umat Katolik, khususnya yang berada di kawasan Indonesia Timur untuk segera menghentikan kekerasan dan cara- cara anarkisme dalam menyikapi pelaksanaan eksekusi hukuman mati terhadap Tibo cs.
"Kasus eksekusi Tibo Cs harus direspons dengan cara mengedepankan aspek kemanusiaan, damai dan kesejukan iman. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan kekerasan. KWI berharap warga masyarakat yang kecewa jangan mengungkapkan dalam bentuk kekerasan melainkan mengedepankan nilai-nilai dialogis untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara anti kekerasan. Kekerasan harus segera dihentikan," demikian imbauan Komisi Hubungan Agama dan Masyarakat KWI, Benny Susetyo Pr kepada Pembaruan di Jakarta, Sabtu (23/9) pagi.
Aparat kepolisian diharapkan dapat segera meredam gejolak yang terjadi di masyarakat setelah dieksekusinya Tibo dan kawan-kawan. Jika perlu, aparat kepolisian menambahkan pasukannya untuk menjaga agar gejolak tidak semakin meluas.
Sementara itu Ketua DPR Agung Laksono dan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar juga meminta aparat kepolisian dapat meredam gejolak di masyarakat dan jika perlu kepolisian menambahkan pasukannya untuk menjaga agar gejolak tidak semakin meluas pasca dieksekusinya Tibo Cs. Menurut Agung, keputusan eksekusi Tibo Cs merupakan keputusan yang dilakukan sesuai dengan prosedur hukum. Semua pihak, diharapkan dapat menghormati keputusan hukum yang telah diambil.
"Gejolak di masyarakat menjadi urusan kepolisian untuk menanganinya. Saya yakin kepolisian mampu menangani dengan baik. Yang penting dapat dicegah dan diredam jangan sampai menambah suasana menjadi lebih panas," jelasnya.
Diharapkan kepada tokoh agama setempat dapat turun dan memberikan pengertian kepada masyarakat untuk menghindari agar gejolak tidak semakin meluas.
Secara terpisah Wakil Presiden (Wapres) Muhammad Jusuf Kalla kembali menegaskan, masalah eksekusi mati Tibo Cs murni masalah hukum. Kasus ini jangan dikaitkan dengan masalah agama dan suku sebab kalau dikaitkan, negara besar dan majemuk seperti Indonesia ini akan hancur berantakan.
Wapres sangat prihatin dengan reaksi masyarakat di beberapa tempat seperti Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT). Karena masalah eksekusi terhadap tiga terpidana itu sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Meski demikian, dia mengaku bahwa reaksi yang berlebihan itu terjadi karena perbedaan penafsiran terhadap kasus Tibo Cs. "Tetapi sekali lagi saya tegaskan bahwa kasus ini jangan dikaitkan dengan masalah agama atau suku. Tetapi ini murni masalah hukum," tegasnya.
Dia mencontohkan, bila suatu saat ada orang Makassar yang dihukum mati, semua orang Makassar tidak perlu marah. Begitupun juga dengan orang Jawa. Kalau mereka semua marah karena ada warganya yang dihukum mati, bangsa yang besar ini akan hancur lebur.
Jam Malam
Terkait dengan pengamanan pascaeksekusi terhadap tiga terpidana mati itu, Kalla mengatakan, di Sulawesi Tengah dan NTT masih diberlakukan siaga satu. Diharapkan dengan status itu aparat kepolisian bisa mengendalikan keamanan di kedua provinsi tersebut.
Pihak kepolisian memberlakukan jam malam di Kota Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, NTT, setelah sejumlah massa mengamuk dan merusak serta membakar gedung DPRD, Kantor Kejaksaan dan Kantor Pengadilan Negeri setempat, Jumat (2/9) petang. Penetapan jam malam ini dibenarkan Bupati Sikka, Alex Longginus ketika dihubungi per telepon selularnya di Maumere.
Secara terpisah Kapolres Sikka, AKBP Endang Syafruddin mengakui, pihaknya telah berupaya agar massa yang terdiri dari sejumlah LSM dan mahasiswa itu tidak turun ke jalan. Namun mereka terus memaksa dengan alasan hanya arak-arakan. Tapi, kenyataannya mereka tak dapat mengendalikan massa.
Dari insiden ini, dua orang sebagai provokator berhasil diamankan.
Dikatakan, massa yang mengamuk itu tidak puas atas keputusan eksekutor yang tidak mengabulkan pengembalian jenazah terpidana mati Dominggus da Silva untuk dimakamkan di Maumere, sesuai permintaan terakhirnya sebelum menjalani eksekusi. Mereka menuntut pemerintah agar jenazah Dominggus dikembalikan ke Maumere.
Sementara itu, situasi kota Atambua, Kabupaten Belu yang sempat memanas, Jumat kemarin, telah terkendali. Instansi pemerintah dan swasta serta sekolah-sekolah kembali beraktivitas, setelah blokade jalan di sejumlah tempat dibuka petugas polisi dibantu aparat keamanan. Namun sabtu pagi, belum ada kendaraan umum yang beroperasi seperti biasanya. [E-5/A-21/120]
Last modified: 23/9/06

No comments: