Monday, September 25, 2006

Radar Sulteng, Sabtu, 23 September 2006
Tegar, Tak Sedikit Pun Terdengar Tangis
Keluarga Tibo Cs Menjelang Detik-Detik Eksekusi Mati

Setelah berbagai upaya dilakukan pihak keluarga mengalami kegagalan, eksekusi terpidana mati kasus Poso Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva akhirnya dilaksanakan Jumat dinihari (22/9). Keluarga Tibo Cs hanya bisa menghadapinya dengan tegar dan tabah.
Laporan: Nur Soima Ulfa
SUASANA di kawasan Gereja Katolik Santa Maria tidak seperti biasanya. Di situ puluhan aparat berpakaian brimob dan bersenjata lengkap melakukan penjagaan. Maklum, gereja itu tidak luput dari perhatian aparat keamanan menjelang pelaksanaan eksekusi mati Tibo Cs. Di kawasan itu pula tempat tinggal keluarga Tibo yang datang dari Beteleme, Kabupaten Morowali.
Setiap orang yang hanya sekadar lewat ataupun akan masuk ke kawasan gereja yang terletak di Jalan Tangkasi, Palu Selatan tersebut, tak luput dari perhatian puluhan aparat keamanan. Mulai dari hanya sekadar ditanyai, sampai pada diharuskannya menanggalkan kartu identitas diri di pos penjagaan.
Pos penjagaan ada sekitar empat buah termasuk di lokasi gereja. Untuk masuk pun harus melalui proses pemeriksaan. Setelah dinyatakan steril, baru diperbolehkan masuk.
Ketika meninggalkan gerbang utama dan memasuki halaman gedung Pastoran, aktivitas aparat keamanan tidak begitu mencolok. Hanya tampak ratusan jemaat yang memenuhi halaman gedung yang terletak persis di sisi kiri gereja tersebut. Sebagian besar dari mereka hanya berdiam diri. Kesan hening dan senyap amat terasa. Semuanya larut dalam kebisuan.
Begitu juga dengan kehadiran puluhan anak muda perantauan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terlihat cukup menarik perhatian. Dengan membentuk kelompok kecil, mereka terus berbincang dengan menggunakan bahasa daerah. Tidak ada yang tahu pasti apa yang mereka bicarakan. Namun dari gerak-gerik dan nada bicara, dengan mudah dipastikan topik pembicaran tak jauh dari kepastian akan eksekusi Tibo Cs.
Saat itu, Kamis malam (21/9), waktu telah menunjukkan pukul 23.30 Wita. Setengah jam lagi, hari akan berganti Jumat (22/9) dan berarti pelaksanaan eksekusi hanya tinggal hitungan jam bahkan menit. Kenyataan ini hanya menambah kegusaran jemaat yang hadir. Atmosfir ketegangan makin terasa. Apalagi ditambah temperatur Kota Palu yang terus anjlok. Akibat hujan deras yang mengguyur kota sejak sore hari.
Dinginnya cuaca tersebut, tampaknya berhasil memaksa beberapa orang untuk masuk ke dalam gedung Pastoran. Sekadar hanya untuk menghangatkan diri, atau ingin melihat secara langsung kondisi keluarga Tibo Cs menjelang detik-detik pelaksanaan eksekusi.
Masuk ke dalam ruangan yang berukuran 8x5 meter tersebut, tidaklah sulit. Hanya diperlukan kesabaran ketika menerobos kerumunan orang, yang bergerombol di pintu masuk. Pusat perhatian saat itu adalah keenam orang yang tengah duduk di sofa merah. Dapat dipastikan mereka adalah keluarga dari ketiga terpidana mati. Mereka antara lain Robertus Tibo dan istrinya, Bernadus Bifo (anak kedua Fabianus Tibo), dan Yasinta Bo’o (istri Marinus Riwu).
Istri Fabianus Tibo, Nurlin Kasia tidak berada di ruang tersebut. Menurut informasi, Nurlin berada di ruang khusus gedung Pastoran.
Sebab selama di ruangan tersebut, mereka terus didampingi oleh pengacara Roy Rening SH MH dari Pelayanan Advokasi Untuk Keadilan dan Kemanusiaan (Padma). Selain itu juga hadir Uskup dari Manado Mgr Yosef Suwatan Msc. Semula, dia direncanakan akan memimpin misa requim (misa arwah, red) malam itu, jika eksekusi telah dilakukan. Namun hal ini tidak dikabulkan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sulteng.
Akibatnya para pendamping spritual tersebut, menolak mendampingi secara langsung proses eksekusi. Sebagai gantinya, Yosef bersama Pastur Jemmy Tumbelaka dan Pastur Melky Toreh, serta pengacara Roy Rening SH MH mendampingi keluarga di saat-saat menjelang eksekusi.
Roy sendiri saat itu terlihat sibuk menerima telepon dari hand phone-nya. Ia menjelaskan bahwa pihaknya tidak tahu-menahu sudah sejauh mana pelaksanaan eksekusi telah berjalan. Kesibukannya ini sangat kontras dengan kondisi keluarga, yang terlihat terus berdiam diri.
Robertus Tibo, yang saat itu mengenakan kaos berwarna biru muda, tampak tegar. Tak sedikitpun terdengar isakan tangis. Namun dari perangainya, sangat jelas tergambar kegundahan hatinya. Sebab sesekali dirinya terlihat memandang sejenak hamparan plafon putih. Sering kali ia menyilangkan kedua tangan di dada dan melihat kosong lurus ke depan. Dirinya terus membisu.
Berbeda dengan kakaknya, Bernadus Bifo (anak kedua Fabianus Tibo, red) sejak awal terlihat menundukkan kepala. Ia tidak kuasa untuk menggangkat kepalanya. Kesedihannya teramat dalam ketika harus dihadapkan pada kenyataan bahwa beberapa jam lagi, ia akan kehilangan sosok ayah yang dikaguminya.
Selain dari pihak Tibo, Yasinta Bo'o istri Marinus Riwu juga tampak hadir. Wanita separuh baya tersebut terlihat begitu bersahaja. Yasinta hanya menggunakan sendal jepit dan berkain sarung khas NTT yang dipadukan dengan blus unggu sederhana. Sering kali Yasinta terlihat menghela nafas, sembari mengeratkan genggaman tangannya. Tak jarang ia menyeka air mata dengan ujung sarungnya.
Walaupun demikian tak terdengar sedikit pun isakkan tangis dan raung kesedihan dari keluarga ketiga terpidana. Mereka hanya membisu sampai akhirnya pukul 01.43 WITA, Roy Rening mengumpulkan semua keluarga, kerabat, dan para jemaat untuk mendengar penyampaian resmi dari dirinya. Pemberitahuan ini berselang sedikitnya satu jam dari pelaksanaan eksekusi. Dimana menurut informasi eksekusi dilakukan pukul 00.30.
Kontan suasana menjadi hening. Para jemaat yang sembari tadi terus berbicara mengenai spekulasi ada tidaknya eksekusi, lantas terdiam. Dan fokus pada setiap patah kata yang diucapkan oleh Roy. "Sekitar setengah jam yang lalu pelaksanaan eksekusi telah dilakukan. Dan ini adalah informasi resmi. Saya berharap kepada kalian untuk tegarkan hati. Karena saya bersama Padma akan terus memperjuangkan hal ini (eksekusi, red) sampai ke Jakarta. Kami akan diskusikan dan menempuh jalur hukum. Kami tidak akan berhenti hingga kebenaran dan keadilan ditegakkan," tegas Roy.
Dirinya juga tetap mengingatkan permintaan terakhir ketiga terpidana, khususnya kepada anak dan menantu Fabianus Tibo. Dimana menurut surat pernyataan permintaan terakhir Tibo, ia meminta agar tidak menggunakan fasilitas negara dalam pengurusan jenazahnya nanti. "Ingat yang dikatakan bapak (Tibo, red). Untuk jas, peti jenazah, dan fasilitas pemakaman lainnya, bapak tidak ingin pakai uang rakyat. Lebih baik dikasih sama rakyat kecil. Bapak lebih senang jika semuanya pakai uang hasil kamu, anak-anaknya," ujarnya.
Mendengar hal ini, Robertus terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Sedangkan Bernadus Bifo, terus menundukkan kepala. Dirinya sangat terlihat begitu shock. Sama halnya dengan Yasinta, yang langsung menutup wajahnya dengan sarung setelah mendengar pemberitahuan Roy.
Setelah mendengar pengakuan resmi atas eksekusi, Pastur Melky Toreh bersama Uskup Mgr Yosef Suwatan Msc memimpin doa bersama bagi keselamatan perjalanan almarhum. Setelah prosesi ibadah yang memakan waktu sekitar 15 menit tersebut, puluhan jemaat langsung menghampiri keluarga Tibo Cs. Mereka menyampaikan rasa duka yang mendalam. Sampai doa bersama selesai, Nurlin Kasia tidak tampak.
Yasinta yang sedari tadi terlihat tegar, tidak dapat menahan kesedihannya. Tangisnya mendadak pecah. Dan membuat keluarga yang lain terbawa emosi. Suasana duka bertambah mengharukan. Hingga para keluarga tidak kuasa lagi untuk berbicara.
Sekitar pukul 02.20, Jumat (22/9) dini hari, para jemaat berangsung-angsur pulang ke kediaman masing-masing. Pihak keluarga sendiri bersama pihak gereja tengah bersiap-siap untuk melakukan misa requim (misa arwah, red), pada pagi harinya. Walaupun tidak dapat menghadirkan ketiga jenazah, keluarga tetap menginginkan diadakannya misa requim. Begitu juga dengan pelaksanaan upacara adat bagi mereka.(**)

No comments: