Friday, September 29, 2006

Komentar, 29 September 2006
Dari dialog ‘’Tibo Cs Pasca Eksekusi’’ Hormati Pancasila, Hapuskan Hukuman Mati

PERLU dilakukan peruba-han mendasar dalam hukum yang diberlakukan di Indone-sia, salah satunya yakni meng-hapus hukuman mati. Huku-man di Indonesia adalah pe-ninggalan Belanda, namun pi-hak Belanda sendiri telah menghapuskan hukuman ma-ti yang ada. Hal ini disampai-kan Dr Bert Supit dalam dia-log ‘’Tibo Cs Pasca Eksekusi’’ yang digelar di Gedung Fisip Unsrat, Kamis Sore (289/09) kemarin. Menurut Supit, masalah hu-kuman mati harus disikapi se-cara menyeluruh dan tak ha-nya kasus per kasus saja. “Ka-rena sudah terjadi keresahan bahkan dunia internasional sudah terlibat,” tukasnya. Apalagi menurut Supit, dalam hukum Belanda pun huku-man mati sudah dihapuskan. “Hukum kita kan sebagaian besar diadaptasi dari hukum Belanda. Sementara saat ini Be-landa sudah tidak memberla-kukan hukuman mati,” katanya.Selain tidak manusiawi, hu-kuman mati juga tidak men-cerminkan jati diri bangsa Indonesia yang termuat dalam Pancasila. “Hidup dan mati itu sepenuhnya di tangan Tuhan, dan manusia sama sekali tidak mempunyai hak. Itu pun sudah diterima oleh banyak negara dan Indonesia pun harus memberlakukan hal itu, kalau ingin menghargai Pan-casila,” tandasnya.Mengenai kasus eksekusi Tibo cs, menurut Supit men-jadi pelajaran berharga bagi kita semua. “Kita semua sedih dengan peristiwa ini. Mereka sudah menjadi tumbal. Meski-pun dari segi kemanusiaan, hal ini menjadi tanda tanya be-sar, kenapa mereka yang ha-nya petani biasa justru yang menjadi korban,” urainya.Untuk itulah lanjutnya, hal ini harus dijadikan pelajaran untuk kemudian melakukan perubahan mendasar dalam hukum yang tidak mencer-minkan Pancasila. Pada bagian lain, Supit mengemu-kakan bahwa terdakwa lain yang sudah divonis hukuman mati pun harus mendapat pe-ngampunan. “Kalaupun menu-rut mereka tindakan mereka atas nama Tuhan, biarlah nan-ti mereka yang mempertang-gungjawabkannya langsung dengan Tuhan,” pungkasnya.Diskusi yang digelar ini ada-lah salah satu acara dalam rangka pelindung malaikat agung St Mikael Keluarga besar Mahasiswa Katolik Fisip Uns-rat, yang mengusung tema ke-manusiaan dan keadilan (sua-tu kajian hukum pasca ekseku-si Tibo cs). Kegiatan ini diikuti oleh puluhan mahasiswa dan menghadirkan pembicara an-tara lain Iwan Setiawan man-tan Ketua Senat Mahasiswa Fisip, Ketua PMKRI Manado Mexi Watung dan Ketua Stusi Mitra Seminari Pineleng, Aris Alwamangge. Awalnya, diskusi yang digelar di salah satu ruang kuliah ini sempat diwarnai ketegangan. Pasalnya pihak fakultas meng-klaim bahwa kegiatan ini tidak mengantongi izin dan ilegal. Sehinga PD III Drs Michael Man-tiri sempat memotong jalannya diskusi. Bahkan aliran listrik di ruangan tersebut pun sempat dimatikan. Sehingga diskusi dilakukan tanpa bantuan pengeras suara. Namun hal ini tidak mengendurkan semangat para peserta yang terus me-lanjutkan diskusi.Hal ini membuat Mantiri be-rang, dan untuk kedua kalinya ‘menghentikan’ jalannya diskusi. “Ini gedung milik fakultas dan kami tiadk menerima pembe-ritahuan untuk penggunaan ruangan yang sedianya akan di-gunakan untuk kegiatan perku-liahan ini,” ujar Mantiri dengan nada tinggi. Untunnya setelah beberapa menit terjadu adu argumentasi, Mantiri akhirnya mengizinkan peserta melan-jutkan diskusi di salah satu ruang sidang yang berada di lan-tai dua gedung Fisip dan diskusi pun dilanjutkan.(vic)

No comments: