Friday, September 01, 2006

Radar Sulteng, Kamis, 31 Agustus 2006
Membangkang Kapolda Dicopot
Diduga Terkait Penundaan Eksekusi Tibo Cs

JAKARTA – Kapolri Jenderal Pol Sutanto kembali melakukan mutasi di tubuh Polri. Kali ini yang dimutasi 31 personel, terdiri atas 4 berpangkat irjen, 18 brigjen, dan 9 kombespol. Hanya, belum semua identitas mereka dibuka Mabes Polri. Salah satu yang dimutasi adalah Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Pol Oegroseno.
TR Kapolri bernomor 531/VIII/2006 tertanggal 29 Agustus tersebut dibenarkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Paulus Purwoko di Mabes Polri kemarin. ”Benar, mutasi ini satu rombongan dengan mutasi-mutasi yang kemarin kami umumkan itu,” katanya.
Empat orang irjen yang dimutasi tersebut memasuki masa pensiun. Mereka adalah staf ahli (Sahli) Kapolri Irjen Pol Jhon Lalo, Wakalakhar BNN (Wakil Ketua Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional) Irjen Pol H M. Arifin Rachim Arifin, Gubernur Akpol Irjen Pol M.D. Primanto, dan Irjen Pol Sugiri. (selengkapnya baca grafis)
Kapolda Sulteng Brigjen Pol Oegroseno ditarik menjadi Kapus Info Lata Div Telematika. Dia digantikan Kombespol Badrodin Haiti yang sebelumnya berdinas di Seslemdiklat Kapolri. Brigjen Pol Marsudhi Hanafi yang sebelumnya menjadi Sahli Kapolri ditarik menjadi Wakapolda Sumsel menggantikan Brigjen Pol Abdurrahman yang sejak Juli lalu bersekolah. ”Benar, begitu juga informasi yang saya dapat,” kata Kapolda Sumsel Irjen Pol Iman Hariyatna saat dihubungi Radar Sulteng, kemarin.
Di antara sejumlah jenderal bintang satu yang dimutasi, hanya sertijab Oegroseno yang akan digelar pagi ini di Mabes Polri. Mutasi Oegroseno diduga terkait dengan penundaan eksekusi tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso: Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva, dan Marinus Riwu. Oegroseno menjadi Kapolda Sulteng sejak Agustus 2005.
LSM langsung menggelar konferensi pers menyikapi pergantian Oegroseno tersebut. ”Mutasi Kapolda memang hak Kapolri. Namun, ini menimbulkan pertanyaan karena pada waktu bersamaan Oegroseno sedang menginvestigasi 16 nama yang diduga terkait kasus Tibo,” kata Syamsul Alam Agus dari LPSHAM Palu saat ditemui di kantor Kontras kemarin.
Turut hadir Ketua Badan Pekerja Kontras Usman Hamid dan pengajar kajian ilmu kepolisian UI Kombespol (pur) Bambang Widodo Umar. ”Menurut kami, ini tetap harus dijelaskan. Sebab, meski soal internal, publik tetap harus diberi tahu. Apalagi, saat rapat di Kejaksaan Tinggi Palu Senin lalu, Oegroseno termasuk ngotot untuk tidak segera mengeksekusi Tibo,” lanjutnya. Intinya, Oegroseno dinilai Jakarta membangkang terhadap perintah eksekusi Tibo cs.
Benarkah? ”Bukan. Kenapa (sertijab) ini didahulukan? Sebab, di wilayah Sulteng perlu segera ada pejabat baru mengingat situasi wilayah tersebut bersifat khusus,” jawab Purwoko.
DIGANTI MENDADAK////
Sementara itu, jabatan Wakapolda Sulteng diserahterimakan kemarin dari pejabat lama Kombespol Syafei Aksal ke pejabat baru Kombespol I Nyoman Sindra. Serah terima jabatan dilakukan di ruang Rupatama Mapolda Sulteng dan tertutup untuk wartawan. Tidak seperti biasanya, acara serah terima hanya dihadiri pejabat teras Mapolda Sulteng.
Kedua jabatan penting dan strategis tersebut (Kapolda dan Wakapolda) paling cepat diganti dalam sejarah berdirinya Mapolda Sulteng. Yang lebih singkat lagi, jabatan Wakapolda hanya berlangsung lima bulan selama dijabat Kombespol Syafei Aksal. Dia dilantik April lalu. Jabatan Kapolda memasuki satu tahun. Dibandingkan pejabat sebelumnya, kedua pejabat itu paling cepat dimutasi.
Ada apa? Sesuai data yang diperoleh Radar Sulteng, ada dua versi di balik pergantian jabatan Kapolda dan Wakapolda Sulteng itu. Versi pertama, kedua petinggi Polda Sulteng tersebut terkait dengan dugaan penyalahgunaan dana operasi Lanto Dago. Versi kedua, terkait molornya pelaksanaan eksekusi Tibo cs karena terjadi silang pendapat antara Kajati dan Kapolda Oegroseno. Benarkah demikian?
Wakapolda Sulteng Kombespol I Nyoman Sindra dikonfirmasi usai serah terima mengatakan, mutasi jabatan di lingkungan Polri merupakan hal biasa dan lumrah. Namun, ketika ditanya keterkaitan dengan penyalahgunaan dana Lanto Dago, menurut mantan Irwasda Sulteng itu, justru dana Lanto Dago tersebut masih utuh dan tersimpan di kas bendahara satuan (Bensat). Hanya ada salah penafsiran dalam pencairan pada operasi lanjutan dari Sintuwu Maroso tersebut.
”Mau Pak Waka saat itu, dana dicairkan setelah ada laporan kegiatan dari masing-masing satuan dan fungsi. Jika sudah ada laporan, dananya langsung dicairkan,” kata I Nyoman Sindra ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Menurut Sindra, upaya mengamankan dana operasi itu dikatakan keliru setelah tim dari Mabes Polri melakukan pemeriksaan di Mapolda Sulteng. Yang jelas, semua dana yang diduga disalahgunakan masih utuh dan tersimpan di bendahara satuan. ”Saya melihat upaya Wakapolda lama itu sebenarnya menyelamatkan dana negara. Bagaimana kalau dicairkan, lantas tidak ada laporan kegiatan. Ya, itulah yang kemudian dianggap keliru oleh Mabes Polri,” ungkapnya.
Soal keterkaitan dengan molornya eksekusi Tibo cs, menurut Sindra, juga tidak ada karena ketua tim dalam kasus hukuman mati adalah kejaksaan. Polisi hanya menyiapkan tim eksekutor. Namun, Sindra mengakui bahwa Kapolda Sulteng Brigjen Pol Oegroseno berupaya menguak kasus sebagaimana yang diungkapkan Tibo cs. ”Ada keinginan dari Kapolda agar 16 nama yang disebutkan Tibo bisa terungkap,” katanya. (naz/lib)

No comments: