Radar Sulteng, Kamis, 31 Agustus 2006
Jakgung Sesalkan Kapolri Soal Tibo
10 Ormas Islam Poso Mendesak Segera Eksekusi
JAKARTA - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyesalkan ketidaktegasan sikap kepolisian dengan menunda eksekusi tiga terpidana kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva. Sikap polisi itu menyebabkan kepastian penentuan jadwal eksekusi Tibo dkk tidak jelas alias menggantung.
’’Waktu itu ditunda setelah 17 Agustus. Kapolri tidak tegas berapa hari (penundaan eksekusi Tibo dkk). Sampai sekarang belum jelas eksekusinya,’’ kata Arman –sapaan Abdul Rahman Saleh– yang ditemui usai acara peringatan Isra Mikraj di gedung Kejagung, Jakarta, kemarin.
Kejagung ngotot tetap mengeksekusi Tibo dkk meski sekarang faktanya ditunda. ’’Kalau nggak (dilaksanakan), tentunya kita (kejaksaan) yang salah,’’ jelas Arman.
Menurut dia, penentuan jadwal eksekusi diserahkan sepenuhnya atas koordinasi Kajati Sulteng dengan Kapolda Sulteng. ’’Penentuan jadwal eksekusi sesuai perundang-undangan ditentukan kepolisian setempat. Ini setelah mendengar nasihat dari Kajati,’’ jelas Arman. Dan, sepengetahuan dia, Kapolda Sulteng dan Kajati Sulteng terus menggelar perundingan.
Ditanya apa hambatan pelaksanaan eksekusi Tibo dkk, Arman menegaskan tidak ada. Sebab, semua keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap sama dengan perintah jaksa sehingga harus dilaksanakan. ’’Pastinya memang begitu (dilaksanakan eksekusi),’’ jelas Arman.
Sementara itu, Menag M. Maftuh Basyuni disebut-sebut akan terbang ke Vatikan untuk menemui Paus Benediktus XVI. Diduga kuat, kunjungan itu juga membawa misi untuk memberikan penjelasan kepada Paus agar memaklumi pelaksanaan eksekusi Tibo dkk. ’’Rupanya, ada misi ke situ,’’ jelas sumber koran ini. Benediktus sebelumnya memang menolak eksekusi Tibo dkk. Bahkan, Benediktus juga mengirimkan surat resmi ke Presiden SBY perihal penundaan jadwal eksekusi Tibo dkk pada 12 Agustus lalu.
Eksekusi terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva, sudah ditunda dua kali. Hingga kini, tidak ada satu pun pihak berwenang yang bisa memastikan waktu eksekusi ketiga terpidana itu. Terakhir, pemerintah merencanakan eksekusi pada 12 Agustus.
DESAK EKSEKUSI
Dari Poso dilaporkan, meski sudah ada keputusan penundaan eksekusi Tibo cs tanpa batas waktu, namun desakan agar tersangka kasus kerusuhan Poso itu segera dieksekusi terus bermunculan. Kali ini 16 ormas Islam Kabupaten Poso mengeluarkan sikap bersama mendesak agar Tibo cs segera diperhadapkan dengan regu tembak.
Selain FSPUI, FPI, Muhammadiyah, Aisyiyah dan Nahdatul Ulama Kabupaten Poso serta Majelis Ta'lim Khalid bin Walid Poso, turut bertandatangan dalam pernyataan sikap yang dikirimkan kepada Kejati dan Kapolda Sulteng tersebut, juga barisan OKP Islam. Di antaranya, Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pemuda Muhammadiyah serta Gerakan Pemuda Pembangunan (GMP) Kabupaten Poso.
Dari barisan Parpol, DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS), DPD Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Poso, juga ikut membubuhkan tandatangan.
Dalam pernyataannya, ke-16 ormas Islam sekabupaten Poso itu, pada intinya tetap mendesak kepada pihak yang berwenang, agar segera melaksanakan eksekusi kepada Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva dan Marinus Riwu. Mereka juga meminta kelanjutan proses penyidikan terhadap 16 nama, yang disebutkan oleh Tibo Cs ikut mempunyai andil dalam berbagai kasus kekerasan di Poso.
Dalam pernyataannya, disebutkan pula kalau kelompok-kelompok yang melakukan protes terhadap putusan eksekusi yang telah memiliki putusan hukum tetap, dituding sebagai provokator. Olehnya, komponen umat Islam Poso, mendesak agar aparat penegak hukum, memprosesnya, karena dianggap bisa mengancam stabilitas keamanan di Sulteng.
Sementara itu, grasi ke-2 terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, kemarin (30/8) resmi didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Palu. Pengajuan berkas grasi ini dibawa langsung penasehat hukum Roy Rening SH bersama putra Tibo, Robertus Tibo.
Ketika ditemui wartawan di luar ruang panitra PN Palu, Roy Rening mengatakan, pengajuan grasi ini merupakan hak konstitusional dan upaya hukum yang dilakukan ketiga terpidana untuk terlepas dari jeratan hukum mati. Menurutnya, meski dalam undang undang terdapat aturan bahwa pengajuan grasi bisa dilakukan setelah dua tahun dari grasi awal, namun pasal itu tidak menyebutkan presedur waktu pengajuannya.
Dengan itulah grasi ini diajukan. "Ini adalah upaya hukum yang kami lakukan, tentunya kami berharap dapat dikabulkan, demi terciptanya proses hukum yang sehat di Indonesia," ujurnya.
Roy kembali menegaskan bahwa proses hukum terhadap kliennya merupakan peradilan sesat. Karena itu, tuduhan yang diajukan dalam dakwaan tidak bisa dibenarkan, "Tibo dituduh sebagai pelaku pembunuhan, tapi tidak ada seorang saksi pun yang melihatnya membawa senjata, jika ia dituduh sebagai pelaku intelektual, Tibo tidak lulus sekolah, inikan lucu." ujarnya.
Jika upaya yang telah dilakukan tidak membuahkan hasil, pihaknya tidak akan putus semangat dalam mencari kebenaran hukum. Menurutnya kasus ini akan diajukan ke Mahkamah Internasional.
Sementara Ketua PN Palu Fathurrahman SH yang ditemui, mengatakan, akan segera melanjutkan berkas permohonan grasi kedua tersebut. "Kapasitas kami hanya berhak meregistrasi dan kemudian melanjutkan sesuai aturannya," katanya.(hnf/cr1/agm)
Friday, September 01, 2006
Posted @ 9:58 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment