Tuesday, September 05, 2006

Radar Sulteng, Selasa, 5 September 2006
Ribuan Warga Poso Demonstrasi
Aktivitas Poso Terhenti

POSO- Segera Eksekusi Tibo! Usut 16 nama. Demikian antara lain dari beberapa tuntutan yang disampaikan ribuan warga Poso saat melakukan demo kemarin (4/9). Aksi unjukrasa ini sempat memacetkan aktivitas di Poso.
Ada tiga kantor yang menjadi sasaran para pendemo. Yakni, Kantor Bupati, DPRD dan Kejaksaan Negeri Poso. Massa gabungan dari Forum Silaturahim dan Perjuangan Umat Islam (FSPUI) Poso dan Front Pembela Islam (FPI) mendesak pelaksanaan eksekusi Tibo Cs dan menolak campur tangan pihak asing terhadap hukum di Indonesia.
Aksi ribuan warga ini membuat aktivitas warga di kota Poso terhenti beberapa jam. Kantor-kantor pemerintah terlihat tutup dan tidak ada pegawainya. Toko-toko, pasar dan rumah-rumah penduduk juga tutup. Aktivitas warga kembali normal setelah aksi demo berakhir sekitar hampir pukul 12.00.
Sekitar pukul 09.20, massa gabungan yang dipimpin Sugianto Kaimudin bergerak dari Masjid Raya di Jalan Pulau Timur dengan pengawalan aparat Polres Poso, menuju kantor Bupati Poso. Sepanjang jalan massa meneriakkan yel-yel dan membawa berbagai pamflet dan spanduk.
Ketua FPUI H Adnan Arsal tampak melakukan orasi dalam aksi itu. Massa mengungkapkan kekecewaannya terhadap Bupati Poso Piet Inkiriwang. Mereka menilai Bupati tidak peduli dengan nasib warga Poso. Bupati kata pendemo, lebih banyak melakukan tugas di luar Poso.
Pada saat para pendemo tiba di kantor bupati Poso, kala itu Bupati Piet memang tidak berada di tempat. Informasi yang diperoleh koran ini, Bupati sedang melaksanakan tugas luar daerah.
Setelah melakukan orasi di depan kantor Bupati Poso, sebanyak 15 perwakilan dari pengunjuk rasa diterima Wakil Bupati Poso Abdul Mutalib Rimi. Di antara pernyataan sikapnya, umat Islam Poso mendesak agar segera melakukan eksekusi Tibo Cs dan tidak terprovokasi intervensi asing. Meminta kepada aparat kepolisian mengusut tuntas 16 nama yang pernah disebutkan Tibo Cs. Massa juga mendesak aparat penegak hukum untuk melanjutkan penggalian kerangka mayat di tempat-tempat yang diduga sebagai kuburan massal.
Dari pertemuan itu, Bupati Mutalib langsung merespons aspirasi umat Islam dan akan menyampaikan langsung kepada Bupati Piet Inkiriwang.
Usai menggelar demo di kantor Bupati Poso, massa berkumpul di Alun-Alun Sintuwu Maroso Poso. Di tempat itu, massa menggelar atraksi pemenggalan dan pembakaran patung yang diibaratkan terpidana mati Tibo Cs. Usai menggelar atraksi, massa menuju kantor DPRD Poso yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari kantor Bupati Poso.
Sayangnya, di depan kantor perwakilan rakyat, massa pengunjukrasa itu hanya diterima perwakilan. Ketua DPRD dan wakil tidak berada di tempat. Diperoleh informasi mereka sedang dalam perjalanan dinas ke luar daerah. Unjuk rasa dilanjutkan di depan Kantor Kejaksaan Negeri Poso, Jalan P Kalimantan. Usai meneriakkan yel-yel ribuan warga langsung membubarkan diri.
Hingga massa membubarkan situasi Kota Poso tetap aman dan kondusif. Namun demikian, sejumlah aparat gabungan tetap siaga di sejumlah fasilitas umum untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Kapolres Poso, AKBP Rudy Sufahriady yang turun langsung pengamanan pelaksanaan demo langsung kembali ke Polres Poso setelah aksi selesai.
POLITISI TERLIBAT
Dari Jakarta dilaporkan, penundaan eksekusi Fabianus Tibo diyakini karena ada keterlibatan politisi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Mahendradata dalam diskusi bertema Eksekusi Tibo Kenapa Ditunda-Tunda di Wisma Dharmala Sakti, Jakarta, kemarin. "Ini sudah bukan kasus hukum lagi, jelas ada kepentingan politis," ujarnya.
Menurut kuasa hukum Amrozi ini ada opini bahwa Amrozi harus dihukum mati terlebih dahulu baru Tibo. Padahal, lanjutnya, Amrozi masih mempertimbangkan untuk menggunakan haknya mengajukan peninjauan kembali. "Tibo itu sudah mengajukan peninjauan kembali bahkan grasi dan jelas-jelas ditolak, tunggu apa lagi," katanya.
Di tempat yang sama, seorang saksi hidup kasus kerusuhan Poso, Harun Nyak Itam Abu yang juga menjadi pembicara menuturkan, Tibo benar-benar terlibat dalam penyerangan kelompok putih pada tanggal 23 Mei 2000. Tak hanya itu, Tibo juga berperan dalam pengiriman 727 senjata non organik di Desa Kelei. "Itu semua diakui saksi-saksi dalam persidangan," katanya.
Dalam penyerangan itu, dosen Universitas Tadulako Palu ini kehilangan seluruh anggota keluarganya. "Kami terkepung, dari ribuan orang hanya 24 yang berhasil bertahan hidup," katanya.
Anehnya, tiga jam sebelum penyerangan itu aparat pemerintah daerah justru meminta warga untuk tetap tenang dan tidak meninggalkan rumah. "Ada seorang Wakapolres berinisial JS yang terlibat," katanya.
Lantas siapa politisi yang terlibat itu? Mahendradata tidak menjawab secara eksplisit. Menurutnya, terlalu banyak kepentingan di Poso. Bahkan pelobi internasional pun silih berganti datang ke Jakarta. "Saat ini Kementrian Polhukam sedang menyusun agenda untuk pemulihan Poso, selain itu ada tokoh nasional yang menanjak namanya setelah berhasil mendamaikan warga di sana, silakan ditebak sendiri," kata Mahendradata di hadapan ratusan aktivis yang hadir. (rdl/cr5/lib)

No comments: