Monday, September 11, 2006

Radar Sulteng, Senin, 11 September 2006
Bom Kawua Lebih Canggih, Polisi Baru Periksa 3 Saksi

POSO- Kapolres Poso AKBP Drs Rudi Sufahriadi mengungkapkan, bom yang meledak di Jalan Tabatoko Kelurahan Kawua Kecamatan Poso Kota Selatan, Sabtu (9/9) malam lalu berkekuatan rendah atau low explosive. Itu diketahui dari hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang dilakukan tim Forensik Polda Sulteng di bawah pimpinan Direskrim Polda Sulteng Kombes I Nyoman Suryasta.
Ditemui Radar Sulteng di kantornya, kemarin (10/9), Rudi Sufahriadi juga mengungkapkan bahwa bom yang telah menewaskan Nela Salianggo (20) (bukan Neli seperti diberitakan, kemarin) itu, merupakan jenis bom baru yang ada di wilayah bekas konflik tersebut. “Bom Kawua berbeda dari bom-bom yang pernah meledak di Poso,’’ sebut Kapolres Rudi Sufahriadi.
Menurut Rudi, perbedaan bom di Kelurahan Kawua dengan bom lainnya bisa dilihat dari bentuk dan isi bom tersebut. Katanya, dari hasil olah TKP polisi tidak menemukan adanya serpihan-serpihan bahan baku bom rakitan pada umumnya, seperti gotri dan belerang. Adapun yang menyebabkan korban tewas karena besarnya ledakan bom itu sendiri.
Bom kali ini juga terlihat lebih canggih dari bentuk dan modelnya, karena bom tersebut dirakit di dalam senter. Sehingga orang tidak dapat mengenalinya jika senter tersebut adalah sebuah bom.
Kapolres Poso mengatakan, pasca peledakan bom polisi baru memeriksa tiga orang saksi. Ketiga orang saksi yang telah dimintai keterangan itu yakni paman korban Edi Lindang, dan dua orang keluarga lainnya yang identitasnya masih dirahasiakan.
Ditanya soal motif dan siapa pelaku peledakan bom, orang nomor satu di jajaran Polres Poso ini belum bisa berkomentar banyak. “Kami masih menyelidikinya. Apa hasilnya, nanti saya informasikan”, sebut Rudi.
Sementara itu paman korban Edi Lindang (48) yang ditemui Radar Sulteng di rumah duka menuturkan kronologis nasib naas yang dialami kemanakannya. Katanya, sebelum senter tersebut dipegang dan meledak di tangan Nela, justru yang lebih dahulu melihat dan memegangnya adalah dirinya.
Senter panjang berwarna biru yang diletakkan di tempat duduk depan rumahnya itu pertama kali dilihatnya sekitar jam 18.30 Wita. Saat itu ia sempat menanyakan kepada orang-orang yang berada di warung makan, siapa pemilik senter tersebut. Karena tidak ada yang peduli, dia kemudian menaruh kembali senter itu di atas dego-dego (sejenis tempat duduk terbuat dari bambu).
Tidak lama kemudian, tepatnya pukul 20. 15 Wita, Nela (kemanakannya) yang baru pulang dari makan dari warung lainnya, datang dan menimang-nimang senter tersebut. Selang beberapa detik kemudian senter itu meledak, dan seketika itu ia melihat kemanakannya tak berdaya dengan kondisi yang sangat mengenaskan. “Mungkin bom meledak setelah tombol senter di pencet. Karena saya juga memegangnya, tapi tidak memencetnya”, tutur Edi sedih.
Edi Lindang mengatakan tak ada tanda atau firasat yang dialaminya dan keluarga sebelum kemanakannya itu meninggal secara tragis. Dirinya hanya sempat melihat, bahwa pada malam kejadian itu, sebelum Nela pergi makan ke warung tetangga sempat menciumi dua anak Edi yang saat itu sudah tidur pulas.
Sebelumnya hal itu tidak pernah dilakukannya. “Belum pernah dia (Nela) mencium anak-anak saya yang sudah tidur, jika hendak bepergian”, ujarnya, sembari meminta agar aparat kepolisian bisa secepatnya menangkap pelaku bom yang telah menewaskan kemanakannya tersebut. Jenazah Nella rencananya akan dimakamkan pada hari Selasa (12/9) mendatang. (Cr5)

No comments: